Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Laptop, binder hijau toska, pena biru souvenir seminar minggu lalu, dan earphone lengkap sudah kupindahkan kedalam ransel kotak yang cukup besar milikku. Kukembalikan tas transparan yang besarnya melebihi tas belanja itu kedalam loker nomor 64 di perpustakaan. Saking asyik dan sibuknya aku dengan barang-barang printilan yang tak sempat kusebutkan, seperti charger laptop, charger hp, dan hp itu sendiri. Aku menyadari di sampingku berdiri seorang laki-laki yang membelakangi, yang juga sibuk dengan barang-barangnya. Loker kami tidak berhadapan, tapi letter L, atau tepatnya di sudut siku-siku.
“Loh?”, kunci loker nomor 64 tadi sedikit macet sehingga membutuhkan effort lebih sebelum berhasil kukembalikan pada petugas perpustakaan. Lalu saat aku beranjak kearah pintu keluar, tak sengaja pandangku bertatapan dengan pandang yang lain.
1..2..
Aku menundukkan wajahku dan mencoba berjalan biasa saja kearah tangga, aku akan turun. Kucoba memikirkan tugas yang sudah mepet deadline, rapat organisasi malam nanti, dan cucian yang menumpuk selama 5 hari.. tapi buyar sudah dengan langkah kaki yang tidak terlalu jauh di belakangku. “Duluan ya”, setelah mendengar ucapan tadi, ia menuruni tangga. Kutahan diriku untuk tidak menoleh, lagipula kalau aku berhasil, apa yang akan kukatakan?
Baiklah, ini akan terdengar agak aneh bagi kalian. Ini adalah kesekian kalinya aku bertemu dengan orang itu. Bertemu? Mungkin lebih cocok disebut berpapasan? Atau sekedar melihat ia lewat saja. Aku tak ingin terlalu memikirkan karena toh kampus ini tidak besar-besar amat. Wajar saja kalau sering lihat kan? Lalu bagaimana dengan diluar kampus? Aku pernah melihatnya jogging pagi di jalan yang hampir selalu kulewati, yang terbilang jauh dari kampus. Kata bertemu sepertinya lebih tepat digunakan pada mereka yang sudah saling mengenal satu sama lain. Apakah aku mengenalnya? Tidak, aku hanya tahu ia adalah salah seorang anggota suatu lembaga di kampus. Mungkinkah dia seseorang yang spesial dalam hidupku?
Ehem, bukannya bagaimana-bagaimana, namun aku percaya dengan takdir dan jodoh yang sudah ditentukan. Dari banyak faktor, termasuk film dan drama yang kutonton. Aku sangat penasaran bagaimana kisah cintaku sendiri nanti, berhubung belum kutemukan selama 20 tahun terakhir ini.
Tap.. tap.. tap.. tujuh.
Aku menghentikan langkahku di tangga ke tujuh. Kuberanikan diri untuk memutar kepala.
“Ehmm, maaf kak”, senyum canggung jelas sekali nampak di wajahku.
“Iya?”, sepertinya ia juga terkejut, ia sedikit terlonjak ketika aku tiba-tiba balik kanan.
“Kalau boleh, saya mau tanya nama kakak”, ini sangat absurd. Tak ada angin, tak ada hujan, kau tanya nama? Tanpa basa-basi? Hebat kau Ama!
“Eh?”, laki-laki yang kupanggil kakak itu mengerutkan keningnya sambil tersenyum.
“Boleh saja, Alif”, lanjutnya. Aku manggut-manggut.
“Kamu?”,
Aku berhenti sepersekian detik lalu menengok sedikit ke samping, karena kami sudah berjalan bersebelahan sekarang.
“Ama kak, Amasya”.
Aa, kono mama bokutachi no kowe ga~ aih, pas sekali lagu yang terputar ini.