Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Satu bulan berlalu sejak jatuhnya Rintik Hitam misterius di bumi, orang-orang baru menyadari jumlah populasi mereka turun drastis, tidak hanya karena serangan monster dan perebutan pangan, namun juga karena sesuatu yang tak bisa dijelaskan.
"Hanya menunggu waktu sampai kita semua mati di daratan hitam ini."
"Katanya, bagian timur kota tidak terkena badai Rintik Hitam." Seseorang membalas usai mematikan radionya.
"Mustahil." Kawannya membalas sebal.
Sosok itu mengangkat bahu tak acuh, "Kita harus terus berpindah, kota ini mungkin sedang dikutuk."
"Hidup kita sudah terkutuk sejak lahir," kesal kawannya. "Para pejabat gila itu membuat segalanya jadi makin sengsara."
"Ngomong-ngomong soal pejabat," gumam kawannya yang lain, "Kudengar mereka juga ada di bagian timur kota."
"Kalau begitu kita tak punya harapan, mustahil mereka mau menyelamatkan rakyat sendiri. Kau ingat covid dulu berakhir bagaimana bukan? Lebih baik di sini bersama yang lain, dari pada di dalam perlindungan tak manusiawi itu."
Mereka semua terdiam, bukan karena perkataan yang baru saja ia lontarkan melainkan karena suara geraman keras yang mulai terdengar, lengkap dengan langkah kaki yang menggetarkan tanah.
Lilin dimatikan, semuanya bersembunyi di balik pintu dan bawah jendela yang tertutup tirai. Geraman itu adalah geraman terkeras yang pernah mereka dengar, langkah kaki yang sangat mengerikan, mungkin ini makhluk terbesar yang pernah melintas di tengah kota yang sudah luluh-lantak itu.
"Satu ..." Semua orang di dalam ruangan itu membisu, tangan mereka saling genggam untuk menahan rasa takut yang mengutuk di kepala. "Dua ..."
Monster itu ternyata bisa berbicara.
"Tig-"
Semuanya menutup mata, tak berani untuk melihat sekeliling bahkan untuk menarik napas. Cahaya tiba-tiba terlihat jauh di depan bangunan mereka baru disusul oleh ledakan keras. Mereka semua menunduk, langkah itu tak lagi terdengar, geraman itu menghilang tanpa tanda.
Lalu, jalanan di hadapan mereka bersih, rata oleh pasir hitam tanpa celah.
"Bukankah sebelumnya area itu adalah toko sembako?" Mereka semua mengangguk membenarkan. "Ada dua orang di dalam sana, dan satu yang sedang sakit."
"Mereka dibunuh."
Kawannya menggeleng, "Mereka, mungkin hilang."