Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kerja keras hanya membantu menyeimbangkan hal-hal sewajarnya saja. Itu tidak membantu merubah keadaan. Menambah pekerjaan tidak selalu menambah pengahasilan.
Lucunya Adli tidak berpikir demikian. Dia hanyalah pria polos yang merasa bahwa mandi di jam 3 pagi akan membuatnya sukses. Ia selalu datang lebih awal dari siapapun. Ia juga sering datang ke kantor dengan jalan kaki. Padahal jarak kantor dan tempat tinggalknya sekitar 3 km. Sesekali aku mendapati dirinya sedang tadarus disela-sela kesibukan. Ia adalah rekan di kantor yang tidak pernah kujumpai sebelumnya.
Beruntungya atasanku memperkerjakan dia. Bagaimana tidak, saat aku dan karyawan lain mendapat bonus uang rokok dan uang paket. Itu tidak berlaku padanya, karena Adli tidak merokok dan di rumahnya punya wifi. Ditambah lagi, ia mampu mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dua hari menjadi satu hari saja.
Sikapnya sangat ramah dan baik, ia selalu menjadi pria yang diandalkan. Bahkan kita bisa meminta bantuanya secara cuma-cuma.
Berbeda dengannya, pekerjaanku dimulai ketika semua orang selesai. Saat ini aku bekerja sebagai publisher yang memposting sebuah disain visual hasil karya orang lain lalu membumbuinya dengan sebuah tulisan. Tapi diksi barusan terlalu mewah untuk menjelaskan diriku. Karena sejatinya aku hanyalah seorang penulis caption.
Meski terlihat sederhana pekerjaan ini tidaklah mudah. Sudah bekerja bertahun-tahun terkadang aku masih sering merasa cemas dengan respon pembaca. Ekspektasiku sangat tinggi. Sehingga beberapa hal sulit direalisasikan.
Apapun yang kami lakukan untuk kantor. Faktnya kami berdua dipecat. Kantor sudah menginstal aplikasi AI yang mampu menggantikan kami berdua. Semula aku sedih karena dipecat. Tapi karena orang soleh seperti Adli yang dipecat juga aku jadi merasa baik.
Adli terlihat tenang seperti biasa. Ini bukan pertama kalinya ia mengalami hal-hal buruk. Dahulu ia ditinggalkan orang yang berkomitmen dengannya selama tujuh tahun. Jangan salah paham pria seperti Adli tidak pacaran. Ia hanya memiliki komitmen dengan seorang wanita yang sedang mondok di psantren. Sayangnya, wanita itu malah dijodohkan dengan anaknya pengurus pondok.
“Gue emang bilang nggak apa-apa. Tapi bukan berarti ini gak sakit, Bro.” katanya sambil memegang dadanya. Setelah itu dia tertawa lepas.
Dengan dua kejadian buruk yang menimpanya itu, dia mungkin akan berubah menjadi seorang perokok aktip, mulai mengurangi olah raga dan danberhenti membaca qur’an. Tetapi sampai saat ini ia masih menjadi dirinya. Ia tidak berubah sama sekali. Ia masih seorang pria yang ramah dan murah senyum kepada siapa saja. Memandang dunia dengan sikap positif dan berfikir semua akan baik-baik saja. Ia malah lebih rajin lagi beribadah.
Kami berusaha mencari pekerjaan baru. Pulang pergi menaiki kereta sambil memberikan surat lamaran ke beberapa perusahaan. Di kereta kami jadi punya banyak waktu untuk mengbrol tentang tujuan kami masing-masing. Sambil menatap jendela memandangi kota aku terkejut dengan ucapannya.
“Bro, kayaknya gue harus nikah tahun ini deh. Lu punya temen gak yang tingginya 160-an, terus semok, sama pinggulnya besar.” Katanya sambil menujukan kerutan dikeningnya.
Mendengar itu aku tertawa. Si bodoh ini ternyata cara pandangnya seperti itu. Baguslah! Itu menunjukan bahwa dia memang manusia.
-tamat