Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Horor
Siapa Disana?
0
Suka
3,846
Dibaca

Namaku Rani. Gadis 15 tahun yang masih duduk dibangku SMP. Aku memiliki kebiasaan yang cukup unik, yaitu menyisir rambut di depan kaca, di malam hari sebelum beranjak tidur. Aku sudah terbiasa melakukan hal ini sejak SD, entahlah, aku merasa lebih nyaman tidur ketika rambutku dalam keadaan halus dan rapi. Apakah di antara kalian juga ada yang memiliki kebiasaan yang sama sepertiku?

Bahkan, nenek pernah memergokiku sedang asyik menyisir rambut di kamarnya jam 11 malam. Saat itu orangtuaku mengajakku menginap di rumah nenek. Beliau lalu datang merampas sisir dari tanganku, dengan wajah memerah penuh emosi, nenek memarahiku, memintaku untuk tak mengulangi hal itu, pamali katanya. Aku menangis kencang melihat ekspresi nenek yang murka. Orangtuaku sampai berlari menuju kamar, kaget mendengar tangisanku. Sedangkan nenek langsung duduk berlutut dihadapanku, memelukku, meminta maaf dengan nada menyesal.

Keesokannya, kami bertiga memutuskan pulang kembali ke rumah, saat hendak menaiki mobil, nenek memegang lenganku, memberiku setoples chocolate cookies favoritku, aku tersenyum manis, senang bukan kepalang, ku sempatkan mencium pipi nenek dan tak lupa ucapan terimakasih kulontarkan.

Langsung saja ku makan jajanan pemberian nenek selama di perjalanan. Ibu bilang untuk tak terlalu memerdulikan ucapan nenek tentang kemarin malam. Menurutnya, orang jaman dulu memang suka bikin banyak peraturan tanpa alasan, "Jadi apapun yang nenek katakan, anggap saja angin lalu" ucap ibuku sembari tersenyum mengelus suraiku. Aku hanya diam mengangguk mendengarkan perkataan ibu.

Beberapa tahun lamanya, nenek telah tiada. Namun apa yang pernah nenekku pesankan untukku, tak pernah aku patuhi. Nyatanya hingga detik ini, aku masih tetap setia melestarikan kebiasaan ku itu, karena aku tak percaya pamali, aku tak percaya takhayul seperti yang diceritakan nenek. Aku merasa baik-baik saja selama ini. Semuanya berjalan normal, orang tuaku juga tak pernah melarang kebiasaanku itu.

Akan tetapi, apa yang aku anggap biasa saja, mendadak berubah mengerikan. Lebih tepatnya, sejak 3 bulan yang lalu, bertepatan dengan ulang tahunku yang ke-15. Ayah datang membawakan hadiah yang tak biasa menurutku, sebuah kaca rias antik, berbentuk oval dikelilingi ukiran cantik nan rumit. Ayah membelinya dari sebuah toko barang kuno di dekat area hutan pinus perbatasan kota.

Dengan senang hati aku menerima hadiah itu, memajangnya di dalam kamarku. Namun, keanehan mulai terjadi, perlahan demi perlahan. Perasaanku mulai tak tenang, seseorang seperti sedang mengawasiku di sudut kamar, saat aku sendirian, baik siang maupun malam. Awalnya aku menganggapnya biasa, dan hanya sekedar ilusi pikiranku sendiri. Sayangnya, semakin lama, sesuatu seakan berusaha menunjukkan eksistensinya.

Seperti yang sedang terjadi saat ini, aku sedang sibuk menyisir rambut di jam setengah 12 malam. Dengan lembut, ku sisir rambut hitam legam yang panjangnya sudah sepunggung sembari bersenandung kecil.

"AKH" teriakku, kaget. Kujatuhkan sisir dari genggaman, dengan gerakan refleks, aku menoleh kebelakang, kosong. Lalu kembali ku menatap pantulan diriku di cermin, dadaku masih bergemuruh tak karuan, bahkan tanganku ikut gemetar, takut. Siapa tadi? Aku yakin melihat sebuah mata merah melotot dari balik bahuku, tak begitu jelas, karena sebagian wajahnya tertutup helaian rambutku, tapi aku benar-benar yakin jika itu adalah seorang perempuan. Aku bangkit menuju kasur, dan segera menyembunyikan diri dibalik selimut tebal, berusaha memejamkan mata. Apa aku sedang berhalusinasi? Ya, itu hanya imajinasiku saja, tidurlah Ran, kau pasti kelelahan, ucapku menenangkan diri.

Namun, hampir setiap hari, teror itu tak berhenti. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku masih dihantui rasa kebingungan dan keputusasaan. Membuatku tak bisa fokus di sekolah maupun di rumah.

"Ibu, s-sepertinya ada seseorang di k-kamarku, d-dia terus mengawasiku, bu" ucapku dengan nada penuh frustasi. Sekarang ini kami sedang menikmati sarapan bersama.

"Apa maksudmu, Rani?" tanya ayahku, "Mungkin cuma perasaanmu saja, nak. Jangan capek-capek. Jangan tidur terlalu malam. Biar nanti ayah coba periksa kamarmu, ya,"

Aku hanya diam mengangguk, tak menjawab lagi. Pikiranku kembali menerawang, bisa saja benar yang ayahku katakan, aku terlalu lelah, hingga otakku jadi mudah tertipu ilusi. Tak usah terlalu dibebankan, ada ayah dan ibu yang selalu di rumah, menjagaku dari bahaya yang tak diinginkan. Aku harus mengubah kebiasaanku yang terlalu sering menonton film hingga larut malam, kan aku tetap bisa menontonnya di hari weekend saja, pikirku.

Tiga hari kemudian, kejadian aneh itu tak nampak lagi. Aku merasa lega, "Rani," itu suara ibu, beliau datang menghampiriku yang sedang berbaring santai di kasur.

"Tante Elsa pagi tadi melahirkan, bersiaplah, kita akan kesana dan menginap,"

Ini adalah hari Sabtu siang, jika menginap, itu artinya aku tak bisa marathon drama favoritku yang sedang hits itu, "Maaf ibu, aku di rumah saja, aku tak ikut,"

Tentu saja ibu terkejut dengan kalimatku, belum pernah sekalipun aku mengatakan tidak pada ajakan mereka, aku selalu ikut kemanapun mereka pergi, tak pernah ditinggal sendiri. Tapi, ibuku hanya tersenyum memaklumi, sempat mengelus rambutku sebelum akhirnya pergi keluar dari kamarku. Aku hanya mengedikkan bahu, dan kembali fokus dengan ponsel kesayanganku.

Sudah jam 10 malam, orang tuaku sudah berangkat sejak sore tadi. Aku sedang bergelung di kasur, bersiap tidur, namun sesuatu mulai menggangguku.

Tuk. Tuk.

Suara kaca diketuk. Dadaku mendadak bertalu-talu.

Krekkk.

Kali ini ganti suara semacam kuku yang diseret di atas kaca. Keringat dingin merembes dari dahi dan punggungku. Akhirnya, aku memberanikan diri menoleh ke belakang, pandanganku tertuju pada cermin di sana. Aku bangkit menyalakan lampu dan berjalan perlahan ke cermin itu.

Deg.

Ya Tuhan, aku lupa merapikan rambutku, segera ku ambil sisir dan menyisirnya dengan lembut.

Aku melihatnya! Sekelebat bayangan mengintipku dari arah pintu kamar. Siapa disana? Aku menghentikan aktifitasku, menatap ke sana. Tak ada siapa-siapa. Pikiranku kalut, takut. Perlahan, aku menegakkan pandanganku ke depan cermin lagi, kembali menyisir rambut dengan perasaan tak nyaman.

DEG. Badanku seketika kaku dengan mata membeliak, tak percaya. Dia berdiri di belakang bahuku, sangat dekat, seperti menempel. Mata merahnya melotot besar. Kini aku melihatnya jelas! Wajahnya hitam hancur dengan senyuman lebar mengerikan. Kuku-kukunya yang panjang terulur ke arah rambutku, seperti menyisir. Suaranya yang serak mengalun lirih di telingaku.

"Sisir... Sisir..."

Aku tak ingat bagaimana kelanjutannya, namun yang pasti aku terbangun di bangsal rumah sakit, dengan ibu dan ayah di sampingku, menatapku khawatir.

"Ibu, ayah, buang cermin itu! Ada setan di sana. Buang cepat! Aku tak ingin melihatnya lagi" teriakku sembari meraung menangis.

Dua hal yang kini kusadari, berhenti menyisir rambut dimalam hari, dan hancurkan cermin itu secepatnya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Horor
Flash
Siapa Disana?
D.Agustin
Cerpen
Pengajian
Amelia Purnomo
Cerpen
Bronze
Membunuh Benci
Aneidda
Cerpen
Bronze
Gaun Putih
SUWANDY
Novel
Bronze
DAYU 1983
Nuraini Mastura
Flash
Sesuatu di bawah Tempat Tidur
D.Agustin
Novel
Gold
Salon Tua
Bentang Pustaka
Novel
Sarandjana : Terjebak Malam
Adam Wiradi Arif
Flash
Bronze
Janin
Bakasai
Flash
Lukisan Rendra
Rafael Yanuar
Cerpen
Bronze
Pusaka Naga Hitam
Christian Shonda Benyamin
Cerpen
Bronze
Terror Anggia
Amelia Purnomo
Flash
Kamuflase Sang Kupu-Kupu
Anita Jun
Cerpen
Bronze
Simfoni Gema Yang Membeku
Christian Shonda Benyamin
Novel
Black Diary
Ratih Azhar
Rekomendasi
Flash
Siapa Disana?
D.Agustin
Flash
Sesuatu di bawah Tempat Tidur
D.Agustin
Cerpen
Ibu, Aku Merindukanmu
D.Agustin