Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Misteri
(Bukan) Rumahku Istanaku
0
Suka
25
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Telapak tanganku mengusap lengan sofa berlapis kulit yang kududuki. Terasa agak kasar dan cukup berdebu. Tapi sofa ini masih empuk dan nyaman. Pandanganku mengitari ruangan luas dengan perabot mewah yang rapi. Semua terlihat sesuai dan apik pada tempatnya. Kepalaku mengangguk puas bersamaan dengan kedua sudut bibir ikut tertarik ke atas.

Aku bangkit dan beranjak ke arah dapur. Senyumku makin melebar melihat penataan dan peralatan dapur yang benar-benar kekinian – bukan hanya dapur dengan kompor tungku dan alat masak gosong. Kudekati kompor empat tungku dengan oven di bagian bawah. Permukaannya agak kusam. Sedikit ragu kuputar kenop untuk menyalakan kompor. Sekali, dua kali. Putaran ketiga, api kompor menyala mantap. Aku menghela napas lega. Setidaknya aku bisa memasak air panas atau makanan cepat saji. Hatiku berharap semoga saja isi tabung gas untuk kompor masih banyak. Coba nanti kucari tabung gas lain di belakang rumah, siapa tahu masih ada untuk cadangan.

Kumatikan kompor dan beralih ke pintu di bawah tangga. Jemariku menggenggam pegangan pintu dan membukanya. Cahaya matahari tampak menerangi ruangan kamar mandi ini. Ada wastafel, pancuran mandi dan juga kloset duduk. Iseng-iseng kucoba menyalakan keran air. Hmmh… sudah kuduga. Tidak ada air mengalir setetes pun dari keran tadi.

Kututup pintu kamar mandi dan melirik jam tangan. Baru pukul dua siang, masih ada waktu sebelum hari gelap. Aku akan mencoba mencari lilin atau senter yang bisa kugunakan untuk penerangan nanti malam. Sebenarnya ada dua buah senter besar dalam ranselku. Tapi berhubung sekarang aku tidak punya baterai cadangan, sebaiknya aku cari alat penerangan lain di rumah ini. Jaga-jaga jika senter yang kubawa kehabisan baterai.

Setelah berkeliling semua ruangan di rumah ini, aku hanya menemukan tiga kotak lilin, sebuah korek gas serta dua senter genggam kecil. Kuletakkan semua di kabinet tengah dapur. Lantas kuambil ransel dan mengeluarkan satu kotak nasi beserta lauk pauk yang tadi diberikan di pinggir jalan oleh orang-orang baik. Kukeluarkan juga dua botol besar air mineral, satu kantung plastik berisi empat bungkus mi instan dan beberapa batang sosis siap santap.

Ternyata sofa panjang dan empuk tadi lumayan berat juga. Walaupun jarak ruang duduk dan dapur tidak jauh, aku sampai terengah-engah menarik sofa itu sendirian. Setidaknya aku tidak perlu modar-mandir untuk tidur dan ke dapur atau ke kamar mandi jika malam hari.

Sudah setahun lebih pandemi belum berakhir. Dan sudah hampir delapan bulan, aku hidup seperti ini. Perusahaan tempatku bekerja mengalami kemunduran. Semua karyawan diberhentikan dengan sedikit pesangon. Mencari pekerjaan baru pun sulit. Akhirnya aku hanya bekerja serabutan sebisa yang kutemukan dengan upah seadanya. Aku pun tidak mampu membayar sewa kos bulanan lagi. Tidak mungkin aku pulang kampung juga karena pasti akan membebani orang tua. Lagipula, pekerjaan apa yang bisa kudapatkan di kampung nanti? Akhirnya aku dan beberapa orang senasib tidur di pinggir jalan atau di emperan toko. Kalau hujan, sudah dipastikan kami tidak akan bisa berbaring memejamkan mata.

Sampai kemudian aku teringat video yang pernah kutonton di beberapa kanal Youtube tentang rumah-rumah mewah kosong di beberapa tempat sekitar kota ini. Entah darimana aku jadi punya ide yang agak nekat untuk menempati rumah-rumah tersebut sekedar untuk tidur. Beberapa kali kuajak orang-orang senasibku, tapi mereka langsung menolak mentah-mentah. Bahkan mengatai aku sudah tidak waras karena mau tidur di rumah yang sudah kosong bertahun-tahun lamanya. Bisa jadi mereka benar tentangku. Tapi biarlah.

Pertama kalinya aku merasa sangat takut karena tahu rumah kosong pastilah banyak cerita seramnya. Tapi keinginan untuk tidak tidur menggelandang terus lebih kuat. Peduli setan jika ada yang menggangguku di rumah kosong tersebut. Anggap saja setan mungkin tidak peduli denganku. Yang penting saat pertama menjejakkan kaki, aku mengucap salam dan permisi. Lagipula aku cuma numpang tidur dan istirahat, tidak melakukan hal-hal aneh atau mencuri barang di rumah-rumah ini. Biasanya aku pindah ketika rumah kosong yang sedang kutempati hendak dijual dan dirapikan.

Jadilah sekarang kunikmati saja jalan hidup seperti ini. Walaupun bukan milik sendiri, tapi setidaknya aku pernah mengalami tinggal di beberapa rumah mewah.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Misteri
Flash
(Bukan) Rumahku Istanaku
Rexa Strudel
Flash
Di Balik Dinding
Omius
Cerpen
The Writer
Rama Sudeta A
Novel
Gold
Not in Worderland
Bentang Pustaka
Cerpen
Dunia Ihsan
Freya
Novel
Tuselak
Aliurridha
Novel
Gold
Digital Fortress
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Siswa Sempurna [Bagian 1 | Sisi Terang]
Ikhsannu Hakim
Novel
Gold
KKPK Friends Lullaby
Mizan Publishing
Novel
Who is the killer? [Celine]
I M A W R I T E
Novel
Khubbun Zafa
Mufidah Mubarokah
Cerpen
Bronze
Secret Garden
Hasan Ali
Novel
HILANG
mahes.varaa
Novel
Gold
Hollowpox: Nevermoor #3
Noura Publishing
Flash
Doctor Modercai-Kasus kematian CP0421
Donquixote
Rekomendasi
Flash
(Bukan) Rumahku Istanaku
Rexa Strudel
Novel
Dark Narrow
Rexa Strudel
Novel
Pinjol Pocalypse
Rexa Strudel
Cerpen
Sang Kolektor
Rexa Strudel
Novel
Pesantren Warisan
Rexa Strudel
Cerpen
Sahabat Selamanya
Rexa Strudel
Flash
Kejar!!!
Rexa Strudel
Novel
Temukan Aku!
Rexa Strudel
Cerpen
Sniper
Rexa Strudel
Cerpen
Anti Crown
Rexa Strudel
Flash
My Own Night World
Rexa Strudel
Flash
16.00
Rexa Strudel
Flash
War Kingdoms
Rexa Strudel
Cerpen
Cermin Pukul Dua
Rexa Strudel
Novel
Simbiosis Mutualmurder
Rexa Strudel