Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Dua Cabang Sungai
0
Suka
47
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Dua Cabang Sungai

Cerpen Afri Meldam

 

DUDUK SEORANG diri depan TV, yang acaranya tak satu pun membuatku tertarik, ingatanku tiba-tiba melayang pada suatu sore di ujung musim kemarau 1996, saat aku dan Ayah pergi ke danau untuk memancing. Jarang sekali Ayah bisa menghabiskan waktu seperti ini, mengingat pekerjaan di ladang yang tak pernah memberinya jeda. Harga cabai yang baik pada dua musim terakhir lah yang membuat Ayah bisa sejenak meninggalkan petak-petak ladang.

Waktu itu aku baru saja selesai ujian kenaikan kelas, dan dengan uang hasil penjualan cabai Ayah mampu membelikanku sepeda baru, yang sebenarnya sudah lama sekali kuinginkan. Meski terlambat, hadiah sepeda dari Ayah tetap membuatku senang bukan main. Entah kenapa, dengan sepeda baru itu, aku merasa sudah bukan anak kecil lagi, dan petulangan-petualangan baru pun sudah menungguku di depan sana.

Ketika sore itu aku bercerita kepada Ayah tentang perasaanku saat menunggang sepeda baru itu, Ayah berkata, “Kau sudah dikhitan, dan sebentar lagi kau akan duduk di bangku kelas enam. Artinya kau memang sudah bukan anak kecil lagi.”

Ayah menarik pancingnya dari lubuk, memeriksa umpan, lalu kembali melemparnya ke sungai. Aku tahu, ia belum selesai dengan kalimatnya yang terakhir.

“Berhubung kau bukan anak kecil lagi, kau tentu bisa memahami apa yang akan Ayah sampaikan kepadamu...”

Saat aku bercerita tentang sepeda baru kepadanya, tak sedikit pun terlintas di benakku bahwa Ayah akan melanjutkannya ke pembicaraan yang lebih serius seperti ini. Namun, Ayah telah memulai, dan aku hanya diam mendengarkan kelanjutannya.

“Aku dan ibumu akan segera berpisah. Mungkin bulan depan aku sudah tidak tinggal lagi bersama kalian di ladang.” Kata-kata Ayah meremas jantungku detik itu juga. “Ini mungkin akan terasa menyakitkan bagi kita semua, tapi ini jalan terbaik yang kami ambil.”

Ingin aku tanyakan kenapa, tapi lidahku kelu.

Ayah kemudian melanjutkan. “Seperti danau ini yang mengalirkan air ke puluhan sungai di bawah sana, aku dan ibumu juga sudah menjadi dua cabang sungai yang berbeda. Tapi, kalian anak-anak kami, tentu akan selalu menjadi lautan tempat semua kasih sayang kami bermuara.”

Banyak hal yang diceritakan Ayah kepadaku sore itu, tapi aku hanya mampu mengingat sampai di sana. Entah kenapa, pengandaian Ayah tentang dua cabang sungai itu memenuhi semua ruang di kepalaku.

Aku tak ingat apakah waktu itu aku menangis atau hanya diam saja sambil menunggu seekor ikan datang menyambar pancingku. Yang jelas, ketika akhirnya kami pulang, tak sepatah kata pun keluar dari mulutku, sementara Ayah terus saja bercerita – tampak sekali bahwa ia ingin mengesankan bahwa perpisahan mereka tak akan membawa perubahan apa-apa selain bahwa kami akan tinggal di rumah yang berbeda.

Dan hari ini, ketika duduk seorang diri di depan TV, setelah aku dan Julia memutuskan untuk berpisah, kenangan memancing bersama Ayah kembali hadir di ruang ingatanku. Namun, jujur, aku masih terus mencoba memahami kenapa dua orang yang pernah begitu saling mencintai bisa menjadi dua orang yang tak lagi saling mengenali, menjadi dua cabang sungai yang sama sekali berbeda... ***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Semestaku Sebelum dan Sesudah Dia Datang
Niken Karsella
Flash
Dua Cabang Sungai
Afri Meldam
Komik
Flowers In Her
Pudak Wangi
Cerpen
Terlalu Bodoh Untuk Jadi Kenyataan
Kosong/Satu
Novel
Bronze
CINTA TAK SEMALANG ITU
Ranika Mayang Sari
Flash
Satu Pagi di CGK
annastasia
Flash
Berkomunitas
Berkat Studio
Flash
Bronze
Gara-Gara PR sekolah
Putri Rafi
Novel
Sanubari
Shinta Jolanda Moniaga
Novel
Bronze
Cinta Tapi Beda
Khairul Azzam El Maliky
Novel
Lindur Ungu
Silvia
Novel
KARAMEL
Fataya Azzahra
Novel
DARMA INDAH
Aditya Maulana Yusuf
Novel
Yang Tenggelam di Dasar Kenangan
Herman Trisuhandi
Flash
Bronze
Diagnosis
Gia Oro
Rekomendasi
Flash
Dua Cabang Sungai
Afri Meldam
Flash
Bronze
Buku Bertanda Tangan
Afri Meldam
Flash
Rumah Ternyaman
Afri Meldam
Flash
Bronze
Seratus Tahun Kemudian
Afri Meldam
Flash
Bronze
Mantan Biduan
Afri Meldam
Flash
Sebuah Rencana
Afri Meldam
Flash
Surat dalam Botol
Afri Meldam
Flash
Virus
Afri Meldam
Flash
Bronze
Kereta Terakhir
Afri Meldam
Flash
Bronze
Hujan yang Sebentar
Afri Meldam
Flash
Pesta Pernikahan
Afri Meldam
Flash
Kepala
Afri Meldam
Flash
Mimpi Jangkrik
Afri Meldam
Flash
Lingkaran
Afri Meldam
Flash
Sebutir Apel
Afri Meldam