Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Dua Cabang Sungai
0
Suka
36
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Dua Cabang Sungai

Cerpen Afri Meldam

 

DUDUK SEORANG diri depan TV, yang acaranya tak satu pun membuatku tertarik, ingatanku tiba-tiba melayang pada suatu sore di ujung musim kemarau 1996, saat aku dan Ayah pergi ke danau untuk memancing. Jarang sekali Ayah bisa menghabiskan waktu seperti ini, mengingat pekerjaan di ladang yang tak pernah memberinya jeda. Harga cabai yang baik pada dua musim terakhir lah yang membuat Ayah bisa sejenak meninggalkan petak-petak ladang.

Waktu itu aku baru saja selesai ujian kenaikan kelas, dan dengan uang hasil penjualan cabai Ayah mampu membelikanku sepeda baru, yang sebenarnya sudah lama sekali kuinginkan. Meski terlambat, hadiah sepeda dari Ayah tetap membuatku senang bukan main. Entah kenapa, dengan sepeda baru itu, aku merasa sudah bukan anak kecil lagi, dan petulangan-petualangan baru pun sudah menungguku di depan sana.

Ketika sore itu aku bercerita kepada Ayah tentang perasaanku saat menunggang sepeda baru itu, Ayah berkata, “Kau sudah dikhitan, dan sebentar lagi kau akan duduk di bangku kelas enam. Artinya kau memang sudah bukan anak kecil lagi.”

Ayah menarik pancingnya dari lubuk, memeriksa umpan, lalu kembali melemparnya ke sungai. Aku tahu, ia belum selesai dengan kalimatnya yang terakhir.

“Berhubung kau bukan anak kecil lagi, kau tentu bisa memahami apa yang akan Ayah sampaikan kepadamu...”

Saat aku bercerita tentang sepeda baru kepadanya, tak sedikit pun terlintas di benakku bahwa Ayah akan melanjutkannya ke pembicaraan yang lebih serius seperti ini. Namun, Ayah telah memulai, dan aku hanya diam mendengarkan kelanjutannya.

“Aku dan ibumu akan segera berpisah. Mungkin bulan depan aku sudah tidak tinggal lagi bersama kalian di ladang.” Kata-kata Ayah meremas jantungku detik itu juga. “Ini mungkin akan terasa menyakitkan bagi kita semua, tapi ini jalan terbaik yang kami ambil.”

Ingin aku tanyakan kenapa, tapi lidahku kelu.

Ayah kemudian melanjutkan. “Seperti danau ini yang mengalirkan air ke puluhan sungai di bawah sana, aku dan ibumu juga sudah menjadi dua cabang sungai yang berbeda. Tapi, kalian anak-anak kami, tentu akan selalu menjadi lautan tempat semua kasih sayang kami bermuara.”

Banyak hal yang diceritakan Ayah kepadaku sore itu, tapi aku hanya mampu mengingat sampai di sana. Entah kenapa, pengandaian Ayah tentang dua cabang sungai itu memenuhi semua ruang di kepalaku.

Aku tak ingat apakah waktu itu aku menangis atau hanya diam saja sambil menunggu seekor ikan datang menyambar pancingku. Yang jelas, ketika akhirnya kami pulang, tak sepatah kata pun keluar dari mulutku, sementara Ayah terus saja bercerita – tampak sekali bahwa ia ingin mengesankan bahwa perpisahan mereka tak akan membawa perubahan apa-apa selain bahwa kami akan tinggal di rumah yang berbeda.

Dan hari ini, ketika duduk seorang diri di depan TV, setelah aku dan Julia memutuskan untuk berpisah, kenangan memancing bersama Ayah kembali hadir di ruang ingatanku. Namun, jujur, aku masih terus mencoba memahami kenapa dua orang yang pernah begitu saling mencintai bisa menjadi dua orang yang tak lagi saling mengenali, menjadi dua cabang sungai yang sama sekali berbeda... ***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Luka Ini Indah
L
Flash
Dua Cabang Sungai
Afri Meldam
Novel
Bronze
Lentera Anjani
almiralth
Novel
Bronze
Balada Sepasang Kekasih Gila
Han Gagas
Novel
Bronze
SESAL
Prihatiningsih
Novel
Bronze
Filosofi Keluarga
Niken Ayu Winarsih
Novel
Gold
KKPK The Magic Book
Mizan Publishing
Novel
Gold
Sidney`s Dream
Mizan Publishing
Novel
Bronze
Pintu Tauhid 1&2 (Bundling)
Khairul Azzam El Maliky
Flash
Bronze
Luka di Hari Pernikahan
Dewie Sudarsh
Flash
Hal-hal yang tidak boleh dipertanyakan
AlifatulM
Flash
Jantungku Berdebar
Cheri Nanas
Flash
Terjadwal
WN Nirwan
Novel
Rizky & Nada
Andini Lestari
Novel
Bronze
SAHABAT DAN KISAH CINTAKU
silvi budiyanti
Rekomendasi
Flash
Dua Cabang Sungai
Afri Meldam
Flash
Bronze
Isyarat Cinta
Afri Meldam
Flash
Bronze
Selembar Selimut Merah
Afri Meldam
Flash
Gelas Kedua
Afri Meldam
Flash
Bronze
Kembali ke Hindia
Afri Meldam
Flash
Bronze
Kebahagiaan
Afri Meldam
Flash
Selaksa Ide
Afri Meldam
Flash
Bronze
Kereta Terakhir
Afri Meldam
Flash
Surat dalam Botol
Afri Meldam
Flash
Untuk Sebuah Kecupan Hangat
Afri Meldam
Flash
Pacar Seorang Pesulap
Afri Meldam
Flash
Kepala
Afri Meldam
Flash
Virus
Afri Meldam
Flash
Bronze
Seratus Tahun Kemudian
Afri Meldam
Flash
Bronze
Kencan
Afri Meldam