Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Dua Cabang Sungai
0
Suka
40
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Dua Cabang Sungai

Cerpen Afri Meldam

 

DUDUK SEORANG diri depan TV, yang acaranya tak satu pun membuatku tertarik, ingatanku tiba-tiba melayang pada suatu sore di ujung musim kemarau 1996, saat aku dan Ayah pergi ke danau untuk memancing. Jarang sekali Ayah bisa menghabiskan waktu seperti ini, mengingat pekerjaan di ladang yang tak pernah memberinya jeda. Harga cabai yang baik pada dua musim terakhir lah yang membuat Ayah bisa sejenak meninggalkan petak-petak ladang.

Waktu itu aku baru saja selesai ujian kenaikan kelas, dan dengan uang hasil penjualan cabai Ayah mampu membelikanku sepeda baru, yang sebenarnya sudah lama sekali kuinginkan. Meski terlambat, hadiah sepeda dari Ayah tetap membuatku senang bukan main. Entah kenapa, dengan sepeda baru itu, aku merasa sudah bukan anak kecil lagi, dan petulangan-petualangan baru pun sudah menungguku di depan sana.

Ketika sore itu aku bercerita kepada Ayah tentang perasaanku saat menunggang sepeda baru itu, Ayah berkata, “Kau sudah dikhitan, dan sebentar lagi kau akan duduk di bangku kelas enam. Artinya kau memang sudah bukan anak kecil lagi.”

Ayah menarik pancingnya dari lubuk, memeriksa umpan, lalu kembali melemparnya ke sungai. Aku tahu, ia belum selesai dengan kalimatnya yang terakhir.

“Berhubung kau bukan anak kecil lagi, kau tentu bisa memahami apa yang akan Ayah sampaikan kepadamu...”

Saat aku bercerita tentang sepeda baru kepadanya, tak sedikit pun terlintas di benakku bahwa Ayah akan melanjutkannya ke pembicaraan yang lebih serius seperti ini. Namun, Ayah telah memulai, dan aku hanya diam mendengarkan kelanjutannya.

“Aku dan ibumu akan segera berpisah. Mungkin bulan depan aku sudah tidak tinggal lagi bersama kalian di ladang.” Kata-kata Ayah meremas jantungku detik itu juga. “Ini mungkin akan terasa menyakitkan bagi kita semua, tapi ini jalan terbaik yang kami ambil.”

Ingin aku tanyakan kenapa, tapi lidahku kelu.

Ayah kemudian melanjutkan. “Seperti danau ini yang mengalirkan air ke puluhan sungai di bawah sana, aku dan ibumu juga sudah menjadi dua cabang sungai yang berbeda. Tapi, kalian anak-anak kami, tentu akan selalu menjadi lautan tempat semua kasih sayang kami bermuara.”

Banyak hal yang diceritakan Ayah kepadaku sore itu, tapi aku hanya mampu mengingat sampai di sana. Entah kenapa, pengandaian Ayah tentang dua cabang sungai itu memenuhi semua ruang di kepalaku.

Aku tak ingat apakah waktu itu aku menangis atau hanya diam saja sambil menunggu seekor ikan datang menyambar pancingku. Yang jelas, ketika akhirnya kami pulang, tak sepatah kata pun keluar dari mulutku, sementara Ayah terus saja bercerita – tampak sekali bahwa ia ingin mengesankan bahwa perpisahan mereka tak akan membawa perubahan apa-apa selain bahwa kami akan tinggal di rumah yang berbeda.

Dan hari ini, ketika duduk seorang diri di depan TV, setelah aku dan Julia memutuskan untuk berpisah, kenangan memancing bersama Ayah kembali hadir di ruang ingatanku. Namun, jujur, aku masih terus mencoba memahami kenapa dua orang yang pernah begitu saling mencintai bisa menjadi dua orang yang tak lagi saling mengenali, menjadi dua cabang sungai yang sama sekali berbeda... ***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Immortal Love Story; Cinta Abadi, Cinta Sampai Mati
Muhammad Haikal
Flash
Dua Cabang Sungai
Afri Meldam
Novel
Bronze
Lupa pulang
naila holisoh putri nurj
Novel
Bronze
Smart Bad Girl
Desi Restiana A
Flash
Bronze
Daun di Atas Bantal: Cemburu Ketika Angin Mencocoli Daun
Ari S. Effendy
Novel
Bronze
Simfoni Hitam
Fatma Hida
Novel
Déanach
NarayaAlina
Novel
aalok
Katata
Novel
Bronze
Ditunggu Tuhan
Herman Sim
Novel
Gold
Hitam Putih
Mizan Publishing
Novel
Ruang Sunyi
Sayyidatul Imamah
Novel
Bronze
Cala yang Berlubang
Nayaka Ashaki
Novel
Bunga Kertas
Aku Ria
Novel
Umbara
Dzalabu
Novel
Bronze
Arca, Alien, dan Bunga Daisy
Deasy Wirastuti
Rekomendasi
Flash
Dua Cabang Sungai
Afri Meldam
Flash
Surat dalam Botol
Afri Meldam
Flash
Misi Kemanusiaan
Afri Meldam
Flash
Sampan Tua
Afri Meldam
Flash
Pacar Seorang Pesulap
Afri Meldam
Flash
Sebuah Rencana
Afri Meldam
Flash
Mimpi Jangkrik
Afri Meldam
Flash
Doa Seorang Nabi
Afri Meldam
Flash
Bronze
Mantan Biduan
Afri Meldam
Flash
Jam Pasir
Afri Meldam
Flash
Manusia Super
Afri Meldam
Flash
Ziarah
Afri Meldam
Flash
Pesta Pernikahan
Afri Meldam
Flash
Aroma
Afri Meldam
Flash
Bronze
Kembali ke Hindia
Afri Meldam