Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Menjelang malam Jumat tak terlupakan kejadiannya, beberapa jam sebelum gema takbir menggema bakda Isya, di belakang gawang bambu di tanah lapang bocah-bocah biasa bermain bola, yang mana itu tanah lapang kecil belaka dan dahulunya adalah rumah saudagar pakaian yang terbengkalai dan kemudian diratakan.
Ketika itu Surau belum lagi memuntahkan orang-orang yang sembahyang: seekor anjing buduk sekarat berkaing-kaing sesaat sebelum mati, seakan-akan dengan harapan yang tersisa meminta tolong kepada seekor elang yang terbang gelisah di langit kelam.
Dua meter di depan anjing itu, seorang lelaki menggerung sambil berjalan menjauh dan menenteng kelewang berlumur darah, semerah sisa-sisa senja di cakrawala.
Beberapa saat setelahnya, karena berjalan paling terburu-buru demi suatu urusan di antara iringan hamba Tuhan, sang Modin lebih dahulu menemukannya, dan berlutut dan tercekat di samping bangkai si anjing, di antara gerung tangis lelaki tadi yang masih memenuhi lorong kampung.
Sang Modin kelewat bebal menahan perasaan cengeng, merasa kehilangan seekor anjing yang telah menyelamatkan bocahnya dari ancaman babi kena tembak di sumur ladang, ketika ia tengah memanjat pohon petai dan mendengar salak ribut, Selasa lalu pada suatu sore yang baginya ketika itu masih terasa beringsang, juga yang sering menjegal rampok-rampok; sedang lelaki berkelewang merasa telah membunuh bapaknya, dan dalam kekalutan pikirannya itu ia terkenang kata-kata seorang kerabat, "Kau ngeyel mau tahu? Bapakmu anjing, dengar? Mungkin ada di antara kawanan anjing jalanan!"