Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
1
Suka
5,361
Dibaca

MEREKA sering ke situ, berdua, ke garis batas antara hutan dan desa. Agak masuk sedikit ke dalam kawasan hutan. Malam itu mereka berada di sana lagi. Dalam suasana yang sama sekali lain. Mereka berdiri di gigir tebing patahan alami itu. Seperti sisa barisan. Memandang ke arah lembah. Lembah yang tak terlalu besar dan tak terlalu dalam.

Sepanjang jalan tadi mereka tak berbicara. Setiap langkah seperti dipertimbangkan benar agar tak terlalu bersuara.

"Aku tak bisa dan tak mau ke mana-mana," kata Warni.

"Aku kira aku tahu kemana kamu harus pergi," kata Zam.

"Bersama kamu?"

"Iya..."

"Itu yang aku tak mau."

"Orang akan semakin menyalahkan aku."

"Bunuhlah aku, Mas. Aku tak punya pilihan kecuali mati. Aku ingin kamu yang membunuhku. Aku ingin mati di tanganmu," kata Warni.

Zam terkesiap. Ia merasakan ngeri yang tak pernah ia rasakan. Ngeri disergap suara Warni yang dingin. Tenang. Berat. Sama sekali tanpa kesedihan.

Gelombang pembantaian datang dari arah barat seperti pasukan kalajengking raksasa. Sesudah pembunuhan para jenderal di Jakarta, pasukan yang dipimpin seorang perwira datang dengan senjata yang seakan ditarget satu nyawa satu peluru. Kekacauan, dendam, pertikaian politik, menjadi bahan bakar. Tentara seperti memberi restu pada siapapun untuk membunuh siapapun, asal dia kiri.

"Mereka sudah membunuh ayahku. Ibuku. Kakak-kakakku, Mas," kata Warni. "Aku sekarang sendiri. Mereka pasti akan membunuhku. Mereka pasti sedang mencari aku..."

Zam terdiam. Zam berpikir keras mencari jalan lain selain apa yang diusulkan Warni.

"Aku tak akan bunuh diri, Mas..."

Lalu terdengar suara parang ditebaskan. Dua kali. Tubuh Zam dan Warni terguling ke bawah lembah itu. Menyusul kepala yang menggelundung lebih dahulu.

"Lho, itukan Gus Zam, anak Kyai Zainul?"

"Mana saya tahu. Gelap...."

"Ya, sudah. Timbun aja. Yang penting anak Pak Wongso, Ketua BTI itu, sudah mati."

"Si Warni? Yang ini?" si penebas yang tadi melompat ke bawah tebing, mengangkat kepala Warni ke arah seseorang yang sepertinya memimpin kelompok pembantai orang-orang kiri itu.

"Iya. Dia. Siapa lagi..." kata seorang yang lain.

 © Habel Rajavani, 2024.

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Perempuan Ilalang
Mira Pasolong
Novel
Gold
Tenaga Kerja Istimewa
Bentang Pustaka
Novel
Suami 500 Juta
R.Rr. Stanislasia Novalen Ashatri
Komik
Prabhasvara
Billy Yapananda Samudra
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Novel
Gold
IPA & IPS
Coconut Books
Cerpen
Bronze
Perempuan Tanpa V
Abdi Husairi Nasution
Novel
Bukan Drakor
Eva yunita
Skrip Film
2 Aurora
Ai Bi
Novel
Bronze
UNCONDITIONAL LOVE
Jaemin Noona
Novel
Cerita Hati
Adi Kurniawan
Novel
Bronze
ALDRICK.
N. Sabrina Putri
Skrip Film
BFF (Script)
Ariesta Mansoer
Novel
Bronze
PSIKOSIS
Indah Nur Aini
Flash
Bronze
Artis Papan Atas
Ririn Noverawati
Rekomendasi
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Pelacur yang Menangis Ketika Mendengar Azan di Mekkah
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Kenapa Anggi Memutuskan Arwan dan Memintanya Menikahi Ane
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Kenapa Mang Enjang Tak Suka Khutbah Bertema Politik
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Tentang Seorang yang Ingin Melempar Tahi ke Wajah Koruptor
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Penjaga Kubur Itu Dulu Berjualan Sate Anjing
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Perihal Premis dan Penulis Aidul
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Bagaimana Dini Menemukan Subagio Sastrowardoyo
Habel Rajavani
Cerpen
Dia yang Memandang dari Seberang
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Sebilah Parang dan Tugas Terakhir Paman Ahdi
Habel Rajavani
Cerpen
Antara Irman, Aku, dan Kucing Kesayanganku
Habel Rajavani
Flash
Kisah Nyonya Nredom
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Cerita Cinta yang Tak Pernah Ingin Kuakhiri
Habel Rajavani
Novel
Bronze
Duka Manis - Balikpapan 1995
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Seekor Anjing Bernama Si Jon
Habel Rajavani