Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
1
Suka
16,474
Dibaca

MEREKA sering ke situ, berdua, ke garis batas antara hutan dan desa. Agak masuk sedikit ke dalam kawasan hutan. Malam itu mereka berada di sana lagi. Dalam suasana yang sama sekali lain. Mereka berdiri di gigir tebing patahan alami itu. Seperti sisa barisan. Memandang ke arah lembah. Lembah yang tak terlalu besar dan tak terlalu dalam.

Sepanjang jalan tadi mereka tak berbicara. Setiap langkah seperti dipertimbangkan benar agar tak terlalu bersuara.

"Aku tak bisa dan tak mau ke mana-mana," kata Warni.

"Aku kira aku tahu kemana kamu harus pergi," kata Zam.

"Bersama kamu?"

"Iya..."

"Itu yang aku tak mau."

"Orang akan semakin menyalahkan aku."

"Bunuhlah aku, Mas. Aku tak punya pilihan kecuali mati. Aku ingin kamu yang membunuhku. Aku ingin mati di tanganmu," kata Warni.

Zam terkesiap. Ia merasakan ngeri yang tak pernah ia rasakan. Ngeri disergap suara Warni yang dingin. Tenang. Berat. Sama sekali tanpa kesedihan.

Gelombang pembantaian datang dari arah barat seperti pasukan kalajengking raksasa. Sesudah pembunuhan para jenderal di Jakarta, pasukan yang dipimpin seorang perwira datang dengan senjata yang seakan ditarget satu nyawa satu peluru. Kekacauan, dendam, pertikaian politik, menjadi bahan bakar. Tentara seperti memberi restu pada siapapun untuk membunuh siapapun, asal dia kiri.

"Mereka sudah membunuh ayahku. Ibuku. Kakak-kakakku, Mas," kata Warni. "Aku sekarang sendiri. Mereka pasti akan membunuhku. Mereka pasti sedang mencari aku..."

Zam terdiam. Zam berpikir keras mencari jalan lain selain apa yang diusulkan Warni.

"Aku tak akan bunuh diri, Mas..."

Lalu terdengar suara parang ditebaskan. Dua kali. Tubuh Zam dan Warni terguling ke bawah lembah itu. Menyusul kepala yang menggelundung lebih dahulu.

"Lho, itukan Gus Zam, anak Kyai Zainul?"

"Mana saya tahu. Gelap...."

"Ya, sudah. Timbun aja. Yang penting anak Pak Wongso, Ketua BTI itu, sudah mati."

"Si Warni? Yang ini?" si penebas yang tadi melompat ke bawah tebing, mengangkat kepala Warni ke arah seseorang yang sepertinya memimpin kelompok pembantai orang-orang kiri itu.

"Iya. Dia. Siapa lagi..." kata seorang yang lain.

 © Habel Rajavani, 2024.

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
MENOLAK LUPA
Mae Takata
Novel
When life was not as smooth as a toll road
DAMAIZANNE
Novel
Remember When
Gagas Media
Novel
Bronze
Before Metamorphosis
THIRZA EUNIKE SILABAN
Skrip Film
Shape of The Voice
Faiz el Faza
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Cerpen
Diary Devi
ArsheilaW
Cerpen
Bronze
Ratri Menari
Suryawan W.P
Novel
My GirlFriend is Ketos
Nur Laili
Novel
Dreams List
Shabrina Hanum wajdy
Novel
Anak rantau diujung Bagan
Suyanti
Novel
Punggung Dewi
Januar EL Capirco
Novel
Lily
Quinn Christabelle Franklin
Novel
Hening - Kebisingan Penuh Warna
fotta
Skrip Film
Idola Indonesia
Elisabet Erlias Purba
Rekomendasi
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Taksi & Malam di Jakarta
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Dia Menggali Kubur Sambil Bernyanyi
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Seekor Anjing Bernama Si Jon
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Begitulah Kelakuan Kawan Kita Si Rohim
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Cerita Ratna, Seorang Pengarang, dan Sebuah Novel
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Kenapa Anggi Memutuskan Arwan dan Memintanya Menikahi Ane
Habel Rajavani
Flash
Kisah Nyonya Nredom
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Berhenti Saja Kau Jadi Guru
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Karena Dia Sahabat Kyai Yassin
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Nasib Malang Kawanku Amang
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Gadis Kecil dan Perawat Tanaman yang Bicara Pada Bunga-bunga
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Cerita Cinta yang Tak Pernah Ingin Kuakhiri
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Perihal Premis dan Penulis Aidul
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Lebih Pedih dari yang Pedih
Habel Rajavani