Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
1
Suka
18,602
Dibaca

MEREKA sering ke situ, berdua, ke garis batas antara hutan dan desa. Agak masuk sedikit ke dalam kawasan hutan. Malam itu mereka berada di sana lagi. Dalam suasana yang sama sekali lain. Mereka berdiri di gigir tebing patahan alami itu. Seperti sisa barisan. Memandang ke arah lembah. Lembah yang tak terlalu besar dan tak terlalu dalam.

Sepanjang jalan tadi mereka tak berbicara. Setiap langkah seperti dipertimbangkan benar agar tak terlalu bersuara.

"Aku tak bisa dan tak mau ke mana-mana," kata Warni.

"Aku kira aku tahu kemana kamu harus pergi," kata Zam.

"Bersama kamu?"

"Iya..."

"Itu yang aku tak mau."

"Orang akan semakin menyalahkan aku."

"Bunuhlah aku, Mas. Aku tak punya pilihan kecuali mati. Aku ingin kamu yang membunuhku. Aku ingin mati di tanganmu," kata Warni.

Zam terkesiap. Ia merasakan ngeri yang tak pernah ia rasakan. Ngeri disergap suara Warni yang dingin. Tenang. Berat. Sama sekali tanpa kesedihan.

Gelombang pembantaian datang dari arah barat seperti pasukan kalajengking raksasa. Sesudah pembunuhan para jenderal di Jakarta, pasukan yang dipimpin seorang perwira datang dengan senjata yang seakan ditarget satu nyawa satu peluru. Kekacauan, dendam, pertikaian politik, menjadi bahan bakar. Tentara seperti memberi restu pada siapapun untuk membunuh siapapun, asal dia kiri.

"Mereka sudah membunuh ayahku. Ibuku. Kakak-kakakku, Mas," kata Warni. "Aku sekarang sendiri. Mereka pasti akan membunuhku. Mereka pasti sedang mencari aku..."

Zam terdiam. Zam berpikir keras mencari jalan lain selain apa yang diusulkan Warni.

"Aku tak akan bunuh diri, Mas..."

Lalu terdengar suara parang ditebaskan. Dua kali. Tubuh Zam dan Warni terguling ke bawah lembah itu. Menyusul kepala yang menggelundung lebih dahulu.

"Lho, itukan Gus Zam, anak Kyai Zainul?"

"Mana saya tahu. Gelap...."

"Ya, sudah. Timbun aja. Yang penting anak Pak Wongso, Ketua BTI itu, sudah mati."

"Si Warni? Yang ini?" si penebas yang tadi melompat ke bawah tebing, mengangkat kepala Warni ke arah seseorang yang sepertinya memimpin kelompok pembantai orang-orang kiri itu.

"Iya. Dia. Siapa lagi..." kata seorang yang lain.

 © Habel Rajavani, 2024.

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Komik
FATPIRE -The Fat Sucking Vampire-
Yuwendi Yulius Gozali
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Novel
I'M DYING BUT STILL ALIVE
DARKSTAR
Cerpen
Sup Ikan Gurame
Cheri Nanas
Flash
Menunggu Hujan Reda
kholifatussaadah
Novel
Sunshine (Ketulusan, Cinta & Pengorbanan)
Widhi ibrahim
Novel
Bau Peapi
Reni Hujan
Novel
Langit Cinta Kota Fukuoka
A. FADHIL
Novel
Bronze
Metamorph
Agnesya Febriana
Novel
Gold
Karena Aku Perempuan
Mizan Publishing
Skrip Film
Sajak.
Kevin Fauzan Arjuna
Novel
Bronze
On Air
Berthy Adiningsih
Novel
Gold
KKPK Liontin Amery
Mizan Publishing
Flash
Hai... Orang Asing.
Anisah Ani06
Flash
Re-Send
Momo hikaru
Rekomendasi
Flash
Lalu Terdengar Suara Parang Ditebaskan
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Cerita Tukang Sulap dan Ibu yang Mencari
Habel Rajavani
Flash
Apa yang Terjadi Setelah Pemakaman Itu. . . .
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Gadis Kecil dan Perawat Tanaman yang Bicara Pada Bunga-bunga
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Tentang Kawanku Bob Si Anak Pasar
Habel Rajavani
Cerpen
Antara Irman, Aku, dan Kucing Kesayanganku
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Misteri Kampung Mati dan Hantu Berang-berang
Habel Rajavani
Cerpen
Dia yang Memandang dari Seberang
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Bimbim (alias Ibrahim), Kamu Jangan Menangis!
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Di Pulau Itu Setiap Hari adalah Hari Sabtu
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Penjaga Kubur Itu Dulu Berjualan Sate Anjing
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Tugas Amin dan Aroma Wangi Bu Bos
Habel Rajavani
Flash
Kisah Nyonya Nredom
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Karena Dia Sahabat Kyai Yassin
Habel Rajavani
Cerpen
Bronze
Begitulah Kelakuan Kawan Kita Si Rohim
Habel Rajavani