Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Gelap. Tapi ada panas yang samar di pelupuk mata. Setelahnya, matanya yang besar kemudian terbuka. Cahaya horizontal membentuk bayangan di wajahnya.
Pada seragam sekolah TK-nya yang acak-acakan, ada penunjuk nama Mila. Boneka beruangnya melekat dalam dekap. Telapak tangan Mila mendorong pintu. Kakinya ke luar lemari dan menjejak di lantai dengan ragu-ragu. Kegelapan seketika berganti dengan sinar seolah nyalanya tungku.
Pendengarannya menangkap teriakan dan sahut-sahutan yang riuh. Asalnya dari pemilik suara bariton dan sopran yang beradu angkuh.
“Kamu egois,” kata Suara Bariton.
Suara Sopran membalas, “Kamu... aku... lemah,” dengan terputus-putus.
“Kamu istriku, nurut dong sama aku.”
Isakan tangis berlangsung beberapa saat sebelum digantikan dengan suara bantingan. Mila terkesiap.
“Aaargh,” teriakan tertahan muncul dari Suara Bariton.
Bukan hanya bantingan, kali ini bunyi kaca pecah mengisi gendang telinga. Tidak hanya sekali, tapi berentetan. Mila memegang dada seakan-akan menghentikan degupan jantungnya yang semakin kencang.
“STOP!” Ini kali Suara Sopran yang layangkan perintah.
Suara tamparan berbuah kesunyian.
Mila berjingkat-jingkat ingin mendekati tempat kejadian perkara.
“SINI KAMU!”
Jeda semenit kemudian, “Aaargh,” teriak Suara Bariton.
Mila berhenti. Derap langkah bertalu-talu mendekati kamarnya. Mila kembali ke lemari. Tergesa-gesa menutup pintu agar ia tersembunyi dengan sempurna.
Mila menutup mulut dan menahan perut agar napas tidak berembus.
Pintu lemari terbuka. Suara Sopran muncul di hadapannya. “Cepat, Nak. Ikut Mama. Kita harus pergi! Sekarang juga.”
Tangan Mila tertarik dan kakinya terseret ketika Mama menggandeng lengannya, sampai-sampai boneka beruangnya terlepas. Keduanya silam dari pandangan.
Sunyi dan sepi menyelimuti.
***
Tidak sampai setengah jam kemudian, seorang laki-laki masuk ke dalam kamar dengan langkah yang tergopoh-gopoh.
“Milaaa,” panggilnya. “Nak! Mila sayaaang.”
Suara Bariton meneliti seluruh ruangan, termasuk pintu lemari yang terbuka lebar. Meskipun telah melihat lemari itu dipenuhi baju-baju semata, ia tetap memeriksanya.
Bahunya melorot menyadari orang yang ia cari tidak ada di sana. Ia memiringkan wajah dan pandangan matanya tertubruk pada sebuah benda. Boneka beruang milik Mila.
Ia mengambilnya dan terduduk lemas di pinggiran tempat tidur. Ia lalu menengadahkan kepala.
Tampaklah wajahnya yang penuh lebam dan goresan berdarah. Dahinya dibalut perban yang tidak dapat menyembunyikan bercak merah. Ia meringis karena gembung pipi yang tidak juga mereda.
Perlahan-lahan air mata mengaliri pipinya. Benaknya dipenuhi kebingungan yang melanda. Bagaimana jelaskan pada dunia bahwa ia bukanlah pelaku dan justru ia yang harus menyelamatkan Mila?