Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
“Jam berapa pesta perayaan Natalnya?”
Farah keluar dari kamar mandi. Jubah mandi membungkus tubuhnya. Daniel masih di tempat tidur. Posisinya tidak berubah dari sebelum Farah mandi tadi.
“Jam delapan kayaknya. Apa jam tujuh ya? Wah, lupa aku. Lho, katanya kita nggak pergi?” tanya Daniel.
Farah membuka lemari dan memilih-milih baju di dalamnya. “Aku nggak pernah ngomong begitu. Ini, kan, perayaan Natal di kantormu. Bukannya kamu pengen banget, ya, dapat promosi?”
“Siapa yang jaga anak-anak?”
“Aku bakal minta tolong salah satu temanku. Kamu juga bisa telepon Mami Rene,” saran Farah menyebutkan nama ibu mertuanya. Ia tahu kalau Mami Rene pasti senang bertemu Bella dan Coki.
“Jessy?”
Farah menarik gaun berwarna hitam dari lemari sewaktu berkata, “Siapa?”
“Teman kamu.”
Farah mengembalikan gaun hitam itu ke lemari. “Well, kalau nggak mau terlambat ke perayaan Natal kantormu, ayo buruan siap-siap.”
Tidak ada jawaban apa-apa dari mulut suaminya itu. Tapi dari ekor matanya, Farah melihat Daniel bangkit dari tempat tidur. “Aku akan telepon kantor dan tanya apa kita perlu bawa hadiah.”
Farah mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia memutuskan akan mengenakan gaun panjang tanpa lengan. Warnanya merah dengan hiasan emas di beberapa serat kainnya. Kalau tertimpa cahaya, ia akan bersinar terang laksana lampu Natal.
“Jam tujuh. Kita bawa apa?” teriak Daniel dari kamar mandi.
Farah sedang duduk di depan meja rias. Ia berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan suaminya itu. Mereka akan terlambat apabila singgah demi mencari hadiah. Apalagi jalan raya di malam Natal ini akan sangat padat.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan dua orang anak kecil, satu perempuan dan satunya lagi laki-laki. Yang terakhir langsung memeluk kaki Farah.
“Bella. Coki,” sapa Farah yang kemudian mengingatkannya kalau ia belum menghubungi orang yang dapat mengasuh mereka malam ini.
“Mau juga,” rengek Bella melihat lipstik di atas meja.
“Iya, sebentar ya.”
Farah meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja rias lalu menelepon ibu mertuanya. “Farah, Mami.”
Ada balasan sapa dari seberang. Kemudian, Farah menyampaikan maksudnya. “Iya, Daniel dan Farah harus ke acara kantor.”
Lawan bicaranya meminta maaf karena tidak bisa membantunya saat itu. “Mami sudah kadung janji sama teman-teman gereja.”
Farah memaklumi. Setelah menyampaikan salam perpisahan, ia menutup telepon. Ia menoleh dan melihat anaknya Bella dan Coki sedang sibuk memainkan peralatan makeup-nya.
“Bellaaa,” tegur Farah dengan nada yang lembut.
Anak pertamanya itu kemudian mengangkat sebuah kotak kecil dan memberikannya kepada Farah. Ia tahu kalau Bella berusaha agar dirinya tidak marah. Farah menyembunyikan senyum.
Ia menerima kotak dan memeriksa isinya. Mainan kayu berbentuk kuda yang diwarnai oleh Bella. Ketemu, bisiknya dalam hati. Mainan itu saja yang ia jadikan hadiah. Ia tinggal membungkusnya dengan mewah.
Farah memeluk Bella dan ucapkan, “Terima kasih, Sayang.”
“Ikuut,” kata anak perempuannya itu sementara Coki hanya meracau tidak ada artinya di dekat mereka.
“Nanti Tante Jessy ke sini lho,” kata Farah yang memunculkan binar di mata anaknya itu.
Temannya Jessy, memang sudah berulang kali menjadi pengasuh kedua anaknya jika Farah sedang ada kegiatan di luar rumah. Bella dan Coki pun tampaknya senang dengan kehadiran temannya itu karena keduanya selalu antusias apabila bertemu dengan Jessy.
***
Farah bertemu Jessy saat ia ikut kursus memasak dua tahun yang lalu. Usia Jessy sebenarnya lima tahun lebih muda dari Farah yang sudah menginjak 30 tahun. Tapi perempuan itu terlihat lebih bijak dan dewasa ketimbang usianya. Ia merasa nyambung apabila ngobrol-ngobrol dengan perempuan itu.
Wanita itu datang sewaktu Farah dan Daniel sudah siap-siap berangkat. Anak-anaknya langsung menyambut Jessy dengan gembira.
“Mereka sudah makan, Jes. Tapi kalau masih lapar, ada spageti, tinggal dihangatin saja.”
“Iya iya, ayo pergi. Nanti telat, lho,” kata Jessy setengah bercanda.
Farah pamitan dengan mengecup pipi anak-anaknya, Bella dan Coki. Bella tampaknya tidak keberatan berpisah dengannya, sedangkan Coki yang masih berusia dua tahun hanya mengedip-ngedipkan matanya.
Farah sudah berada di dalam mobil sewaktu Daniel mengatakan kalau suaminya itu melupakan sesuatu. Dengan mesin mobil yang sudah menyala, Farah menyalakan pemutar musik.
***
Satu hal yang tidak diketahui oleh Farah adalah tujuan Daniel kembali ke dalam rumah bukan untuk mengambil barang yang ketinggalan. Suaminya itu masuk ke dalam rumah dan mencari-cari seseorang.
“Jessy,” panggil Daniel.
Gadis yang ia sebutkan namanya itu sedang mencuci piring di dapur. Begitu Jessy membalikkan badannya dan mendapati Daniel di hadapannya, pria itu langsung memeluk Jessy dan memberikan kecupan di bibir perempuan itu.
“Farah,” kata Jessy mengingatkan pria itu di tengah-tengah ciuman mereka.
“Iya iya, tapi aku kangen banget,” bisik Daniel di telinga perempuan itu.
“Sudah, Mas…. Nanti ketahuan,” kata Jessy lagi memberi peringatan.
Barulah Daniel menghentikan kecupannya. “Nanti aku antar pulang,” ujar pria itu seraya merapikan rambutnya.
“Seperti biasa?” tanya Jessy.
Daniel tahu itu bukan pertanyaan biasa. Itu adalah kode agar mereka menghabiskan malam dengan berduaan.
Sudah beberapa bulan ini, Jessy yang diminta Farah untuk menjadi pengasuh anak mereka kalau Farah dan Daniel tidak ada di rumah. Seiring waktu tersebut, berkedok mengantarkan Jessy pulang, Daniel dan Jessy akan check in di hotel terdekat.
***