Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Apa artinya cinta? Terus terang, selama dua puluh lima tahun hidupnya, Reza tidak pernah benar-benar menemukan jawaban atas pertanyaannya itu. Ia ingat ketika benaknya menanyakan hal itu untuk pertama kalinya.
Reza masih SMP. Seorang kakak kelas memberikan surat kepadanya. Dalam surat itu, sang kakak kelas terang-terangan menyatakan cinta. Reza pun bertanya: Apa artinya cinta?
Menginjak SMA, teman-teman akrabnya satu-persatu mengabarkan kalau mereka telah jadian. Pacaran. Lalu Reza bertanya: Kenapa? Mereka menjawab: Cinta. Tentu saja Reza bertambah bingung: Apa artinya cinta?
Sampai saat ini, Reza telah berusia dua puluh lima. Ia telah menyelasikan kuliahnya dan sudah pula bekerja. Ibu bertambah sering memintanya untuk menikah dengan gadis yang Reza cinta.
Tapi, apa artinya cinta?
***
Ada kedamaian yang timbul tatkala menyaksikan matahari pagi. Ada asa dalam hati yang sampaikan kalau akan ada suka cita nanti. Lupakan yang kemarin dan fokus raih mimpi hari ini.
Namun, bukan itu yang membuat Reza bangun dari tidurnya hari ini. Apalagi cuaca yang dingin sedang menggodanya untuk kembali bergelung di balik selimut. Tidak lain dan tidak bukan adalah karena keinginannya untuk menyaksikan matahari terbit.
Ia menggosok gigi dan mencuci muka. Meskipun air wastafel di kabin tempatnya menginap itu dingin luar biasa, ia paksakan saja. Tidak mungkin Reza keluar dan menyaksikan sunrise dengan muka bantal seperti sekarang ini.
Sebelum melewati pintu kabin sewaannya, Reza mengecek penampilannya lewat cermin. Ia mengenakan tiga lapis pakaian; kaos, kemeja flanel, dan jaket panjang. Lebih baik menyiapkan diri dengan baik, pikirnya.
Jika udara di luar tidak terlalu dingin, ia dapat melepas jaket panjangnya.
Di salah satu sudut lorong, pihak penyewaan kabin menyediakan meja panjang berisi minuman dan makanan kecil untuk sarapan. Reza menyeduh kopi untuk dirinya sendiri.
Kemudian, laki-laki itu membawa mug berisi kopi itu ke luar ruangan. Tujuannya jelas. Tempat duduk di pinggir danau. Tempat ia dapat menikmati mentari pagi dengan leluasa.
“Pagiii,” kata seseorang dengan suara berbisik.
Reza tersenyum. Lalu duduk di sebelah perempuan berambut panjang itu. Benar. Tidak mungkin ia bersedia bangun pagi kalau hanya demi menyaksikan terbitnya matahari pagi.
Ia bertemu perempuan itu tiga hari yang lalu. Ketika ia pertama kali datang ke kabin ini untuk menginap. Healing kalau kata anak muda zaman sekarang. Reza bertemu saat wanita itu menunggu terbitnya matahari.
Hanya saja bedanya, waktu itu Reza belum tidur sama sekali. Ia tidak bisa memejamkan mata dan memutuskan untuk keluar dari kamar kabinnya demi mencari udara segar.
Pertemuan pertama itu membuat Reza ingin selalu bertemu dengan gadis itu. Oleh karena itu, di sinilah ia berada sekarang. Ia rela bangun pagi demi menemui perempuan itu, bukan karena ingin menyaksikan matahari pagi.
Reza menunjukkan kopi yang ia pegang pertanda mengajak perempuan itu menikmati kopi juga.
Perempuan itu membalasnya dengan mengangkat mug kopinya. Mereka saling mendekatkan mug sampai berbunyi denting.
“Untuk cinta matahari yang menerangi bumi dengan cahayanya,” kata perempuan itu.
Reza tidak segera mengangguk. Ia tergelitik dengan pernyataan itu. Cinta. Apa artinya cinta?
“Kenapa?” tanya perempuan itu.
“Heh?”
“Tadi kamu bilang… apa artinya cinta?”
Reza memijat dahinya. Aduh, rupanya ia mengucapkan pertanyaan itu keras-keras. Ia menyesap kopinya berusaha menghilangkan kegugupannya.
“Menurut kamu apa?” tanyanya dengan suara serak. Alih-alih di meja kecil yang ada di tengah-tengah mereka, Reza meletakkan mug kopinya di tanah di samping kanannya.
Reza tidak mau bersirobok muka dengan gadis itu.
“Menurutku, cinta itu rasa sayang dan kerelaan.”
“Maksudnya?” tanya Reza.
“Yaah, aku sih melihat seorang ibu yang mendidik anaknya. Dari dia rela mengandung sembilan bulan, tahan nggak makan ini itu, demi sosok yang dia ketemu saja belum. Apalagi namanya kalau bukan cinta.”
Reza mengangguk-angguk.
“Kalau menurut kamu apa?”
Reza memundurkan badannya sampai menempel ke punggung kursi. Ia tidak siap diberikan pertanyaan itu.
“Setiap orang kan bisa punya pengertian cinta yang berbeda-beda. Now, I want to know yours.”
Reza memandang kejauhan, kemudian berkata, “Mungkin ada benarnya.”
“Bagian yang mana?”
“Kerelaan. Kamu yang nggak biasa bangun pagi, jadi semangat bangkit dari tempat tidur. Bukan karena demi kesehatan, karena kamu nggak peduli itu. Bukan juga karena mau melihat matahari pagi. Tapi karena sesuatu yang lain. Karena itu lebih indah dari pada terbitnya matahari. Kamu rela mengorbankan segalanya demi sesuatu itu… hm, atau seseorang, apapun.”
Sejenak, suasana hening tercipta. Reza dapat merasakan kalau perempuan di sampingnya itu sedang menatapnya. Wajahnya memerah tanpa dapat dicegah. Detak jantungnya bertambah kencang bertalu-talu.
Terdengar dehaman dari mulut gadis itu. Reza memejamkan mata, takut akan reaksi yang disampaikan oleh perempuan di sampingnya itu.
“Lihat, sunrise.”
Reza membuka mata. Di sana, perlahan-lahan matahari menampakkan wujudnya. Wanita di sampingnya sudah berdiri dan berusaha melihat lebih dekat dengan matahari terbit.
Reza menikmati pemandangan yang ada di depan matanya. Ia tahu kalau kata-katanya tadi bukanlah rayuan gombal sama sekali. Pasalnya, penglihatan Reza bukanlah tertuju kepada matahari, melainkan sosok perempuan yang menemaninya selama tiga hari ini.
Perempuan itu menoleh ke arahnya dan tersenyum kepadanya. Sedetik itu pula, ada kehangatan di relung hati Reza. Inilah cinta, benaknya berkata.
***