Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Glasgow Coma Scale 2
2
Suka
3,096
Dibaca

Hari keduaku setelah kemarin sampai di Singapura, berada di negara orang, terbangun di ruangan yang tidak biasa. Tercium aroma wangi laki-laki, tidak seperti kamarku yang lebih sering tercium semerbak wewangian bunga. Hari ini kakak ada kelas pagi dengan profesornya, kemungkinan dia sudah berangkat karena aku bangun sedikit lebih siang.

Sejak sampai aku belum bertemu dengan teman kakak yang tinggal di unit apartemen yang sama. Menurut penjelasan kakak, dia mahasiswa s2 teknik yang menempuh research program, sedang berkolaborasi dengan dosen pembimbing dalam penelitian besar yang menentukan kelulusannya, dia memang jarang pulang dan sering di bengkel kampus atau laboratorium. Entah bagaimana bentuk wujudnya, semoga saja ketika bertemu, aku tidak bertingkah bodoh. Yah, walau sudah semalaman kakak mendeskripsikan dan bercerita terkait temannya itu, terkadang realita saat bertemu juga sering berbeda.

"Namanya Sandy, panggil aja Kak Sandy gitu ngga apa-apa."

"Kak Sandy juga anak beasiswa ya?, kalian sama-sama beasiswa tapi kok apartemennya bagus gini yak, aku lihat-lihat kek mehong gitu."

"Iya, dia bilangnya beasiswa juga. Ini fasilitas dari perusahaan yang ngasih dia beasiswa, emang ngga main-main sih, kalau kayak gini bakal full kerja buat perusahaan sampai akhir hayat nantinya." Ucap kakak sambil diimbuhi tawa diakhir bicara.

Aku sering canggung ketika bertemu orang baru, bahkan kenalan lama yang jarang bertemu juga bisa jadi canggung.

Sudah mulai lelah rebahan, perut terasa lapar. Melangkah kecil dengan rasa malas tapi lapar ke arah koper yang aku bawa berisi camilan, makanan, minuman titipan kakak dan tentunya beberapa makanan instan dari Indonesia. Aku membawa beberapa makanan instan untuk aku masak dan menambah persediaan di dapur. Aku merasa keren sekali ketika memasak di dapur dengan kitchen set lengkap yang menurutku adalah impian banyak wanita.

Disaat mie instan yang aku masak sudah hampir matang, terdengar suara seseorang membuka pintu apartemen. Aku tidak yakin itu kakak, tetapi aku juga belum siap jika harus berbasa-basi dengan Kak Sandy jika ternyata dia yang datang. Halah, terkadang hal yang aku pikir sulit nyatanya juga tidak sesulit itu juga sih, aku yang bekerja dipelayanan sebagai perawat juga sering dihadapkan keharusan untuk otomatis bersikap ini dan itu pada suatu situasi yang tidak bisa ditebak. Konyol tetapi nyata adanya seperti tubuh ini ada tombol on off yang secara otomatis aktif menemukan cara berinteraksi secara tiba-tiba dengan siapapun demi kelangsungan kelancaran hidup, kata orang kalau sudah soal perut manusia jadi serba bisa.

Jika itu Kak Sandy, pasti dia akan melewati bahkan menuju dapur juga nantinya, suara gerak-geriknya sudah terdengar sejak tadi, disamping itu otakku berfikir memperkirakan hal-hal kemungkinan interaksi apa yang akan terjadi diantara kami.

"Loh, pantesan kecium bau-bau micin. Ada yang masak mie ternyata." Ucap Kak Sandy memecah lamunanku yang terbelenggu sedari tadi terjebak pikiran sendiri.

"Hehe, Kak Sandy ya? iya nih kak laper, aku baru bangun. Kakak mau dibikinin juga kah?"

"Ngga Gin, namamu Gina kan ya. Si Baskara bilang kamu udah dateng, katanya biar aku ngga kaget ada cewek di apart. By the way aku sudah beli makanan di luar tinggal diangetin nanti. Makasih tawarannya." Sahut Kak Sandy sembari meletakkan beberapa belanjaan di meja dapur.

"Lanjut aja Gin ngga perlu sungkan, aku mau ke kamar dulu. Itu setelah masak-masak, nyalain TV aja sambil nonton apa gitu, chill."

"Iya Kak, thank you."

Kak Sandy masuk ke kamarnya dan aku melanjutkan proses untuk mengisi perut, yap mie sudah tersaji dengan menawan di piring. Aku mengunyah makanan sembari menonton tayangan youtube, terasa aneh karena bisa merasakan bermalas-malas dengan suasana yang berbeda. Ketika libur kerja, aku lebih sering bermalas-malas di kos dan jarang menerima ajakan teman untuk sekedar nongkrong di luar. Bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang selama di rumah sakit sudah cukup menyerap semua energiku. Harus tetap ada energi yang aku sisakan saat kembali pulang, untuk mandi dan aktivitas domestik lainnya.

Tidak terasa beberapa video berdurasi panjang sudah aku tonton, namun Kak Sandy tidak terlihat keluar untuk menghangatkan makanan yang dia beli dan memakannya. Aku berinisiatif untuk mengecek makanan yang dia keluarkan disamping kantong belanjanya, yang aku pikir itu sengaja dikeluarkan karena akan dia hangatkan nanti. Keterangan pada kemasan mencantumkan bahwa makanan sebaiknya diletakkan di chiller dan tidak dibiarkan di ruangan terbuka lebih dari 3 jam untuk menjaga kualitas rasa makanan. Aku ingin kembali ke kamar setelah mencuci semua perlengkapan masak dan piring yang telah aku pakai, oleh karena itu makanan Kak Sandy aku masukkan ke kulkas agar tidak rusak, belum tahu juga dia akan keluar kamar lagi jam berapa, sayang sekali jika makanannya basi jika terlalu lama di ruangan terbuka.

Saat sampai di kamar aku mengirimkan pesan whatsapp kepada Kak Baskara, menyampaikan bahwa tadi makanan Kak Sandy yang dia biarkan di dapur sudah aku pindahkan ke kulkas dan meminta tolong untuk disampaikan kepadanya. Semoga pesanku bisa tersampaikan dengan baik, karena kemungkinan pesanku juga akan terbaca lambat karena kesibukan kakak di kampus.

Aku membuka ponsel dan membalas beberapa pesan dari ibu dan teman. Ibu bertanya apakah menyenangkan jalan-jalan bertemu kakak, aku menjawab bahwa aku senang sekali karena bisa merasakan suasana berbeda dan bisa bermalas-malasan lebih lama dan sejenak keluar dari rutinitas biasanya. Beberapa temanku menitipkan salam kepada kakak yang katanya ganteng itu, terkadang mereka juga bercanda untuk menjadi iparku, tapi dimataku kakak hanya seperti koala yang mengantuk, tidak ada ganteng-gantengnya.

Aku tumbuh bersama kakak yang mendedikasikan hidupnya untuk rajin belajar, keluarga kami cukup mampu untuk memberikan pendidikan yang layak. Walau kedua orangtua tidak cocok dan sulit berkompromi dalam banyak hal, namun kami diberi banyak kebebasan untuk menjalankan apa yang kami suka dan memperjuangkannya baik-baik. Tapi bagiku tetap terasa sesak didada karena rumah rasanya seperti mati dan hampa, melihat pasangan yang bertahan dalam ketidak cocokkan, cinta yang nihil dan pudar karena perjuangan yang tidak setara.

Sekilas teringat Kak Baskara berpesan bahwa kita harus memaksa untuk mengabaikan kekurangan yang ada di rumah dan menurunkan ekspektasi dari kehangatan yang diharapkan, orang-orang diluar sana tahunya bahwa keluarga kita baik-baik saja dengan peran baik orangtua kita di masyarakat. Disisi lain kita harus melanjutkan hidup walau ada situasi yang membuat kita banyak berpura-pura. "Do'akan kakak nantinya bisa bertanggungjawab berperan menjadi suami dan ayah yang baik, bukan hanya laki-laki yang ingin memiliki istri dan anak ya Gin."

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Novel
Yang Ditinggalkan oleh Lana
Fenny C Damayanti
Novel
Bronze
Jalan Setapak Chalondra
dhsers
Novel
Menanti Kepulangan Amirrudi
Fatmawati
Flash
Sosis
Hendra Purnama
Flash
Glasgow Coma Scale 2
Indah Azhari
Novel
Bronze
MY WAITING LIST : THE ORIGIN
Axel Bramasta
Skrip Film
SICK LOVE (Script)
Satrio Purnomo
Flash
Sakit
Dwi Kurnialis
Novel
Bronze
Atteindre
Agid Zoe
Novel
Patriot Muda
Riska Gustania
Komik
Florilegium
Galdev
Flash
KECEWA
Yutanis
Novel
Gold
Anne of Windy Poplars
Mizan Publishing
Novel
My Lucky Black Cat
Angeline Kartika
Flash
Sebuah Keraguan
Anisah Ani06
Rekomendasi
Flash
Glasgow Coma Scale 2
Indah Azhari
Cerpen
Pojok Kafe Malam Itu
Indah Azhari
Flash
Glasgow Coma Scale
Indah Azhari