Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Eskapisme
1
Suka
6,005
Dibaca

Mengunjungi seseorang menjelang musim dingin adalah favoritmu tiap tahun. Memakai fedora yang memiliki macam warna berjejal-jejalan sampai kamu tidak tahu warna dasar topimu sendiri, coat kirmizi selutut dan celana panjang senada, kamu merasa sempurna untuk hari yang singkat.

Manusia yang kamu pilih tahun ini, dia; laki-laki di tepi jembatan, sedang asyik memandang arah bawah. Dekat sungai sana, orang-orang terlihat mengecil, tengah bercanda tawa, berkencan, hangat.

"Aku dengar, akan benar-benar musim dingin jika salju sudah turun. Apa kau setuju?" Kamu berhasil mengejutkan sosok di samping. Dia menatapmu heran. Sudah biasa, sih. Kehadiranmu memang selalu mendapat tatap semacam itu. "Padahal sekarang saja dinginnya sudah begini. Hei, kau tidak kedinginan? Mengapa pakaianmu setipis kesabaran manusia?"

"Maaf, Anda... siapa?"

"Kau bisa menyebutku keajaiban, dan musim dingin adalah musimku, berarti? Penuh keajaiban, Yoo Guwol-ssi."

"Anda tahu namaku?"

Kamu angkat bahu. "Menjelang musim dingin, ketika kita punya harapan, barangkali akan terkabul ketika salju pertama turun. Kau punya harapan apa?"

Menolong ayah...

Kamu mendengar itu, kendati mulut Guwol tertutup rapat. Cahaya matanya mencoba mengulik secelah informasi siapa dirimu.

"Sayangnya, aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah gugur. Apalagi membangkitkan orang mati. Orang yang dibakar hidup-hidup atas kesalahan tidak seberapa."

Kamu menyadari Guwol mengetap. Hidungnya merah. Kelembapan mengambil takhta, suhu kian turun. Kamu memasukkan kedua tangan kebasmu ke dalam sepasang saku coat.

"Orang itu, ayahmu, 'kan?"

"Apa hak Anda membicarakan beliau?" Pelan suaranya, tapi sarat penekanan.

Sementara kamu, tetap tenang di posisimu berdiri.

"Mengetahui fakta itu, kau jadi suka mengkritik cerita anak-anak. Termasuk Tupai Pencuri dan Paman Agel. Biar kuceritakan secara ringkas agar menghidupkan kembali ingatanmu tentang cerita yang kau kritik. Biji pohon ek Paman Agel kerap hilang. Ternyata dicuri si tupai.

"Tupai nakal karena gemar mencuri. Paman Agel berusaha menangkapnya. Setelah tertangkap, Paman Agel tidak memberi ampun si tupai. Kira-kira kau mengkritik begini, cerita ini tidak pantas dibaca anak-anak. Isinya tidak bijak sama sekali.

"Kalau ingin mengajarkan mencuri salah, semestinya bukan dengan cara menghakimi. Agel mengeksekusi tupai tanpa tahu mungkin saja tupai kelaparan. Ketidakbijaksanaan, main hukum, apakah ini yang diajarkan kepada anak-anak? Itu kritik yang luar biasa, Yoo Guwol-ssi.

"Tapi tidak ada yang mendengar karena kau mengunci pendapatmu sendiri. Tupai Pencuri dan Paman Agel pun tetap laris, digemari anak-anak. Serupa cerita itu, ayahmu tidak mendapat kebijaksanaan, bukan?"

Guwol menatap runcing arahmu. Kamu memang terkesan melewati batas, mengatakan hal-hal yang bikin Guwol terusik.

"Jika diberi kesempatan menyelamatkan ayahmu di hari itu, kau tetap tidak bisa, Guwol-ssi."

"Berhenti bicara sembarangan!"

"Sejak ibumu menemui ayahmu di perbatasan dunia tak kasatmata, kau jarang bicara sama orang. Jadi aku senang bisa memancingmu mengeluarkan suara." Kalimatmu ini tetap tidak mampu mengurangi amarah Guwol, terlihat dari wajahnya yang kian menegang.

"Yah, walau kita tidak benar-benar mengobrol."

Satu titik putih turun, aroma beku menguar, kamu tahu harus segera hengkang.

"Barang itu bukan milik orang yang berteriak 'maling'. Mereka cuma menuduh tiada bukti. Ayahmu bukan pencuri. Semoga ini bisa menyembuhkan lebam hatimu."

Secara kilat, kamu hirap bersama angin, meninggalkan jejak asap bisu sekaligus laki-laki tanpa mantel yang kebingungan, tentang sosok aneh, tentang kata-kata yang tidak pernah telinga itu dengar, ayahmu bukan pencuri. Seolah sebongkah berlian kepercayaan telah menyelamatkan diri Guwol.

Tahun depan, kamu akan kembali ke masa serupa, meski titik-titik salju yang turun pertama kali selalu menghapus entitasmu.

Kamu siap untuk menemui target berikutnya. Tetap menikmati dan menanti. Bahkan jika dalam sebentuk eskapisme bagi yang merasa janggal.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Si Anak Yatim
Azmi1410
Novel
Gold
Jokowi, Sangkuni, Machiavelli
Mizan Publishing
Novel
SEJAK
sisniwati
Flash
Ada apa dengan hidup ku?
Dian Rifqiani Ishaq
Flash
Bronze
Penghuni Imaji (Membicarakan Adam 21)
Silvarani
Flash
Eskapisme
Ilestavan
Novel
Siapa Tau?
Airlangga Kusuma
Novel
Di bawah Standar
Era Chori Christina
Novel
Gold
SHADOW
Falcon Publishing
Novel
Andai Kisah ini Tiba di Mejamu
Serasa Sarasa
Novel
Nestapa Mila
Ana Widyaningrum
Skrip Film
Sejak Juni Menjadi Dingin
Ralali Sinaw
Skrip Film
Yang tertinggal, rasa, cinta, di masa depan
Maina Zegelman
Novel
Rumah Tak Berpintu dan Jendela
Setiawan Saputra
Novel
Gold
Reporter Cilik
Mizan Publishing
Rekomendasi
Flash
Eskapisme
Ilestavan
Flash
Secangkir Kopi tak Bersuara
Ilestavan
Flash
Rasa Sakit
Ilestavan
Cerpen
Pretensi
Ilestavan
Flash
Delusi Cinta
Ilestavan
Flash
Kucing Pencuri
Ilestavan
Flash
Gugur
Ilestavan
Cerpen
Gandark
Ilestavan
Cerpen
Halo, Selamat Tinggal!
Ilestavan
Flash
The Last Painting
Ilestavan
Novel
VII Diebus
Ilestavan
Flash
Pena Tuhan
Ilestavan
Novel
Irama Bulan
Ilestavan
Flash
Ketika
Ilestavan