Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Hatiku tersekat menjadi beberapa ruang. Ada ruang untuk keluarga, ruang untuk teman, untuk pekerjaan, hobi, dan satu lagi, yaitu ruang ini. Kunamakan ini ruang cinta, ruang khusus untuk kamu," begitu katanya ketika pertama kali ia mengundangku masuk ke dalam hatinya.
Ruangan ini letaknya paling dalam, tersembunyi dari ruangan-ruangan lain. Pintu masuknya tersamarkan oleh dedaunan merambat di dinding belakang hati. Saat aku datang, dedaunan itu mundur perlahan, seolah memberikan jalan untuk aku masuk.
Oh, tentu saja, dia sengaja membangun ruangan ini diam-diam. Tapi aku tetap senang, rahasia membuat seorang wanita menjadi wanita. A secret makes woman a woman.
Ruangan itu gelap gulita, tidak ada lampu maupun jendela. Saat aku melangkah masuk, sejumlah bintang berkilauan muncul begitu saja di langit-langit yang legam. Ajaib! Namun, tak hanya keajaiban itu saja. Tiap kali aku singgah, bintang-bintang baru akan muncul menyinari ruangan. Dan mereka tak pernah redup ataupun berkurang jumlahnya.
"Seakan semesta merayakan pertemuan kita," katanya tentang bintang-bintang itu.
Di suatu hari pukul tiga pagi, kami berbaring di bawah langit-langit ruangan yang bertabur gemerlap bintang.
Alih-alih menatap bintang, aku memilih menatap wajahnya yang terpapar cahaya samar. Saat ia tersadar akan tatapanku, wajahnya tersipu. Bersamaan dengan itu, muncullah sebuah bintang baru di langit-langit.
Pandangan kami bertemu, dan dengan suara yang lembut, aku berbisik, "Aku ingin terus memandangmu seperti ini."
Sebuah bintang muncul lagi di langit-langit, kali ini kilauannya lebih terang dari sebelumnya.
Tanpa ragu, aku menyentuh pipinya dengan lembut. "Kamu tahu? Ketika melihat wajahmu, aku selalu ingin memelukmu."
"Jangan."
"Bukan apa-apa, hanya perasaan ingin menemani apapun yang sedang kamu hadapi," aku buru-buru menjelaskan.
"Jangan jatuh cinta padaku terlalu dalam."
"Iya, aku tahu," balasku pelan.
Ia menatapku. Lama. Seakan ia menyelami mataku yang berlinang.
Lalu, dengan gerakan yang tak terduga, ia meraihku ke dalam peluknya. Seketika itu juga, beberapa bintang baru muncul di langit-langit. Bintang-bintang itu berkilau paling terang di antara yang lain.
Kami terdiam dalam pelukan hangat itu, menikmati kedekatan yang tercipta di antara kami. Hingga ia berkata lembut, "Bahkan ketika hanya kita berdua di sini, sedekat ini, aku masih merindukanmu."
"Dan justru saat ini perasaan rindunya semakin besar," lanjutnya.
"Kenapa? Lalu, bagaimana caranya agar rindu itu reda?"
"Entah," peluknya semakin erat. "Yang kutahu, selama tidak bisa memiliki sepenuhnya, perasaan rindu itu akan selalu ada," bisiknya.
Percakapan itu terhenti begitu saja. Kami berdua mengerti tak akan ada lanjutannya. Seberapa besar pun harapan yang tumbuh, beberapa kisah memang tidak berakhir bahagia.
Dan pada saat itu, tidak ada bintang baru yang muncul di langit-langit. Bahkan, sejumlah bintang meredup dan kembali bercahaya, seolah-olah ragu untuk ikut merayakan atau ikut berduka.
Dedaunan merambat semakin lebat, menyelimuti pintu masuk rahasia menuju ruang cinta tersembunyi di dalam hatinya.