Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kue ulang tahun itu aku hias dengan teliti seakan hari ini adalah hari terakhirku menjadi seorang penjual kue ulang tahun.
Pengalamanku selama 7 tahun bekerja di bidang ini serta Pendidikan yang aku tempuh selama 4 tahun belajar menjadi seorang ahli pastry, aku kerahkan hari ini.
Hari ini adalah hari istimewa bagiku. Baginya.
Hari yang sudah aku tunggu sekian lama, akhirnya tiba dan aku tidak pernah lebih bersemangat dari hari ini di dalam hidupku.
“Done!”
Aku mencuci tanganku dan mengeringkannya dengan cepat kemudian berganti pakaian dengan baju terbaik yang aku miliki.
Hari ini adalah hari istimewa bagiku. Baginya.
Dengan langkah ringan dan cepat, aku melangkah menuju ke tempat yang aku tuju, tempat yang sudah ada di dalam kepalaku sejak beberapa bulan terakhir ini.
“Hai, udah datang?” sapanya sambil memintaku untuk masuk ke dalam kamar kost yang dia sewa satu juta per bulan.
“Aku bawa kue buat kamu.” Kataku tersenyum dan membuka pita pada kotak kue yang aku bawa.
Matanya berbinar.
Dengan tenang dia memperhatikanku mengeluarkan kue dan memasang lilin bertuliskan angka 33.
“Koreknya.” Ujarnya menyalakan lilin tersebut dan bersiap untuk menungguku menyanyikan lagu ulang tahun untuknya.
“Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you…”
Dia tersenyum dan menelungkupkan kedua tangannya di depan dada sambil memejamkan kedua matanya.
“Apa yang kamu harapkan?” tanyaku tersenyum.
“Semoga malam-malam setelah ini, aku bisa tidur dengan nyenyak tanpa memikirkan apa pun.” Jawabnya tanpa ragu-ragu.
Aku menepuk pundaknya sambil tersenyum, mengetahui permintaannya akan terkabul dengan segera.
“Makan dulu kuenya.” Kataku memberikan sepotong kue di atas piring kecil untuknya.
Aku menyaksikannya menyantap kue buatanku dengan gembira, dengan wajah yang perlahan memucat sesuai dengan apa yang sudah aku bayangkan selama beberapa bulan ini.
“Doa kamu akan terkabul dengan segera.” Kataku sambil memegang tangannya, memapahnya menuju ke tempat tidur.
Dia menuruti apa yang aku lakukan, membiarkanku menyelimutinya dan mengusap dahinya dengan lembut.
“Kamu akan tidur dengan nyenyak tanpa beban pikiran apa pun.” Ujarku berbisik di telinganya.
Matanya terpejam. Wajahnya pucat dengan bibir berwarna biru dan napas yang tidak lagi berembus dari hidungnya.
Kue buatanku berhasil membuatnya tidur dengan nyenyak, selamanya.