Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Tahun baru, satu-satunya hari dalam setahun dimana semua orang menjadi nokturnal. Berusaha mati-matian untuk tetap terjaga demi menyaksikan tanggal berganti dan kembang api yang dinyalakan disana-sini. Dan aku salah satu orang itu. Tak ada tradisi spesial seperti berkumpul tuk lihat acara tv spesial tahun baru, membakar jagung, atau apapun itu. Ya, hanya berusaha terjaga hingga tengah malam tiba. Aku tak tahu mengapa aku melakukan ini. Keluar rumah tuk lihat kembang api tanpa rasa gembira. Melakukannya hanya untuk semata-mata usahaku untuk terjaga tak sia-sia. Benar-benar tak ada rasa gembira di dalamnya karena ku tahu tahun “baru” itu tak nyata. Tahun di depanku hanya akan berjalan sama. Aku bukan tokoh utama dalam film dimana suatu kejadian tiba-tiba merusak tatanan kebiasaan dan mengantarnya menuju petualangan menuju hidup baru. Hak istimewa seperti itu tak ada dalam kamus kehidupanku.
Aku mengatakan bahwa aku berusaha terjaga tetapi itu kenyataan yang salah. Hari-hari aku selalu terjaga hingga jam 1 malam. Memikirkan hidup yang tak tahu bagaimana cara mengendalikannya. Namun, ada yang sedikit berbeda dari hari ini. Kepalaku tak mengijinkanku tidur hingga jam saat ini menunjukkan 5 menit menuju jam 2 pagi. Suara kembang api berbunyi. Tepat 5 tembakan dan keheningan kembali memenuhi telinga. Aku bertanya-tanya siapa yang menyalakan kembang api di jam seperti ini. Kembang api tahun baru dinyalakan di jam 12, bukan di jam 2. Kenapa tak sekalian nyalakan saja besok ketika orang lain masih bisa mendengarnya? Apa dia ketiduran disana? Merasa malu jika dinyalakan keesokan harinya? Tak cukup jantan untuk mengakui bahwa dia ketiduran jadi dia menyalakan tepat pada saat itu juga. Itu pikiranku diawal.
Kepalaku mulai melihat dari sisi yang lain. Bagaimana jika dia atau mungkin mereka menunggu ketika semua orang telah kembali tertidur. Jam 1 terlalu cepat, jam 3 terlalu lambat. Jam 2 lah waktu yang tepat untuk itu. Dia menyalakan kembang api itu untuk perayaan bagi dirinya, bagi dirinya sendiri. Entah tentang tahun baru, hal lain dalam dirinya, atau sekedar penanda jika dirinya masih menghembuskan nafas hingga saat ini. Mungkin bagi orang asing sepertiku, itu adalah hal remeh dan sepele, tetapi bagi tidak bagi dirinya. Membutuhkan banyak pengorbanan dan keberanian untuk tetap bertahan di posisinya. 5 tembakan kembang api atau seisi sebuah kembang api. Hanya membeli satu karena itu cukup untu perayaan untuk dirinya. Kemabng api itu dilihat sebagai hal indah yang datang dan hilang dalam sekejap. Itu pengingat jika hal indah, kebahagiaan biasanya hanya berlangsung sesaat, sebelum kegelapan layaknya langit malam kembali mencekam. Tubuhku merinding ketika memikirkan ini. Aku memaksa masuk dalam perayaan intim dengan seseorang jauh disana yang tak kutahu muka dan namanya. Mungkin aku hanya mendengar gemuruh kembang api, tapi bagi mereka itu adalah tanda kehidupan. Apakah aku memikirkannya terlalu jauh? Atau ya, itu mungkin hanya sekedar kembang api di jam 2 pagi, tak kurang dan tak lebih.