Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Izin ke toilet."
Setiap kali jam pelajaran matematika, Mitha selalu begitu. Lalu dia akan berlama-lama di sana atau nekat pergi ke kantin sampai jam pelajaran selesai.
Mitha lahir di keluarga dengan banyak saudara. Setiap makanan, mainan, atau apapun harus dihitung agar semuanya kebagian. Hal itu membuat Mitha membenci berhitung.
Meskipun guru sudah berkali-kali mengingatkan bahwa nilai matematikanya yang rendah bisa menghambatnya untuk lulus sekolah, Mitha tetap memutuskan untuk absen dari kelas.
Para guru terkejut saat melihat Mitha berhasil lulus. Mereka lupa menghitung faktor format ujian akhir yang berupa pilihan ganda, lokasi tempat duduk Mitha, dan penjaga ruang ujian yang sudah tua.
Namun, Mitha juga lupa menghitung faktor bahwa setelah lulus sekolah, dia harus mencari pekerjaan. Hidupnya sebagai pencari kerja dengan modal ijazah SMA dengan nilai matematika pas-pasan tentu lebih sulit daripada memecahkan soal algoritma.
Terkadang Mitha berharap bahwa dirinya tidak lulus saja supaya dia masih bisa menikmati masa sekolah. Setelah berbulan-bulan mencari kerja, akhirnya Mitha mendapatkan pekerjaan sebagai kasir sebuah minimarket.
Mungkin satu-satunya kegiatan berhitung yang disukai Mitha adalah menghitung uang. Namun, itu kalau yang dihitung adalah uangnya sendiri. Mitha bekerja seharian menghitung uang orang lain dan kalau terjadi kesalahan hitung maka dia harus mengganti kekurangannya.
Mitha merasa tersiksa dengan pekerjaannya, apalagi saat ia bertemu dengan teman masa sekolahnya dulu. Nasib mereka semua lebih baik darinya. Maka, Mitha pun ingin mengubah nasibnya menjadi lebih baik dengan cara instan, yaitu mencari lelaki kaya yang mau menikahinya.
Motivasi itulah yang membuat Mitha akhirnya berkenalan dengan Ferry, pemuda yang mengaku sebagai anak juragan. Mereka berkenalan melalui media sosial. Meskipun belum pernah bertemu, Mitha yakin bahwa Ferry adalah orang yang dia cari setelah melihat foto-foto Ferry di depan mobil mewah.
Maka, ketika Ferry akhirnya mengajaknya untuk bertemu, Mitha merasa sangat senang. Dia tidak lagi memperhitungkan risiko bertemu orang asing dari internet yang mungkin bisa menimpanya.
Bahkan saat Ferry mengajaknya untuk bertemu di hotel pun, Mitha menurut saja. Lalu ketika Ferry meminta sesuatu yang paling berharga dari diri Mitha, Mitha memberikannya dengan pemikiran hitung-hitung sebagai tanda jadi pernikahan mereka nanti.
Setelah transaksi itu berlangsung, Ferry mengajak Mitha makan di restoran mewah sebagai timbal balik. Mitha senang akhirnya bisa merasakan aroma kehidupan mewah. Namun, di tengah makan, Ferry izin pergi sebentar.
Setelah Mitha selesai makan, Ferry belum juga kembali. Mitha hendak menghubunginya, dia baru sadar bahwa kontaknya telah diblokir oleh Ferry. Mitha masih menolak kenyataannya.
Beberapa jam kemudian, Mitha diingatkan oleh pramusaji bahwa restoran akan segera tutup dan sudah tidak ada pelanggan lagi selain dirinya. Namun, Mitha masih terduduk di sana.
Di hadapan Mitha, ada bill makanan yang menanti untuk dia bayar. Dia benci harus menghitung apakah uang di tabungannya cukup untuk membayar itu atau tidak. Namun, dia lebih membenci lagi menghitung sudah berapa lama ia ditinggalkan.
Air mata Mitha mulai mengalir deras. Dia menyesali semuanya. Dia ingin kembali ke masa sekolah dan belajar lebih giat lagi. Dia tidak ingin lagi bolos pelajaran matematika dengan alasan yang sama dengan kalimat terakhir Ferry kepadanya.
"Izin ke toilet."