Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Jantungku berdebar tak karuan saat kuketik pesan untuk Chandra, HoD (Head of Department) di tempat kerjaku. Jarak posisi dan usia yang jauh membuatku takut dan menjadi berhati-hati dalam menyusun kata-kata. Aku telah menghapus dan menulis pesan berulang kali karena ragu akan kesopanan kata-kata yang aku gunakan.
Semuanya dimulai dari pesan Chandra pagi tadi, "Elina, root cause-nya udah ketemu belum?"
"Belum, Kak. Kami masih selidiki. Sementara ada beberapa hipotesis," akhirnya aku berani untuk menekan tombol kirim.
Setiap kali berurusan dengan Chandra terkait pekerjaan, rasa gugup dan tidak nyaman menyelimutiku. Heran, padahal kan dia bisa bertanya dengan managerku. Mengapa dia selalu datang kepadaku? pikirku.
Startup e-commerce kami akan mengadakan New Year Sale dalam dua hari. Namun, kendala besar muncul pada sistem kupon yang kami tangani, mengancam kelancaran acara tersebut. Hal ini jadi memaksa aku untuk bekerja bersama Chandra dalam beberapa hari mendatang. Ahh, bagaimana bisa aku fokus dan tenang bekerja dengannya? teriakan gelisah melanda hatiku.
"Gimana progress-nya?" suaranya memecah kesunyian. Tanpa disadari, dia dengan santai menarik kursi, lalu duduk di sebelahku.
"Eh i.. ya," aku kaget dan gagap.
"Ini," aku menunjukkan grafik hasil load test pada layar laptop, tanganku bergetar sedikit. Aku mencoba mengendalikan degup jantungku dengan menghela napas panjang.
"Kita bisa handle traffic delapan ribu rpm," lanjutku singkat. Meskipun ingin menjelaskan lebih rinci, tapi kata-kata sepertinya terhenti di tenggorokan.
"Hmm, masih jelek ya. Targetnya dua puluh ribu rpm kan," katanya sambil beranjak.
Aku menunduk, perutku bergejolak. Beberapa kali dia bertanya, namun belum ada perkembangan yang signifikan. Aku kan jadi terlihat bodoh di depannya. Bagaimana kalau performaku turun gara-gara ini? Seharusnya orang lain yang menangani, bukan aku, argh, gerutuku.
Besok pagi acara akan dimulai, jadi kami hanya punya waktu satu hari untuk menyelesaikannya. Aku melirik Chandra yang duduk di seberang dengan ketakutan. Dia tampak fokus pada layar laptopnya, membatalkan semua meeting-nya hari ini hanya untuk membantuku.
Untungnya, sore itu aku berhasil mancapai hasil yang diinginkan. Semua persiapan sudah dilakukan, aku yakin acara besok akan lancar.
=====
"Pagi, udah bangun belum?" pesan dari Chandra menyambutku. Rasa paranoid kembali menyelimuti setiap kan ada pemberitahuan pesan baru dari bosku. Apakah ada masalah lagi?
"Sudah," jawabku singkat. Ternyata, dia hanya ingin memastikan kesiapanku untuk acara pagi ini.
War room penuh dengan perwakilan dari setiap departemen. Mesikupun ada banyak orang, ruangan itu hening karena setiap orang fokus pada laptop masing-masing. Chandra datang lima belas menit sebelum acara dimulai dan duduk di sebelahku. Hanya dia seorang HoD yang hadir di ruangan ini. Aku bertanya-tanya, apakah dia meragukan kemampuanku?
"Good luck, Elina!" suara Chandra memecah keheningan. Semua orang mengangkat kepalanya dari laptop. Aku yang sibuk dengan sistem, salah tingkah ketika namaku disebut. Aku hanya tersenyum kecil, lalu berpura-pura melanjutkan pekerjaan. Meski terlihat tenang, jantungku berpacu seakan ingin keluar dari dada. Kenapa dia gak bisik-bisik aja sih? gerutuku.
Selama seminggu kami berkumpul di ruangan itu pada jam-jam sibuk - pagi, siang, dan malam. Chandra tidak pernah absen, selalu datang dan duduk di sampingku. Dia sering bertanya berbagai hal padaku, tentang pekerjaan, sistem, atau hal remeh sekalipun. Kata orang, dia memang ramah dan santai. Tapi entah kenapa aku selalu gugup dan canggung ketika berbicara dengannya.
Acara berjalan lancar, tanpa masalah yang berarti. Sistem kami berjalan sesuai harapan.
Sepulang dari kantor, aku memberanikan diri untuk mengirim pesan pada Chandra, "Kak, terima kasih banyak sudah bantu dari persiapan sampai akhir acara."
Aku was-was menunggu balasannya. Jantungku berdebar-debar dan perutku bergolak tak karuan.
"Sama-sama, Elina. Thank you udah bikin lancar acaranya," balasnya disertai dengan dua emotikon senyum bersemu merah.
Aku tak bisa menahan senyum dan berguling-guling di tempat tidur. Perasaan aneh berdesir dalam dada, seperti bunga yang bermekaran. Perutku bergelora dan riuh oleh kupu-kupu yang menari.
Eh, tunggu dulu, debaran ini berbeda! Mengapa aku tersenyum-senyum dan berguling-guling? Mengapa ada bunga dan kupu-kupu? Perasaan berdesir aneh apa ini??