Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Sesaat lagi kereta api Argo Parahyangan akan diberangkatkan dari stasiun Gambir menuju stasiun akhir Bandung," terdengar suara khas pengumuman kereta api, diikuti tiupan peluit kondektur dan suara klakson kereta, pertanda kereta akan segera bergerak.
Hari ini, beruntungnya, kursi sebelahku kosong. Dengan lega, aku meletakkan tas gitarku di bantalan kursi yang empuk dan membuka sandaran kaki. Dengan santai, aku memasang earphone, memutar daftar lagu favoritku, dan memejamkan mata.
Pernahkah kalian bertemu dengan orang asing, lalu berbincang panjang, berbagi cerita yang menyenangkan, namun tak sempat saling mengenal? Lalu, kalian berharap untuk kembali bertemu dengan orang yang sama, di tempat yang sama, dan di jam yang sama. Seperti kata Maya Angelou, "People will forget what you said, people will forget what you did, but people will never forget how you made them feel." Mungkin pertemuan itu hanya sekejap, tetapi kesan dan perasaan hangat yang diciptakan terus mengalir dalam ingatan.
Ketika itu kereta meluncur dengan mantap melintasi jembatan KA Cisomang, jembatan rel tertinggi di Indonesia. Dari ketinggian jembatan tersebut, hamparan lembah yang megah menjulang di sepanjang sisi kanan dan kiri memberikan pengalaman visual yang luar biasa bagi penumpang kereta Argo Parahyangan. Namun, hari itu kekagumanku pada pemandangan bak lukisan ini tergantikan dengan perasaan hangat yang tercipta dari interaksi dengan seorang laki-laki asing.
Sejak langkahnya memasuki gerbong, laki-laki itu langsung mencuri perhatianku. Ia menggendong tas gitar dan mengenakan jaket hoodie berwarna merah tua. Ia menyusuri kursi penumpang hingga berhenti tepat di barisan kursiku, baris ke-9. Raut heran tergambar di wajahnya saat melihat tas hardcase gitar yang kusandarkan di dinding kereta. Seolah belum cukup, kami juga mengenakan pakaian dengan warna serupa, meski berbeda model; aku dengan cardigan, sedangkan ia dengan jaket hoodie. Dua kebetulan yang menarik.
"Ohh, kita satu kampus dong! Tapi beda jurusan," ujarku ketika ia mengungkap bahwa dia lulusan astronomi. Saat ini, hanya ada satu perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program studi astronomi. Tambah satu kebetulan lagi.
Tidak berhenti di situ, seiring dengan percakapan yang melebar, kami menemukan beberapa kebetulan dan kesamaan lain. Kami terus mengeksplor topik-topik yang menarik dan menemukan bahwa kami memiliki minat yang serupa dalam fotografi. Lelaki itu kemudian berbagi cerita mengenai pengalamannya hunting foto bintang di tempat-tempat yang terpencil. Setiap cerita dan foto yang ia tunjukkan membuatku semakin terkagum.
Selain itu, kami berdua memiliki kesamaan dalam selera musik, mengagumi band legendaris Westlife dan band-band lainnya. Satu momen yang paling berkesan, ketika aku mendengarkan rekaman suaranya saat bernyanyi diiringi petikan gitar yang lembut. Saat itu, aku tidak bisa berkata-kata, terpaku dalam kekaguman. Karena lagu yang ia pilih untuk dinyanyikan adalah "Tercipta Untukku" dari Ungu, yang notabene adalah lagu favoritku. Dulu, aku pernah memimpikan bahwa suatu saat aku ingin dinyanyikan lagu ini oleh laki-laki pujaan hati.
Sejak pertemuan itu, tiap kali aku pulang ke Bandung, kereta Argo Parahyangan selalu menjadi tempat di mana aku menantikan lelaki itu. Aku sengaja memilih jadwal keberangkatan, gerbong, dan nomor kursi yang sama. Dengan probabilitas yang kecil, aku berharap peluang lelaki itu duduk di sebelahku terjadi hari ini. Namun, seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya, lagi-lagi lelaki yang aku harapkan tak muncul. Aku bahkan sempat mengamati setiap orang yang lewat ketika menunggu kereta datang, tetapi tak satupun menyerupai dirinya. Aku menyesal karena tidak sempat menanyakan namanya saat itu. Sehingga sampai sekarang, dia tetap menjadi sosok anonim. Aku bahkan tidak yakin dia akan teringat padaku jika kami bertemu.
"Sesaat lagi, kereta api Argo Parahyangan akan tiba di stasiun Bekasi."
Beberapa waktu setelah terdengar pengumuman, kereta berhenti. Sejumlah penumpang naik dari stasiun ini. Tanpa diduga, seseorang menyentuh bahuku dan berkata, "Mbak, bisa tolong ambil gitarnya kah? Aku duduk di sini."
Aku terkesiap melihat ternyata orang yang menyentuh bahuku adalah lelaki yang selama ini kutunggu.
"Eh, ketemu lagi," ucapnya dengan senyuman yang membuat hatiku berdegup kencang.