Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Rintik hujan masih turun ketika kami memutuskan untuk berjalan kaki ke gerbang kampus. Di bawah payung merah, kami berdua berjalan membelah rinai hujan. Langit masih kelabu, dan tak ada tanda-tanda hujan akan reda dalam waktu dekat.
Bulir-bulir hujan yang turun seolah-olah sedang berlomba menyentuh tanah. Ketika mereka menyatu dengan tanah, aroma petrikor menguar di udara. Gemericik air, daun yang bergoyang, dan desau angin pun ikut melengkapi suasana sendu. Hujan selalu membawa perasaan khusus di sela-sela rintiknya. Begitu juga denganku saat ini, perasaanku bercampur aduk karena rasa-rasa yang ditimbulkan oleh hujan dan laki-laki ini.
Semalam, dia bertanya, "Gimana kabar Bandung?"
"Bandung baik-baik aja."
"Aku kangen Bandung. Aku kangen kampus," ungkapnya.
"..."
"Bagaimana kalau besok aku ke Bandung? Mau temani aku?"
Begitulah ceritanya, hingga kini kami berjalan bersama.
Aku melempar pandangan canggung pada lelaki di sebelahku. Kami begitu dekat sehingga aku bisa merasakan bahunya yang menggigil ketika angin berhembus. Sebelah bahunya sedikit basah karena tetesan hujan yang melolos dari payung. Aku sudah menyerah untuk menggeser posisi, tahu dia akan kembali menggeser payungnya meskipun bahunya basah.
Aku hanya bisa diam, menatap bulir-bulir air yang melompat dan menari-nari di antara langkah kaki kami. Mereka seolah-olah menertawakan kecanggunganku.
"Bukankah hujan itu romantis?" pertanyaannya membuyarkan lamunanku.
"Hmm, biasa aja sih."
"Ohh. Kamu suka hujan atau panas?"
"Hmm, hujan mungkin?"
"Kok mungkin?"
"Kalau dibandingkan panas, aku lebih memilih hujan. Karena aku suka sejuk dan gak suka gerah."
"Baiklah."
Ada jeda sejenak sebelum muncul pertanyaan yang membuatku penasaran, "Ngomong-ngomong, kenapa kamu diberi nama Awan?"
"Kata ibuku, agar aku memberikan kesejukan di tengah panasnya sinar matahari," katanya di sela-sela suara hujan.
"Hahaha, boleh juga."
"Dan membawa romantisme hujan." Ada hening sejenak sebelum akhirnya ia melanjutkan, "Seperti sekarang ini."
Pandangannya kini tertuju padaku, seolah dengan sengaja membuat denyut jantungku melompat, lalu gaduh. Kurasa, laki-laki ini buruk untuk kesehatan jantungku.