Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Thriller
Potret
4
Suka
3,991
Dibaca

"Kenapa pilih kamera analog?"

"Suaranya itu bikin candu. Terutama waktu rewind pas film udah habis. Nanti coba kita dengarkan ya," kata sang fotografer seraya tersenyum lebar.

Ia kemudian membimbingku menuju ke ruangan cuci film yang terpencil di belakang studionya. Ruangan ini cenderung gelap, hanya diterangi cahaya lampu merah yang menyala redup di sekeliling. Tercium bau pekat kimia dari cairan pengembang film. Aku memandang ssekeliling, beberapa kertas foto tampak tergantung memenuhi seisi ruangan.

"Fotografi potret itu tidak hanya sekadar menangkap wajah seseorang. Kita ingin menangkap ekspresi, emosi, kepribadian, bahkan hal-hal tersembunyi yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia," terangnya.

Ia menunjuk potret seorang anak perempuan yang menangis seraya berbisik, "Cantik, kan?"

Aku mengangguk setuju. Hasil foto-foto sang fotografer ini memang terkenal sangat ekspresif dan kaya warna. Lihat saja, anak perempuan dalam potret ini tampak nyata, seolah-olah jiwanya hidup dalam lembar foto tersebut dan aku dapat mendengar tangisannya.

"Sebagai fotografer kita harus bisa menciptakan jendela antara dunia nyata dan dunia lain, untuk mengungkap hal-hal yang tersembunyi itu. Seperti mendekati batas antara hidup dan mati," katanya dengan nada yang penuh teka-teki.

Sang fotografer memberiku isyarat untuk segera duduk di sampingnya, "Ayo kita dengarkan suara merdu yang jadi canduku."

Kami duduk dalam diam. Dengan penuh kelembutan, ia mulai mengatur kamera analog tuanya. Ia menarik tuas rewind, lalu memutarnya perlahan. Saat tuas diputar, terdengar suara khas dari gulungan film yang melilit ke dalam selongsongnya.

Tik. Tik. Tik.

Setiap kali tuas itu diputar, nuansa tegang semakin terasa. Seolah-olah waktu sedang diputar balik untuk menulusuri momen-momen yang telah ditangkap oleh gulungan film.

Sang fotografer terus memutar tuas dengan penuh kehati-hatian, matanya terpaku pada kamera, seperti sedang menikmati irama sebuah alunan musik. Awalnya, deretan bunyi tik itu terdengar lirih, sepertinya nyanyian pelan yang mengisi ruangan. Namun lama-kelamaan, suara itu semakin lantang dan jelas, membentuk harmoni yang menyatu, seperti suatu paduan suara yang unik dan tak biasa. Sementara itu, aku mengerutkan kening, berusaha memahami alunan suara itu. Di telingaku, ia terdengar seperti opera dengan nada-nada tinggi yang merdu dan menggetarkan.

Sang fotografer tiba-tiba terdiam sejenak. "Tinggal beberapa strip lagi yang ada potret dirimu. Sebentar lagi kamu akan mengerti rahasia di balik ciri khas karyaku," katanya sambil berbisik. Ia menatapku tajam, sorot matanya memancarkan kegembiraan sekaligus menyimpan misteri di baliknya.

Tik. Tik.

Tiba-tiba, dunia seolah-olah mulai berputar, seakan ditarik oleh kehampaan yang terbuka lebar. Jiwaku terasa seperti tersedot dan dihisap oleh kekuatan tak terlihat. Nyanyian yang tadinya tercipta dari lilitan film kini menggema begitu keras di telingaku. Dan saat itu aku tersadar, bahwa itu bukanlah nyanyian, melainkan jeritan manusia. Tanpa sadar aku pun ikut menjerit, memekik sekuat tenaga, larut dan menyatu dengan jeritan yang terdengar.

Dalam sekejap, semuanya kembali hening, hanya menyisakan napas berat diikuti deretan suara tik, tik. Momen magis baru saja berlangsung, seseorang telah lenyap menyisakan sang fotografer beserta kamera analognya di ruangan itu. Ia tersenyum lembut, ujung bibirnya terangkat, menambah lapisan misteri yang menunggu untuk terungkap.

Cekrek.

Suara kecil itu menjadi isyarat proses rewind film telah selesai dengan sempurna. Setiap frame film telah tersusun dengan rapi dalam selongsongnya.

Akhirnya, sang fotografer membuka bagian belakang kamera analog, lalu mengambil gulungan film yang terpasang dengan hati-hati. Ia menutup kembali bagian belakang kamera, memberikan sentuhan lembut sebagai penutup ritual ini.

----

Suasana ruangan itu begitu sunyi, hanya terdengar suara gemuruh dari luar yang sesekali menembus dinding. Dalam remang-remang cahaya merah, sebuah galeri terbentuk dari lembaran-lembaran foto yang tergantung di dinding.

Di salah satu lembaran foto itu, terbayang citra diriku yang terperangkap dalam waktu. Akhirnya aku paham akan rahasia keindahan karya sang fotografer. Kini aku dan jiwaku terabadikan dalam dunia yang tercipta dalam bingkai foto tersebut.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (1)
Rekomendasi dari Thriller
Flash
Potret
Cheri Nanas
Novel
Gold
Suicide Knot
Noura Publishing
Flash
Induk Semang
Laila Al Hasany
Novel
Am I a Monster?
sintia indrawati
Novel
FIVE
mrsmathrange
Novel
The Rugrats Theory
Impy Island
Flash
ASING
Rizal Syaiful Hidayat
Novel
RUMAH DI TEPI DANAU
Haris Airlangga
Novel
MEI KE 25
Marliana
Novel
Bronze
SENOPATI (Trah Bayu)
Hermawan
Novel
Hocus-Pocus: Kebenaran yang Tersembunyi
Febri Purwantini
Flash
This valentine
Bungaran gabriel
Flash
Darkness
Ayeshalole
Novel
Bronze
One Scary Night
Herman Sim
Novel
Gold
Hush Little Baby
Noura Publishing
Rekomendasi
Flash
Potret
Cheri Nanas
Cerpen
Ruang Tersembunyi dalam Hati
Cheri Nanas
Flash
Ketika Gerimis Bermula
Cheri Nanas
Cerpen
Sup Ikan Gurame
Cheri Nanas
Flash
Jantungku Berdebar
Cheri Nanas
Flash
Arti Hujan
Cheri Nanas
Flash
Anonim di Argo Parahyangan
Cheri Nanas
Flash
Runway Lights
Cheri Nanas
Flash
Awan
Cheri Nanas
Flash
Ruang Tersembunyi dalam Hati
Cheri Nanas
Flash
Tangent
Cheri Nanas
Flash
Percakapan di Atas Gedung
Cheri Nanas
Flash
Hujan Pertama
Cheri Nanas
Flash
Rahasia Kucing
Cheri Nanas