Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Aksi
Kami Takkan Pernah DIAM
0
Suka
1,648
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Baru beberapa hari aku tiba disini, di zona tengah peperangan. Aku sangat shock melihat semuanya. Pemandangan ini seperti berada di dunia lain, berbanding terbalik dengan kehidupan normal diluar sana. Disini semuanya serba kekurangan, bahan pangan kurang, air kurang, bahkan baju hanya yang melekat dibadan saja. Lebih parah lagi di Gaza bagian utara. Donasi bantuan tidak sampai dan hanya berhenti di Gaza selatan saja. Kita disini bahkan harus mengantri berjam-jam untuk ke kamar mandi. Air mineralpun menjadi barang berharga disini.

Sebelumnya jika aku bisa tertawa haha-hihi selama liputan, namun disini mataku sering basah oleh tangis. Aku tak kuasa melihat semua penderitaan orang-orang disini. Walaupun demikian, mereka adalah orang-orang yang terlampau ramah. Mereka sering sekali menawari kita, wartawan, untuk mampir ke tenda mereka dan makan. Walau hanya sekedar sepotong rotipun tak apa. Itu tidak sebanding dengan akhlak mereka dan hati mereka yang tulus. Aku tak sampai hati untuk memakan sepotong roti itu. Alhasil aku memberikannya pada seorang anak laki-laki yang duduk disebelahku. "Aku sudah kenyang, paman," katanya. Kenyataannya dia hanya sungkan dan malu saja.

Kemarin saat turun hujan gerimis dan sedikit membasahi brewokku, ada seorang anak kecil menghampiriku dengan ragu-ragu. Aku berjongkok dan tersenyum ramah padanya. "Paman, bolehkah aku meminta sesuatu padamu? Tetapi aku malu," katanya dengan menunduk.

"Apa nak? Tidak apa-apa. Minta saja pada paman," kataku sambil membersihkan sisa debu diwajahnya.

"Apakah paman punya makanan? Aku dan adikku belum makan sejak kemarin."

Ya Allah ..... langsung jatuh ke tanah jantungku saat mendengarnya. Luruh semua tenagaku. Kebetulan saat itu aku tidak membawa makanan di dalam tasku. Aku hanya membawa air mineral saja dari posko wartawan. "Ayo paman belikan makanan sekarang." Aku mengajaknya ke sebuah toko yang masih tersisa di dekat situ.

Itulah sepotong kisah dari anak-anak di Gaza, Palestina. Dan sekarang akan aku ceritakan semua tentang apa yang dilihat oleh mataku ini.

Assalamualaikum, aku Sulaiman dan aku masih hidup. Beberapa hari terakhir ini, pasukan Zionis semakin "buta" matanya. Mereka membunuh semua orang yang masih bernyawa di bumi Gaza ini. Bahkan ribuan anak-anak sudah merenggang nyawa atau bahkan tak berbentuk lagi. Entah teknologi apa itu yang bisa menghancurkan daging dan tulang seperti debu. Israel memilikinya. Enam puluh wartawan telah meninggal dunia atas serangan ini. Aku pernah saat sedang merekam situasi dengan kameraku, tiba tiba ada ledakan beberapa meter dari tempatku berdiri dan disusul oleh suara tembakan yang beruntun. Aku dan temanku langsung berlarian menjauhi lokasi itu. Tindakan Zionis itu sangatlah menyalahi aturan. Warga sipil dan wartawan dilarang untuk disakiti. Tetapi sayangnya itu tidak berlaku di Gaza.

Lebih gilanya lagi, mereka menggunakan tank untuk menembak tempat pengungsian. Perang ini sudah menelan banyak nyawa yang tidak bersalah. Mereka bahkan tega untuk mengusir pasien dan dokter dari rumah sakit. Tentu saja banyak dari pasien yang tidak bisa pergi karena kehilangan kaki mereka ataupun sedang luka kritis. Namun Zionis tidak peduli itu. Mereka mengebom rumah sakit itu beserta dengan pasien di dalamnya. Yang mereka kira rumah sakit adalah tempat teraman untuk pasien dan para pengungsi, ternyata tidak. Semuanya dipukul rata. Meski dalam keadaan yang serba terbatas, masyarakat Gaza bergotong royong siang dan malam untuk mencari orang-orang yang masih terjebak dibawah reruntuhan. Mobil-mobil ambulance tidak pernah istirahat.

Hari ini aku dan teman-teman wartawan lainnya berdiam di rumah sakit Indonesia di Gaza. Ada dua mobil ambulance datang dengan tergesa-gesa. Suara remnya menimbulkan suara berdecit pada aspal. Mereka mengangkut korban-korban luka dan beberapa jenazah dari lokasi pengebomam malam ini. Seorang laki-laki paruh baya berlarian ke kamar jenazah yang sesak oleh mayat dan ia histeris melihat potongan tubuh anaknya di kantong plastik.

"Dimana sisanya?" tanyanya berulang kali pada tim evakuasi. "Ya Allah," ia lemas dan jatuh berlutut sambil memegangi kepalanya. Ia terus mengoceh sendiri. Aku mengalungkan tali kameraku pada leherku dan mendekatinya. Aku mengelus punggungnya dan berkata, "Hasbunallah wanikmal wakil .... hasbunallah wanikmal wakil."

Ia mengikuti kata-kataku dan mengulanginya berulang kali untuk menguatkan hatinya. Kupeluk tubuhnya dengan erat.

Banyak sekali foto-foto mengenaskan yang tertangkap oleh lensa kamera kami yang mungkin tidak pernah dilihat oleh manusia di era modern ini. Kami mengunggahnya ke akun instagram kami sebagai layaknya wartawan yang menjadi saksi langsung genosida ini. Seorang mayat anak kecil yang pecah kepalanya, mayat anak kecil yang ususnya keluar, anak kecil yang harus kehilangan tangannya dengan amputasi. Ia menangis dan memohon untuk dikembalikan tangannya. Bahkan ada seorang balita yang harus kehilangan kedua tangan dan kakinya.

Kami juga mengunggah video yang menunjukkan sisa-sisa tubuh yang tidak berwujud lagi. Sudah tidak terdeteksi lagi itu siapa. Jadi kita mengumpulkannya ke dalam satu kantong plastik dan memasukkannya ke dalam ambulance. Ada juga foto yang kuambil yang menunjukkan sepotong roti yang bersimbah darah. Entah kemana pemiliknya dan bagaimana ia sekarang. Yang jelas adalah ia hanya ingin makan, tetapi malah menjadi korban.

Oleh karena foto dan video-video itu, beberapa akun wartawan di blokir oleh instagram. Tetapi kami tidak putus asa. Kami membuat akun baru dan mengunggahnya lagi demi menyuarakan kemanusiaan yang terjadi di bumi Gaza. Seorang temanku bahkan ditawari untuk berhenti mengunggah foto dan video-video itu dan berhenti saja dari dunia jurnalis. Mereka menawarkannya banyak uang dan kehidupan yang mewah, asalkan dia meninggalkan Gaza.

Dengan tegas dia menolaknya dan terus menyuarakan hak-hak kemanusiaan yang terjadi disini. Sampai suatu hari, semua sinyal mati. Kita tidak bisa mengunggah video lagi ke instagram. Tidak bisa menghubungi sanak keluarga diluar sana.

Lalu hari-hari berikutnya, pesawat militer Israel melintas diatas kami dan menyebarkan selembaran yang menyuruh warga untuk pindah dan mengungsi di tempat lain. Entah apa rencana mereka saat ini. Selama perjalanan aku terus mengabadikan momen "Nakba 2023" dengan lensa kameraku. Aku berjalan kaki bersama rombongan orang-orang lainnya ke arah barat. Kali ini kami berusaha untuk mempercayai perkataan Israel, maka dari itu kami berangkat meninggalkan tempat semula.

Ternyata salah keputusan itu, salah besar. Benar-benar tidak ada tempat aman disini. Saat di perjalanan, kami di serbu oleh berondongan tembakan. Hasbunallah wanikmal wakil.

Assalamualaikum, aku Sulaiman dan aku masih hidup. Namun tangan kananku sudah mendahuluiku ke surganya Allah. Alhamdulillah.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Aksi
Flash
Kami Takkan Pernah DIAM
Nurul Arifah
Cerpen
Bronze
Bagaimana Makelar Suara Pilkada Bekerja
Habel Rajavani
Novel
Godwin Agency 2: Reunion
FS Author
Flash
Last Kiss
Ika Karisma
Novel
Gold
Wundersmith
Noura Publishing
Cerpen
Badai di Tanah Perkemahan
Karang Bala
Flash
Rokok tak berasap
Mahmud
Novel
Bronze
Tragedi 98
Erlani Puspita
Novel
Bronze
The Story of Jawata: Manusia Setengah Peri
JWT Kingdom
Flash
Youth
Yaz
Flash
Bunga tidur
Seli Suliastuti
Novel
BACK TO 18 AGAIN
Safinatun naja
Novel
Remarkable
FS Author
Flash
Penulis profesional
Mahmud
Flash
Bronze
KUMPULAN FLASH FICTION
Citra Rahayu Bening
Rekomendasi
Flash
Kami Takkan Pernah DIAM
Nurul Arifah
Novel
Bronze
Laraku Pilumu
Nurul Arifah
Novel
Bronze
Surga yang Meleset
Nurul Arifah
Novel
Vampir yang Kesepian
Nurul Arifah
Cerpen
Bronze
Izinkanlah Aku Memakan Hatinya
Nurul Arifah
Flash
Paman itu Dijuluki Abu Ubaidah
Nurul Arifah
Cerpen
Bronze
Tetangga Hingga Surga
Nurul Arifah
Flash
Panji-Panji Malaikat
Nurul Arifah