Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dear Diary, melupakan Lucky adalah sesuatu yang sulit, sangat sulit. Seperti mencabut paku dengan tangan kosong, mustahil, kecuali aku punya kekuatan super.
Lucky adalah penyemangat, belahan jiwa, pelita hidupku, meski untuk sementara waktu. Kami bertemu saat masa orientasi mahasiswa baru. Fakultas kami sama, tetapi beda jurusan; aku manajemen, Lucky akuntansi.
Kami sering berjalan bersama berangkat-pulang kampus, karena tempat kos kami searah. Sering kulihat Lucky sengaja menunggu di pertigaan; menungguku muncul, lalu meminta izin apakah ia boleh jalan bareng aku ke kampus? Ah, cewek mana yang mau melewatkan kesempatan jalan bareng cowok tampan seperti Lucky?
Kami semakin akrab, dan pada suatu malam Minggu, Lucky mengungkapkan cinta padaku. Aku mengangguk. Disaksikan gemintang di langit, malam itu kami mengikatkan diri dalam jalinan cinta.
Rupanya teman-teman sudah menduga bila kami akan menjadi kekasih, melihat keakraban kami selama masa orientasi. Malah, Savitri sudah jauh hari mendesak aku menembak Lucky duluan. Gila apa, sahutku saat itu. Masa cewek nembak duluan.
Setelah aku dan Lucky jadian, Savitri sering tanya kabar kami. Katanya, untuk menguji kesetiaan cowok, aku harus selingkuh. Apa, selingkuh? Kata Savitri nggak perlu selingkuh benaran, pura-pura saja.
Berhari-hari aku memikirkan ide gila Savitri? Kalau di novel atau sinetron mungkin bisa terjadi. Tetapi selingkuh di kehidupan nyata, apa nggak fatal akibatnya? Lagi pula dengan siapa aku harus selingkuh?
Savitri menyodorkan Rommy, masih sepupunya, kuliah arsitektur di kampus lain. Savitri mengenalkan Rommy, cowok jangkung berhidung mancung itu padaku, suatu hari. Kami bicara serius, merancang strategi.
Begitulah, aku mulai menjaga jarak dengan Lucky. Sesekali, aku menerima telepon dari Rommy ketika sedang berduaan dengan Lucky. Lucky mulai curiga dan kami mulai sering bertengkar.
Ah, sudah tak sabar aku ingin mendengar ucapan, “aku cemburu” dari bibir Lucky. Tetapi, yang kudapatkan adalah pernyataan tegas dari Lucky, “Kita putus! Dan jangan harap kita bisa baikan!”
Aku sudah menjelaskan bahwa semua ini hanya sandiwara, aku sudah memohon agar Lucky memaafkanku. Tetapi percuma, Lucky kukuh pada keputusannya; putus selamanya!
Savitri datang padaku dengan wajah menyesal dan meminta maaf. Begitu pula Rommy, meminta maaf karena aktingnya begitu bagus sehingga seolah-olah kami benar-benar berselingkuh. Aku menangis, tetapi percuma. Semua sudah terjadi.
Patah hatiku tak berlangsung lama, karena Rommy pandai menempatkan diri sebagai penyembuh luka. Perlahan, aku mulai akrab dengan Rommy, benar-benar akrab, bukan sandiwara. Aku mulai berani merajuk, atau manja pada Rommy. Pada suatu malam Minggu, Rommy menyatakan cinta padaku dan aku mengangguk.
Meski begitu, kadang hadir kerinduanku pada Lucky. Ah, benar kata orang, cinta pertama sulit dilupakan.
Dear Diary, melupakan Lucky adalah sesuatu yang sulit, sangat sulit. Tetapi aku harus melupakannya. Harus! Aku sudah punya Rommy. Apalagi kini Lucky juga sudah jadian sama Savitri. Sudah cukup alasan bagiku untuk melupakan Lucky.
***SELESAI***