Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Lucy duduk di tepi jalan dengan tatapan kosong. Dia merenungkan nasibnya yang tak kunjung membaik. Adiknya, Lucky, kelaparan dan kehausan. Lucy merasa sedih melihat adiknya seperti itu. Dia mengambil gitarnya dan mulai menelusuri jalanan di ibu kota, dari lampu merah, halte, sampai ke stasiun, demi mencari recehan untuk bertahan hidup. Baginya hidup apa adanya yang penting halal ia selalu bahagia, daripada mewah tapi tidak halal.
Dia pun sadar dengan kegiatannya, tiada banyak yang bisa diperbuat selain memetik gitar dan bernyanyi layaknya artis bus kota. Status sosialnya yang rendah tak pernah dipermasalahkan karena derajat di mata Allah lebih diutamakan.
Saat sore menjelma menjadi malam dan malam melukis rembulan bersama cahaya dan kerlipan bintang-bintang, Lucy dan Lucky benar-benar kelaparan. Gitar tua Lucy sudah rusak, dan mereka tak bisa mengamen lagi. Saat mereka berjalan, mereka menghirup aroma ikan bakar yang sepertinya enak sekali membuat mereka semakin lapar. Lucy berlari ke tempat aroma ikan bakar itu ternyata sekeluarga yang hidupnya cukup mewah sedang bakar-bakar ikan di depan rumahnya. Setelah beberapa menit ikan yang mereka bakar sudah habis dimakan, dan tersisa hanya kepalanya saja lalu keluarga itu pun masuk ke dalam rumahnya. Lucy mengambil kepala-kepala ikan itu dan Lucky menunggunya. Lucy mengambilnya dengan senyuman rasa syukur dan hati yang senang tetapi tiba-tiba dia dikagetkan dengan suara dari belakang, βHei, pencuri ya kamu?β
Lucy menoleh dan ternyata pemilik rumah yang baru saja bakar-bakar ikan. Dia mengira Lucy mencuri ikan miliknya dan ingin menghukumnya. Lucy ketakutan dan berusaha menjelaskan bahwa dia hanya mengambil kepala-kepala ikan yang sudah dibuang. Dia menunjukkan adiknya yang menunggu di pinggir jalan dengan tatapan nanar. Dia memohon agar pria itu tidak marah dan memaafkannya.
Namun, pria itu tidak mau mendengar penjelasan Lucy. Dia merasa terhina dan tersinggung oleh ulah Lucy. Dia mengangkat tangannya dan hendak memukul Lucy dengan keras. Lucy menjerit dan menutup matanya, menunggu pukulan itu mendarat di wajahnya. Akan tetapi, sebelum pria itu sempat memukul Lucy, ada suara lain yang menghentikannya.
"Hei, berhenti! Jangan berani-berani menyakiti anak itu!" teriak seorang wanita yang keluar dari rumah sebelah. Dia adalah tetangganya yang menyaksikan kejadian itu. Dia melihat Lucy dan Lucky yang kelaparan dan kasihan pada mereka. Dia juga marah pada pria itu yang mau memukul Lucy tanpa belas kasihan. Dia berlari ke arah mereka dan menarik tangan pria itu. "Apa kamu tidak punya hati? Lihatlah, mereka hanya anak-anak yang tidak bersalah. Mereka hanya lapar dan haus. Apa salahnya mereka mengambil kepala-kepala ikan yang sudah kamu buang? Bukankah itu lebih baik daripada membiarkan mereka makan sampah?"
Pria itu terkejut dan bingung. Dia melihat wanita itu dengan tatapan tidak percaya. Dia tidak mengenal wanita itu, tapi dia merasa malu karena ditegur di depan umum. Dia merasa wanita itu ikut campur urusan orang lain. Dia ingin membantah, tapi dia tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Dia hanya bisa menggeram dan melepaskan tangannya dari wanita itu. Dia berbalik dan masuk ke dalam rumahnya dengan wajah merah.
Wanita itu menghela napas dan menggelengkan kepala. Dia menoleh ke arah Lucy dan Lucky sambil tersenyum. Dia mengulurkan tangannya dan mengajak mereka masuk ke rumahnya. "Ayo, ikut saya. Saya akan memberi kalian makan dan minum. Jangan takut, saya tidak akan menyakiti kalian. Saya juga punya anak yang seumuran dengan kalian. Nama saya Anjela. Kalian siapa?" tanya wanita itu dengan ramah.
Lucy terharu dan bersyukur. Dia merasa ada harapan di tengah keputusasaannya. Dia menggenggam tangan wanita itu dan mengucapkan terima kasih. Dia memperkenalkan dirinya dan adiknya. "Nama saya Lucy, dan ini adik saya Lucky. Kami adalah kupu-kupu malam, kupu-kupu yang menghiasi malam dengan keindahannya, kupu-kupu yang terbang mencari keberkahan sang pencipta alam semesta," kata Lucy dengan bangga.
Wanita itu tersenyum dan mengangguk. Kemudian dia mengajak mereka masuk ke dalam rumahnya.