Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Pukul 21.00 Wib.
Teng teng teng....
Terdengar suara Bang Joni penjual nasi goreng langgananku yang sedang manabuh wajannya.
"Nasi goreng!" Teriaknya.
Teng teng teng...
"Nasi goreng Bang Joni!" Aku berteriak untuk menghentikannya, segera ku berlari ke dapur mangambil piring. Saat ku membuka pintu, Bang Joni telah berhenti disekitar pekarangan berpagar kayu yang berada tak jauh dari rumahku. Akupun bergegas menghampirinya.
"Nasi goreng Bang satu, sedengan jangan pedes, telornya diceplok pisah yah Bang."
"Siap mba! Silahkan duduk mba. Abah, Umi, Adikmu ndak sekalian?" Sahutnya, sambil menyiapkan beberapa kursi yang sengaja dibawanya diatas grobak.
"Mereka udah makan berkat slametan Bang. Hehe"Jawabku.
"Lagi banyak hajatan ya mba.Tadi aja puter balik, gara-gara jalan ditutup."
"Iya Bang. Aku aja puter balik tadi pagi waktu mau berangkat kerja. Jadi telat deh mana jauh pula muternya. Huuu,"
Akupun duduk sambil bermain ponsel.
Sementara nasi gorengku sedang di buatkan, dari jauh terlihat seorang wanita berjalan gontai dengan membawa sebuah piring ke arah kami.
"Mba Ina!!! Liat ke depan! perasaan saya kok ndak enak yah?" Cletuk Bang Joni panik.
"Dih Bang Joni apaan si? jangan bikin takut deh!" Aku segera menoleh ke depan.
"Itu hantu bukan mba?" Tanyanya saat melihat wanita itu berjalan semakin mendekat.
"Bukan ah, masa hantu bawa piring?" Jawabku cuek.
Aku dan Bang Joni terdiam saat wanita itu sudah berada di depan kami.
"Nasi goreng Bang, yang pedes ya Bang."
Suaranya begitu terdengar lirih. Bang Joni seketika melirikku. Akupun mengedipkan mata ke Bang Joni. Seakan mata kami saling berbicara.
"Iya neng nunggu sebentar ya. Duduk dulu neng." Bang Joni menjawabinya, sambil mengambilkan sebuah kursi untuknya.
Wanita itu tersenyum saat aku melirik ke arahnya. Dan akupun tersenyum kembali.
Baru kali ini aku melihatnya. Mungkin dia tetangga baru, batinku.
Beberapa menit kemudian, Bang Joni menyodorkan nasi gorengku yang telah selesai di buatnya, saat aku melihat wajahnya, Bang Joni seperti ketakutan.
Saat aku telah selesai membayarnya. Bang joni menepuk pundakku.
"Mba Ina kembaliannya nanti ya." Dengan suara sedikit keras.
Hmmmm, padahal minta ditemenin. Gumamku.
"Iya....Minta sendok bang!" Pintaku.
"Aaaasiap.... !" Jawabnya.
Wajahnya kini terlihat sumringah saat aku menemaninya.
Ku santap nasi gorengku yang masih panas secara perlahan. Saat ku perhatikan, wanita itu duduk termenung dengan wajah menunduk, rambutnya terurai panjang menutupi sebagian wajahnya.
"Telornya campur atau pisah neng?"
Suara Bang Joni mengagetkanku.
"Campur Bang...." Jawabnya.
Siapapun yang mendengar suaranya akan merasa merinding.
Pluk...
Sendok ku jatuh ke tanah. Saat aku hendak mengambilnya, banyak kapas yang berada di kaki wanita itu.
Deg!!!
Ada sesuatu yang aneh nih!!!
Tetep tenang, tetap kalem!!!
Aku menenangkan diriku sendiri.
" Bang Joni minta sendok lagi, sendoknya jatuh." Aku segera menghampiri Bang joni. Dan mengambil sendok yang baru.
Ku lihat Bang Joni telah selesai membuatkan nasi goreng untuk wanita itu.
"Ini neng nasi gorengnya, mau makan sini juga?" Tawarnya.
Buset kau Bang, kenapa pake ditawarin makan disini juga! Orang kita aja sebenernya takut ada dia.
" Boleh bang, minta sendok." wanita itu menjawabinya.
Nah kan, makan disini juga! Awas kau Bang Joni!
" Aasiap... !" Bang Joni mengambilkan sendok untuknya dan memberikannya.
Bang Joni terus meliriku.
"Ssssst ssst ssst...." Bang Joni memberikan isyarat kepadaku.
"Hmmmm......" Aku hanya melirik kesal ke arahnya, sambil makan nasi goreng.
Bang Joni kemudian menepuk-nepuk punggung tangannya sendiri sembari melirik ke arah wanita itu.
Aku pun tau apa yang dimaksud Bang Joni.
Aku segera melihat punggung tangan wanita itu.
Kapas lagi!!!
Dengan penuh keberanian aku bertanya kepada wanita itu.
" Mba rumahnya dimana mba? Sepertinya saya baru melihat mba disini." Tanyaku.
"Dikampung sebelah mba, saya sedang ingin main dimari... ." Jawabnya.
Hiiii...
tak ingin lagi ku mendengar suaranya. Ingin sekali ku berlari disela sela kakiku yang sudah mulai lemas.
" Mba namanya siapa mba? Barangkali nanti kita ketemu dijalan lagi, jadi enak kalau mau nyapa, tau namanya." Bang Joni menimpali.
"PUKNYARTINGI Bang..."
Suaranya terhempas angis.
Bulukuduk merinding seketika. Kakiku semakin lemas.
Bang Joni terlihat menelan ludah.
Aku dan Bang Joni saling menatap. Seakan mengisyaratkan ini saatnya kita berlari.
Ku taruh pelan piring nasi gorengku yang masih separuh.
Kulirik wanita itu kembali, kini dia hanya terdiam dengan tangan masih memegang piring nasi gorengnya yang masih utuh.
Wajahnya nanar menatap kosong kedepan.
Saat aku dan Bang Joni hendak berlari , tiba-tiba dia melihat ke arah kami.
"Kalian mau kemana?" Tanyanya.
Tanpa basa basi aku dan Bang Joni berlari tunggang langgang ke rumahku.
"Abah....abah......" Teriaku.
"Setan.....setan......" Disusul teriakan Bang Joni.
Hihihihihi...
Suara tertawa itu terdengar sangat kencang kemudian berganti dengan suara tangisan yang begitu mengiris.
Tanpa ku hiraukan, aku tetap lari berbalapan dengan Bang Joni menuju rumahku.
Abah terlihat sudah berdiri di depan rumah. Abah hanya geleng-geleng kepala melihatku dan Bang Joni lari ngos-ngosan.
Aku dan Bang Joni segera masuk ke dalam rumah dan menceritakan semua ke jadiannya ke Abah.
"Emang ada yang meninggal baru ya?" Abah melontarkan pertanyaan itu ke kami.
" Ndak ada si Bah..." Jawab Bang Joni.
"Bukan hantu tuh... Orang iseng, jangan-jangan maling lagi! Tadi kakinya napak ndak?" Tanya Abah lagi.
"Ina gak liat Bah, cuma kaki, tangan sama wajahnya banyak kapas." Terangku.
"Itu mah akal-akalan orang nakal aja, kalau ada yang meninggal baru, terus arwahnya gentayangan itu wajar mungkin puknyartingi. Tapi kan ini gak ada yang abis meninggal. Dikampung sebelah juga ndak ada."
Wajarlah Abahku tau keadaan warga kampung, bahkan kampung sebelah juga karena memang abahku bekerja di kantor desa. Jadi kalau ada berita kematian, Abah akan mendengarnya.
" Yok kita kesana, ke gerobak mu! Nanti uangmu raib dibawa sama tuh hantu."
"Iya Bah...." Jawab Bang Joni menurut.
Kami bertiga kembali kesana. Abah berada di depan, aku dan Bang Joni membuntutinya.
Sesampainya disana, Bang Joni langsung lemas. Uang yang telah dikumpulkannya dari sore hasil berdangang nasi goreng telah raib beserta ponsel androidnya.
"Hiks hiks hiks." Bang Joni menangis.
"Sabar Jon sabar....bener-bener tuh orang, setan!" Abah ikut geram.
"Sabar Bang Joni... . " Aku menepuk-nepuk pundak Bang Joni seraya menenangkannya.
Berita kejadian semalam cepat menyebar, dan ternyata bukan hanya Bang Joni. Dikampung sebelah juga sudah banyak penjual keliling yang bertemu dengan wanita itu. Syukurlah Abahku berfikir realistis. Abah langsung melaporkan kejadian ini ke pihak yang berwajib.