Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Sepotong Kenangan di Meja Makan
14
Suka
7,637
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Pagi akan selalu sama—ayam jantan berkokok, mentari menawarkan kehangatannya, dan dedaunan akan selalu basah biar pun semalam tak turun hujan. Tapi, kini suasana pagi di meja makan keluargaku teramat berbeda. Tidak ada kepulan nasi hangat sebab nasi sebakul yang dimasak kemarin masih utuh. Kursi kebesaran yang terletak paling ujung pun masih kosong-melompong, mirip isi kepala kami para manusia yang terduduk dengan banyak tertunduk.

Tiga kursi di sebelah kanan, tiga kursi serupa di sebelah kiri, dan satu kursi di ujung. Di meja ada kopi milik bapak, teh hangat tanpa gula milik nenek. Sisanya masing-masing segelas air putih rutin untuk ibu, kakak, adik, dan aku. Tentu saja, 'oseng pare' tak akan absen dari meja makan kami sebab kakek adalah penggemar beratnya, aku pun menjadi ketularan. 

Tapi, sekali lagi pagi ini tak kunjung menjadi malam. Atau mungkin kami saja yang lupa beranjak dari meja kesayangan. Ya, meja di mana semua cerita disuguhkan. Makan bersama yang kilat, tapi mengobrol kami tak pernah menjadi singkat di meja itu.

“Jangan makan sambil bicara,” tegur Nenek. “Nanti Tuhan marah, dan matahari tidak mau bergerak,” lanjutnya, menakuti kami bertiga, lima tahun yang lalu. 

Namun, setelah kami menurut pun ternyata Tuhan masih saja marah. Buktinya, pagi ini matahari tak pernah ke mana-mana, enggan beranjak ke barat seperti tak berniat menggusur sisa hari. Yang tersisa di meja makan selanjutnya cuma hening yang tak kunjung hilang. Bahkan, si bungsu yang masih berumur sepuluh tahun itu pun tak sudi menyendok nasi, sama seperti kami.

Padahal, meja makan adalah satunya tempat bagi sebuah keluarga untuk belajar dua hal —perihal menikmati yang ada dan tentang cara bersyukur atas apa yang telah diterima. Tempat di mana sebuah keluarga tanpa keluhan bersedia memakan hidangan apa pun yang tersaji. Begitupun, bagi keluargaku.

Namun, pagi ini dua hal baik itu telah menjelma menjadi satu kesedihan yang tak pernah terkatakan di meja makan. Hal yang masih kami cari-cari bagaimana cara merelakan kekosongan hari. Dan tentu, kekosongan kursi yang terletak paling ujung. Semua cerita dan kebiasaan berbagi tawa usai sarapan atau pun makan malam telah mendadak sirna. 

“Nek, apa Tuhan marah sama kita sampai mengambil Kakek dari kita?” tanya Si Bungsu. Suara pertama yang akhirnya membuat lima pasang mata mengalirkan sekumpulan air asin. Semua kedukaan seperti tumpah begitu saja di atas meja.

“Tuhan tak pernah marah. Kita semua menyayangi Kakek, tapi Tuhan lebih,” sahut Nenek.

Lalu beliau menyendokkan nasi di atas piring kami. Tanpa kakek, tentu saja. Hanya tersisa kenangannya yang terduduk tenang di kursi kebesarannya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
kata-katanya cukup indah, plot pun meskipun standar tapi dalam. 🥀🥀🥀1/2/🥀🥀🥀🥀🥀 alias 3.5/5 dari saya.
@fjrriyan : Ketemu di surga, Cu
Selamat jalan, kakek.
Oke kak hehe
@elsagtsnr08 : Terima kasih. Bisa baca flash fiction saya yg lainnya juga ya kak 🙏😊
Baguuuuus aku suka , semangaaat author💕
Rekomendasi dari Drama
Novel
Dia Diantara Curhat Kamu.
anakucilibo
Novel
After School
Nadya Wijanarko
Flash
Sepotong Kenangan di Meja Makan
Denik a nuramaliya
Novel
Chika Si Budak Cinta
Jessy Margaret
Novel
Muara Anar
Risty Ricku
Novel
Bronze
RASA
kiaqiya
Novel
Luka Tanpa Asa
Aijin Isbatikah
Novel
PLOT HOLE
Ade Agustia Putri
Novel
Bronze
Dua Cinta Pertama
L
Novel
Bronze
Kura-Kura Merah
Nuraini Mastura
Novel
Bronze
Meet you at 0,001% Chance
Antrasena
Novel
Bronze
ANGEL WITHOUT WING
Angie Wiyaniputri
Novel
THE PAIN
St. Aisyah
Novel
Bronze
Sinar untuk Genta
Rika Kurnia
Novel
Bronze
Rembulan di Celah Satu Jam
I am Queen"tii
Rekomendasi
Flash
Sepotong Kenangan di Meja Makan
Denik a nuramaliya
Flash
Yang Tak Tertebak
Denik a nuramaliya
Flash
Hok Lo Pan untuk Tjen
Denik a nuramaliya
Flash
Perihal Cinta di Bawah Pohon Eboni
Denik a nuramaliya
Flash
Di Balik Semangkuk Bawang
Denik a nuramaliya