Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Sepotong Kenangan di Meja Makan
14
Suka
7,732
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Pagi akan selalu sama—ayam jantan berkokok, mentari menawarkan kehangatannya, dan dedaunan akan selalu basah biar pun semalam tak turun hujan. Tapi, kini suasana pagi di meja makan keluargaku teramat berbeda. Tidak ada kepulan nasi hangat sebab nasi sebakul yang dimasak kemarin masih utuh. Kursi kebesaran yang terletak paling ujung pun masih kosong-melompong, mirip isi kepala kami para manusia yang terduduk dengan banyak tertunduk.

Tiga kursi di sebelah kanan, tiga kursi serupa di sebelah kiri, dan satu kursi di ujung. Di meja ada kopi milik bapak, teh hangat tanpa gula milik nenek. Sisanya masing-masing segelas air putih rutin untuk ibu, kakak, adik, dan aku. Tentu saja, 'oseng pare' tak akan absen dari meja makan kami sebab kakek adalah penggemar beratnya, aku pun menjadi ketularan. 

Tapi, sekali lagi pagi ini tak kunjung menjadi malam. Atau mungkin kami saja yang lupa beranjak dari meja kesayangan. Ya, meja di mana semua cerita disuguhkan. Makan bersama yang kilat, tapi mengobrol kami tak pernah menjadi singkat di meja itu.

“Jangan makan sambil bicara,” tegur Nenek. “Nanti Tuhan marah, dan matahari tidak mau bergerak,” lanjutnya, menakuti kami bertiga, lima tahun yang lalu. 

Namun, setelah kami menurut pun ternyata Tuhan masih saja marah. Buktinya, pagi ini matahari tak pernah ke mana-mana, enggan beranjak ke barat seperti tak berniat menggusur sisa hari. Yang tersisa di meja makan selanjutnya cuma hening yang tak kunjung hilang. Bahkan, si bungsu yang masih berumur sepuluh tahun itu pun tak sudi menyendok nasi, sama seperti kami.

Padahal, meja makan adalah satunya tempat bagi sebuah keluarga untuk belajar dua hal —perihal menikmati yang ada dan tentang cara bersyukur atas apa yang telah diterima. Tempat di mana sebuah keluarga tanpa keluhan bersedia memakan hidangan apa pun yang tersaji. Begitupun, bagi keluargaku.

Namun, pagi ini dua hal baik itu telah menjelma menjadi satu kesedihan yang tak pernah terkatakan di meja makan. Hal yang masih kami cari-cari bagaimana cara merelakan kekosongan hari. Dan tentu, kekosongan kursi yang terletak paling ujung. Semua cerita dan kebiasaan berbagi tawa usai sarapan atau pun makan malam telah mendadak sirna. 

“Nek, apa Tuhan marah sama kita sampai mengambil Kakek dari kita?” tanya Si Bungsu. Suara pertama yang akhirnya membuat lima pasang mata mengalirkan sekumpulan air asin. Semua kedukaan seperti tumpah begitu saja di atas meja.

“Tuhan tak pernah marah. Kita semua menyayangi Kakek, tapi Tuhan lebih,” sahut Nenek.

Lalu beliau menyendokkan nasi di atas piring kami. Tanpa kakek, tentu saja. Hanya tersisa kenangannya yang terduduk tenang di kursi kebesarannya.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
kata-katanya cukup indah, plot pun meskipun standar tapi dalam. 🥀🥀🥀1/2/🥀🥀🥀🥀🥀 alias 3.5/5 dari saya.
@fjrriyan : Ketemu di surga, Cu
Selamat jalan, kakek.
Oke kak hehe
@elsagtsnr08 : Terima kasih. Bisa baca flash fiction saya yg lainnya juga ya kak 🙏😊
Baguuuuus aku suka , semangaaat author💕
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Boundaries
ayurinp
Flash
Sepotong Kenangan di Meja Makan
Denik a nuramaliya
Novel
Gold
A [ Aku, Benci & Cinta ]
Coconut Books
Novel
Bronze
DAUN JATI BERBISIK
DENI WIJAYA
Novel
Bunga Kertas
Aku Ria
Cerpen
Bronze
Senja Kini tak Pernah Layu
Larasatijingga
Novel
Me?? Beautiful
Momo
Cerpen
DOA SI 5 INCI
Kwikku.com
Novel
YAPPA MARADDA
Sika Indry
Cerpen
Bronze
Rebah oleh tanah
artabak
Cerpen
Bronze
NINGRAT
Citra Rahayu Bening
Novel
Wine & Water
Okia Prawasti
Flash
Titik Elaborasi
Chika Manupada
Cerpen
Bronze
Padmi
Tika Sofyan
Cerpen
Bronze
PURA-PURA BAHAGIA
Noveria Retno Widyaningrum
Rekomendasi
Flash
Sepotong Kenangan di Meja Makan
Denik a nuramaliya
Flash
Yang Tak Tertebak
Denik a nuramaliya
Flash
Di Balik Semangkuk Bawang
Denik a nuramaliya
Flash
Perihal Cinta di Bawah Pohon Eboni
Denik a nuramaliya
Flash
Hok Lo Pan untuk Tjen
Denik a nuramaliya