Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Hormat Bendera Grak !!!
3
Suka
1,796
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Sebuah kota sedang merayakan HUT Ke-100. Selama 7 hari warga kota mengibarkan bendera merah putih di depan rumah masing-masing. Sebuah tiang berbendera merah putih rubuh di tepi jalan. Seorang anak lelaki berseragam putih merah menegakkan kembali tiang pada tempatnya. Gagah, anak itu, berdiri tegak lalu memberi hormat pada bendera yang berkibar ditiup angin.

Sebuah Avanza silver mendekat dan berhenti. Dari pintu kiri-belakang, keluar seorang lelaki tua, tersenyum dan menatap kagum pada Gagah. Lelaki tua itu menghampiri Gagah yang masih berdiri tegak. Lelaki tua mengambil sikap sempurna, lalu memberi hormat pada bendera. Gagah menoleh.

“Kakek siapa?” tanya Gagah.

Lelaki tua menurunkan tangan kanan, tersenyum pada Gagah, lalu berkata, “Saya?”

“Ya. Kakek siapa? Mengapa memberi hormat pada bendera seperti saya?” sahut Gagah.

“Kamu, mengapa memberi hormat pada bendera merah putih itu?” lelaki tua balik bertanya.

“Tiang itu rubuh. Saya menegakkannya kembali. Kata kakek saya, kita harus memberi hormat pada bendera merah putih yang baru dikibarkan,” kata Gagah.

Lelaki tua mengangguk-angguk.

“Begitu pula yang saya lakukan. Saya melihatmu menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh. Saya menghormat, seperti kata kakekmu,” kata lelaki tua.

Gagah mengangguk-angguk.

“Kakek mau ke mana?” tanya Gagah.

“Mengunjungi sahabat.”

“Di mana rumah sahabat kakek?”

“Di Taman Makam Pahlawan.”

Gagah mengernyitkan dahi.

“Maksud kakek?”

Lelaki tua tersenyum, merogoh kantung celana, lalu menyerahkan selembar uang seratus ribuan.

“Untukmu. Ini tidak seberapa. Terima kasih, kamu mau menghargai perjuangan kami. Terimalah,” kata lelaki tua, lalu masuk ke mobil. Mobil bergerak ke selatan, arah menuju Taman Makam Pahlawan.

Gagah pulang. 

Sore, Gagah bertemu teman-teman di Madrasah Diniyah. Gagah bercerita tentang pengalamannya bertemu lelaki tua yang memberinya uang.

“Traktir kami, dong,” pinta seorang temannya.

“Tidak bisa. Uang itu sudah aku berikan pada ibuku. Ibuku memberikan uang itu ke pengurus masjid,” kata Gagah.

“Huuuuu...”

***

Hari berikutnya, Gagah melewati jalan lain saat pulang sekolah. Ibunya menitipkan jahitan untuk diantar ke rumah pemesan. Sesampai di depan rumah si pemesan, Gagah melihat tiang berbendera merah putih rubuh. Gagah menegakkan kembali tiang, lalu memberi hormat pada bendera merah putih yang berkibar tertiup angin. 

Pintu rumah terbuka. Muncul seorang ibu yang tersenyum melihat kedatangan Gagah. Gagah menyerahkan jahitan berbungkus palstik hitam. Si ibu memberikan dua lembar uang lima puluh ribuan.

“Yang ini untuk ongkos jahitan, yang ini untuk kamu,” kata si ibu.

“Untuk saya?” tanya Gagah.

Si ibu tersenyum, mengelus kepala Gagah.

“Dulu, waktu saya seusia kamu, saya sering menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh, seperti yang kamu lakukan. Saya bangga pada padamu, Nak. Terimalah. Ini tidak seberapa. Terima kasih, kamu mau menghargai jasa para pahlawan,” kata si ibu.

Sementara itu pada saat yang sama, di tempat lain, beberapa anak lelaki berseragam putih-merah tampak merubuhkan tiang-tiang berbendera merah putih di tepi jalan. 

Setiap melihat mobil melintas, mereka bergegas menegakkan kembali tiang-tiang itu dan menghormat pada bendera merah putih di ujung tiang. Berulang-ulang mereka melakukan itu, sampai mereka bosan.

“Gagah bohong!” seru seorang anak.

“Ya. Tak ada penumpang mobil yang turun untuk memberi uang pada kita,” sahut temannya.

“Kita pulang saja!” ajak yang lain.

“Bagaimana dengan tiang-tiang itu?”

“Biar saja rubuh. Ayo, kita pulang!”

Seorang bapak keluar dari pintu sebuah rumah.

“Hei, kalian apakan tiang benderaku?” hardik si bapak.

Anak-anak itu berlari ketakutan.

“Jangan lari kalian!” teriak si bapak, lalu menegakkan tiang bendera di depan rumahnya. “Dasar anak zaman sekarang. Tidak bisa menghargai sejarah!”

***

Tak ada teman yang percaya ketika Gagah bercerita ia mendapatkan uang dari seorang ibu pemesan jahitan. Gagah tidak kecewa. Ia tetap meneruskan kebiasaannya menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh. Ada yang memberinya uang, makanan, buku tulis, atau sekadar ucapan terima kasih. 

Selama 7 hari, ke manapun Gagah melangkah, angin bertiup kencang sesaat merubuhkan tiang berbendera merah putih. Gagah menegakkannya kembali dan menghormat. Selama HUT kotanya tahun ini, Gagah merasa sangat bahagia.

***SELESAI***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Sudah amat mustahil, jaman ini ada anak setipikal Gagah. 😔 🇮🇩🇮🇩🇮🇩/🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩 alias 3/5 dari saya. 🤗🙏
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Steviana
Kiki Misgiarti
Novel
Cerita Gadis Kecil
Dini Pujiarti
Novel
The Road of Corruption (21+)
Raden Arif Wibisana
Flash
Bacot!
Atsuka D
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Novel
Aku ingin seperti Dia
Sunarti kacaribu
Novel
TERGANGGU
imajihari
Novel
Bronze
Seekor Capung Di Tengah Savana
Deasy Wirastuti
Flash
Bronze
Pertemuan Rahasia
Lirin Kartini
Novel
The Liar and His Flower
Sf_Anastasia
Novel
DIARY MILIK QIAN
Safinatun naja
Novel
Bronze
Merindunya Rindu~Novel~
Herman Sim
Cerpen
Bronze
ILMU NABI MUSA
Iman Siputra
Novel
Bronze
Complicated Love
Ellesss
Novel
Bronze
LOVE, ANDRA
Embun Pagi Hari
Rekomendasi
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Hantu Bosan
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kecupan Rere
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Kekasih Diam-Diam
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Demit Berambut Api
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Cinta yang Tak Mungkin Bersatu
Sulistiyo Suparno
Flash
Jodoh di Balik Pintu
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Gagal Jadi Tentara
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Rolet dan Pisau Lipat
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Malam Jumat
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Disiplin
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pembunuhan yang Sempurna
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ternyata Begini Rasa Cemburu
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Gadis Sampul
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Romeo Bukan Jodoh Juliet
Sulistiyo Suparno