Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Hormat Bendera Grak !!!
3
Suka
1,774
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Sebuah kota sedang merayakan HUT Ke-100. Selama 7 hari warga kota mengibarkan bendera merah putih di depan rumah masing-masing. Sebuah tiang berbendera merah putih rubuh di tepi jalan. Seorang anak lelaki berseragam putih merah menegakkan kembali tiang pada tempatnya. Gagah, anak itu, berdiri tegak lalu memberi hormat pada bendera yang berkibar ditiup angin.

Sebuah Avanza silver mendekat dan berhenti. Dari pintu kiri-belakang, keluar seorang lelaki tua, tersenyum dan menatap kagum pada Gagah. Lelaki tua itu menghampiri Gagah yang masih berdiri tegak. Lelaki tua mengambil sikap sempurna, lalu memberi hormat pada bendera. Gagah menoleh.

“Kakek siapa?” tanya Gagah.

Lelaki tua menurunkan tangan kanan, tersenyum pada Gagah, lalu berkata, “Saya?”

“Ya. Kakek siapa? Mengapa memberi hormat pada bendera seperti saya?” sahut Gagah.

“Kamu, mengapa memberi hormat pada bendera merah putih itu?” lelaki tua balik bertanya.

“Tiang itu rubuh. Saya menegakkannya kembali. Kata kakek saya, kita harus memberi hormat pada bendera merah putih yang baru dikibarkan,” kata Gagah.

Lelaki tua mengangguk-angguk.

“Begitu pula yang saya lakukan. Saya melihatmu menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh. Saya menghormat, seperti kata kakekmu,” kata lelaki tua.

Gagah mengangguk-angguk.

“Kakek mau ke mana?” tanya Gagah.

“Mengunjungi sahabat.”

“Di mana rumah sahabat kakek?”

“Di Taman Makam Pahlawan.”

Gagah mengernyitkan dahi.

“Maksud kakek?”

Lelaki tua tersenyum, merogoh kantung celana, lalu menyerahkan selembar uang seratus ribuan.

“Untukmu. Ini tidak seberapa. Terima kasih, kamu mau menghargai perjuangan kami. Terimalah,” kata lelaki tua, lalu masuk ke mobil. Mobil bergerak ke selatan, arah menuju Taman Makam Pahlawan.

Gagah pulang. 

Sore, Gagah bertemu teman-teman di Madrasah Diniyah. Gagah bercerita tentang pengalamannya bertemu lelaki tua yang memberinya uang.

“Traktir kami, dong,” pinta seorang temannya.

“Tidak bisa. Uang itu sudah aku berikan pada ibuku. Ibuku memberikan uang itu ke pengurus masjid,” kata Gagah.

“Huuuuu...”

***

Hari berikutnya, Gagah melewati jalan lain saat pulang sekolah. Ibunya menitipkan jahitan untuk diantar ke rumah pemesan. Sesampai di depan rumah si pemesan, Gagah melihat tiang berbendera merah putih rubuh. Gagah menegakkan kembali tiang, lalu memberi hormat pada bendera merah putih yang berkibar tertiup angin. 

Pintu rumah terbuka. Muncul seorang ibu yang tersenyum melihat kedatangan Gagah. Gagah menyerahkan jahitan berbungkus palstik hitam. Si ibu memberikan dua lembar uang lima puluh ribuan.

“Yang ini untuk ongkos jahitan, yang ini untuk kamu,” kata si ibu.

“Untuk saya?” tanya Gagah.

Si ibu tersenyum, mengelus kepala Gagah.

“Dulu, waktu saya seusia kamu, saya sering menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh, seperti yang kamu lakukan. Saya bangga pada padamu, Nak. Terimalah. Ini tidak seberapa. Terima kasih, kamu mau menghargai jasa para pahlawan,” kata si ibu.

Sementara itu pada saat yang sama, di tempat lain, beberapa anak lelaki berseragam putih-merah tampak merubuhkan tiang-tiang berbendera merah putih di tepi jalan. 

Setiap melihat mobil melintas, mereka bergegas menegakkan kembali tiang-tiang itu dan menghormat pada bendera merah putih di ujung tiang. Berulang-ulang mereka melakukan itu, sampai mereka bosan.

“Gagah bohong!” seru seorang anak.

“Ya. Tak ada penumpang mobil yang turun untuk memberi uang pada kita,” sahut temannya.

“Kita pulang saja!” ajak yang lain.

“Bagaimana dengan tiang-tiang itu?”

“Biar saja rubuh. Ayo, kita pulang!”

Seorang bapak keluar dari pintu sebuah rumah.

“Hei, kalian apakan tiang benderaku?” hardik si bapak.

Anak-anak itu berlari ketakutan.

“Jangan lari kalian!” teriak si bapak, lalu menegakkan tiang bendera di depan rumahnya. “Dasar anak zaman sekarang. Tidak bisa menghargai sejarah!”

***

Tak ada teman yang percaya ketika Gagah bercerita ia mendapatkan uang dari seorang ibu pemesan jahitan. Gagah tidak kecewa. Ia tetap meneruskan kebiasaannya menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh. Ada yang memberinya uang, makanan, buku tulis, atau sekadar ucapan terima kasih. 

Selama 7 hari, ke manapun Gagah melangkah, angin bertiup kencang sesaat merubuhkan tiang berbendera merah putih. Gagah menegakkannya kembali dan menghormat. Selama HUT kotanya tahun ini, Gagah merasa sangat bahagia.

***SELESAI***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Sudah amat mustahil, jaman ini ada anak setipikal Gagah. 😔 🇮🇩🇮🇩🇮🇩/🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩 alias 3/5 dari saya. 🤗🙏
Rekomendasi dari Drama
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Novel
Bronze
Garis Hitam
Ryo Meta Olympia
Cerpen
Negri Tanpa Bendera
artabak
Novel
Empat Cangkir
Ati Raah
Novel
Gold
NY Over Heels
Bentang Pustaka
Novel
Bronze
Romantic Love Story #2
Khairul Azzam El Maliky
Flash
Princess Without Manners
Irvinia Margaretha Nauli
Novel
Gold
Ice Cream for Share
Mizan Publishing
Komik
Bronze
DREAM
Esti Farida
Cerpen
Bronze
Jari Patah
Agus Fahri Husein
Novel
Kesempatan Kedua
Rafael Yanuar
Cerpen
Bronze
Jangan Lupa Bahagia
Vitri Dwi Mantik
Novel
Naraya And The Dream Who Save Her Life
Fauziyah Nur Aulia
Novel
KAKTUS
L.Biru
Flash
Bronze
Telah Berubah
Lisa Ariyanti
Rekomendasi
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Ternyata Begini Rasa Cemburu
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Kinjeng Biru (Cinta yang Kandas)
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kursi Goyang, Kursi Maut
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Poligami
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Potong Tangan
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Wanita Nakal
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Skandal
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Penjaga Musala Tak Mau Salat
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Liontin Si Anak Kembar
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Rolet dan Pisau Lipat
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Anak-anak Suka Mencuri Permen
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Membelah Televisi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Jangan Jadi Orang Baik
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Menembak Gagak
Sulistiyo Suparno