Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Hormat Bendera Grak !!!
3
Suka
1,828
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Sebuah kota sedang merayakan HUT Ke-100. Selama 7 hari warga kota mengibarkan bendera merah putih di depan rumah masing-masing. Sebuah tiang berbendera merah putih rubuh di tepi jalan. Seorang anak lelaki berseragam putih merah menegakkan kembali tiang pada tempatnya. Gagah, anak itu, berdiri tegak lalu memberi hormat pada bendera yang berkibar ditiup angin.

Sebuah Avanza silver mendekat dan berhenti. Dari pintu kiri-belakang, keluar seorang lelaki tua, tersenyum dan menatap kagum pada Gagah. Lelaki tua itu menghampiri Gagah yang masih berdiri tegak. Lelaki tua mengambil sikap sempurna, lalu memberi hormat pada bendera. Gagah menoleh.

“Kakek siapa?” tanya Gagah.

Lelaki tua menurunkan tangan kanan, tersenyum pada Gagah, lalu berkata, “Saya?”

“Ya. Kakek siapa? Mengapa memberi hormat pada bendera seperti saya?” sahut Gagah.

“Kamu, mengapa memberi hormat pada bendera merah putih itu?” lelaki tua balik bertanya.

“Tiang itu rubuh. Saya menegakkannya kembali. Kata kakek saya, kita harus memberi hormat pada bendera merah putih yang baru dikibarkan,” kata Gagah.

Lelaki tua mengangguk-angguk.

“Begitu pula yang saya lakukan. Saya melihatmu menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh. Saya menghormat, seperti kata kakekmu,” kata lelaki tua.

Gagah mengangguk-angguk.

“Kakek mau ke mana?” tanya Gagah.

“Mengunjungi sahabat.”

“Di mana rumah sahabat kakek?”

“Di Taman Makam Pahlawan.”

Gagah mengernyitkan dahi.

“Maksud kakek?”

Lelaki tua tersenyum, merogoh kantung celana, lalu menyerahkan selembar uang seratus ribuan.

“Untukmu. Ini tidak seberapa. Terima kasih, kamu mau menghargai perjuangan kami. Terimalah,” kata lelaki tua, lalu masuk ke mobil. Mobil bergerak ke selatan, arah menuju Taman Makam Pahlawan.

Gagah pulang. 

Sore, Gagah bertemu teman-teman di Madrasah Diniyah. Gagah bercerita tentang pengalamannya bertemu lelaki tua yang memberinya uang.

“Traktir kami, dong,” pinta seorang temannya.

“Tidak bisa. Uang itu sudah aku berikan pada ibuku. Ibuku memberikan uang itu ke pengurus masjid,” kata Gagah.

“Huuuuu...”

***

Hari berikutnya, Gagah melewati jalan lain saat pulang sekolah. Ibunya menitipkan jahitan untuk diantar ke rumah pemesan. Sesampai di depan rumah si pemesan, Gagah melihat tiang berbendera merah putih rubuh. Gagah menegakkan kembali tiang, lalu memberi hormat pada bendera merah putih yang berkibar tertiup angin. 

Pintu rumah terbuka. Muncul seorang ibu yang tersenyum melihat kedatangan Gagah. Gagah menyerahkan jahitan berbungkus palstik hitam. Si ibu memberikan dua lembar uang lima puluh ribuan.

“Yang ini untuk ongkos jahitan, yang ini untuk kamu,” kata si ibu.

“Untuk saya?” tanya Gagah.

Si ibu tersenyum, mengelus kepala Gagah.

“Dulu, waktu saya seusia kamu, saya sering menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh, seperti yang kamu lakukan. Saya bangga pada padamu, Nak. Terimalah. Ini tidak seberapa. Terima kasih, kamu mau menghargai jasa para pahlawan,” kata si ibu.

Sementara itu pada saat yang sama, di tempat lain, beberapa anak lelaki berseragam putih-merah tampak merubuhkan tiang-tiang berbendera merah putih di tepi jalan. 

Setiap melihat mobil melintas, mereka bergegas menegakkan kembali tiang-tiang itu dan menghormat pada bendera merah putih di ujung tiang. Berulang-ulang mereka melakukan itu, sampai mereka bosan.

“Gagah bohong!” seru seorang anak.

“Ya. Tak ada penumpang mobil yang turun untuk memberi uang pada kita,” sahut temannya.

“Kita pulang saja!” ajak yang lain.

“Bagaimana dengan tiang-tiang itu?”

“Biar saja rubuh. Ayo, kita pulang!”

Seorang bapak keluar dari pintu sebuah rumah.

“Hei, kalian apakan tiang benderaku?” hardik si bapak.

Anak-anak itu berlari ketakutan.

“Jangan lari kalian!” teriak si bapak, lalu menegakkan tiang bendera di depan rumahnya. “Dasar anak zaman sekarang. Tidak bisa menghargai sejarah!”

***

Tak ada teman yang percaya ketika Gagah bercerita ia mendapatkan uang dari seorang ibu pemesan jahitan. Gagah tidak kecewa. Ia tetap meneruskan kebiasaannya menegakkan tiang berbendera merah putih yang rubuh. Ada yang memberinya uang, makanan, buku tulis, atau sekadar ucapan terima kasih. 

Selama 7 hari, ke manapun Gagah melangkah, angin bertiup kencang sesaat merubuhkan tiang berbendera merah putih. Gagah menegakkannya kembali dan menghormat. Selama HUT kotanya tahun ini, Gagah merasa sangat bahagia.

***SELESAI***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Sudah amat mustahil, jaman ini ada anak setipikal Gagah. 😔 🇮🇩🇮🇩🇮🇩/🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩 alias 3/5 dari saya. 🤗🙏
Rekomendasi dari Drama
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Novel
Tidak Ada Desember Tahun Ini
dey
Novel
Akhir penemuan cinta
syaehoni
Novel
Bau Peapi
Reni Hujan
Novel
Bronze
Sujud Terakhir Bapak
Alfian N. Budiarto
Cerpen
Mona Lisa
Damar febriansyah
Novel
Bronze
Merenda Cinta Di Atas Duka
Rainzanov
Novel
Bronze
Life of Nadia - Original Version
mr. putri
Novel
Sama Dengan
Muhammad Alfi Rahman
Flash
Bronze
Si Kakek Pengangguran dan Pemilu
Nuel Lubis
Novel
GURU
Di Pindho Bismoko
Novel
Bronze
Sebuah Subuh di Lawang
Redhite K.
Flash
TAWA
Rifatia
Flash
Mawar Hitam
Drew Andre A. Martin
Novel
Bronze
Ilusi Lusi ~Novel~
Herman Sim
Rekomendasi
Flash
Hormat Bendera Grak !!!
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Janji Seorang Badut
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kerinduan Kucing Jalanan
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Menunggu Kakak Pulang
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Tas Papa
Sulistiyo Suparno
Flash
Sekali Saja Aku Mencintaimu
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Bintang Sinetron
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Disiplin
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Jangan Jadi Orang Baik
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Pengangguran
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Pendengar Setia
Sulistiyo Suparno
Flash
Cinta di Ujung Lidah
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kepalsuan
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Dering Telepon Tua
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Menembak Gagak
Sulistiyo Suparno