Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Jalan Pintas
4
Suka
1,923
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Cici berbaring di springbed pink bergambar Barbie. Gadis 17 tahun itu mengela napas bahagia. Ia telah melalui perjuangan yang melelahkan. Sekarang hasilnya sungguh gemilang. Sepuluh cerpen dimuat dalam tiga bulan!

Keesokan hari, Cici membawa majalah itu ke sekolah. Teman-teman berebut ingin membaca cerpen terbaru Cici. Majalah itu sampai lecek.

“Cici, kamu dipanggil Bu Hanifah,” kata seorang teman yang baru masuk ruang kelas.

Cici melangkah ke ruang guru. Bu Hanifah sudah menunggunya. Guru Bahasa Indonesia itu tersenyum dan mengucapkan selamat pada Cici. Pasti Bu Hanifah sudah membaca majalah Cemara edisi terbaru di perpustakaan sekolah.

“Begini, Cici. Sekolah kita dapat undangan untuk mengikuti lomba cipta cerpen SMA tingkat kota. Saya merekomendasikan kamu untuk mengikuti lomba itu,” kata Bu Hanifah.

Cici merasa terhormat, ia pun mengangguk.

***

Pulang sekolah Cici mampir ke Pasar Senggol. Menuju lapak majalah bekas langganannya. Setengah jam kemudian Cici membayar untuk sepuluh majalah bekas edisi tahun 1980-an, kemudian pulang.

Keesokan hari, Cici menemui Bu Hanifah.

“Wah, cepat sekali. Kemarin ibu minta, eh, hari ini sudah jadi cerpenmu,” kata Bu Hanifah kagum.

Cici tersenyum bangga. Keluar dari ruang guru, ponsel Cici berdering. Masuk sebuah surel dari redaksi majalah Cemara. 

Yth. Cici Paramita.

Dengan hormat.

Berdasarkan laporan dari pembaca dan setelah kami telusuri, kami menemukan bukti yang akurat bahwa cerpen-cerpen Anda yang telah dimuat di majalah kami adalah hasil jiplakan. Kami telah mengadakan rapat, dan kami memutuskan untuk mem-black list Anda. Anda tidak kami perkenankan mengirimkan lagi cerpen ke majalah kami selama-lamanya.

Hormat kami

Stella

Redaktur Fiksi

Wajah Cici tegang. Tangannya gemetar. Ponsel digenggamannya nyaris jatuh. Menuju ruang kelas, langkah Cici seperti berjalan di kedalaman lumpur.

***

Seminggu telah berlalu. Di ruang guru, Bu Hanifah telah menanti. Sorot matanya tampak redup. 

“Saya malu, Ci,” kata Bu Hanifah. “Sekolah ini malu. Kamu telah menaburkan setitik nila ke dalam sebelanga susu.”

Bu Hanifah mengeluarkan majalah Cemara edisi terbaru dari laci meja.

“Meski pengumuman dalam majalah ini tidak mencantumkan sekolahmu, tapi banyak orang tahu kamu sekolah di sini,” Bu Hanifah menunjuk sebuah pengumuman di majalah itu.

Cici melirik pengumuman itu.

Kami memohon maaf kepada pembaca, karena telah memuat cerpen-cerpen karya Cici Paramita yang ternyata hasil menjiplak. Kami telah mem-black list cerpenis tersebut. Kepada cerpenis lain, kami harap tidak melakukan tindakan tidak jujur. Jujurlah sejak dari muda.

Tangis Cici pecah. Beberapa guru di ruangan itu, menoleh. Tatapan mereka kecewa bercampur iba.

“Maafkan saya, Bu. Saya menyesal,” kata Cici di sela tangisnya.

Bu Hanifah mengeluarkan stopmap merah dari laci meja.

“Ini cerpenmu. Kita batal mengikuti lomba itu.”

Cici tertegun.

***

Pulang sekolah Cici bergegas berganti pakaian, makan siang dengan cepat, kemudian pergi. Pada ibunya, Cici berpamitan hendak ke rumah teman. Ia naik angkot dan turun di depan sebuah kompleks perkantoran berlantai tiga. 

Cici membuka pintu kaca gedung itu. Di meja customer service, seorang perempuan muda berambut sebahu berdiri menyambutnya. Cici segera mengisi formulir.

“Cici Paramita?” si customer service bergumam, saat membaca formulir Cici. “Rasanya nama ini tidak asing bagi saya. Apa Mbak pernah menulis cerpen di majalah?”

“Mm ... mungkin orang lain, Mbak. Mungkin kebetulan nama kami sama. Oh ya, berapa biaya kursusnya, Mbak?”

“Gratis, Mbak. Kursus menulis ini adalah program amal dari kami. Menyambut ulang tahun lembaga bimbel kami yang ke duapuluh. Ini ada brosurnya, Mbak,” si customer service memberikan sebuah brosur.

“Oh, baiklah. Kapan mulainya, Mbak?” tanya Cici.

“Senin lusa, Mbak. Mulai pukul tiga sore.”

***

Cici bergegas mencegat angkot. Ketika sampai rumah, Cici berseru memanggil ibunya.

“Ibu, ibu!”

Ibu sedang duduk membaca buku di ruang tengah. Cici memeluk kaki ibu dan menangis.

“Kamu kenapa, Nak?”

“Ampuni Cici, Ibu. Ampuni Cici.”

“Ya, Nak. Tapi kenapa? Ada apa?”

Cici makin erat memeluk kaki ibu. Saat ini ia ingin menangis, menumpahkan segala sesal di dada. Apapun yang akan terjadi, ia akan menceritakan semuanya pada ibu. Semuanya!

***SELESAI***

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
akhir dengan permulaan yang apik, dengan diblacklistnya Cici, ia pun jadi mau belajar bagaimana caranya menulis lewat kursus. great, pak. 🤗 🌟🌟🌟🌟/🌟🌟🌟🌟🌟
@lumbalumba14 : Terima kasih sudah berkunjung, Kak. Semoga Cici baik-baik saja.
Nggak papa, ini pelajaran berharga. Berjuanglah Cici ...
Rekomendasi dari Drama
Novel
Bronze
Apakah Aku Waras?
Maria Ulfa
Novel
Buku Cinta Seorang Chef
anakucilibo
Flash
Jalan Pintas
Sulistiyo Suparno
Novel
Jangan Jatuh Terlalu Dalam
kingsleigh
Novel
Bronze
Thin Is My Love
Diena Mzr
Novel
Jadi, Boleh Aku Mencintaimu?
Shinta Puspita Sari
Novel
Bronze
Ilusi Belaka
AyundaFransisOctavia
Novel
Bronze
Arca, Alien, dan Bunga Daisy
Deasy Wirastuti
Flash
Beauty Scratch
Keyda Sara R
Cerpen
Bronze
Nyonya Indo dan Enam Anak Perempuannya
Abdi Husairi Nasution
Novel
Gold
Tujuh Puisi Cinta Sebelum Perpisahan
Mizan Publishing
Novel
Bronze
My Little Lisa
Chris Aridita
Novel
Bronze
Intact Yet Broken
Fann Ardian
Flash
SEMANIS COKLAT
M Fadly Hasibuan
Novel
Tempurung Kaca
Panca Lotus
Rekomendasi
Flash
Jalan Pintas
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Daun Jati
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kerinduan Kucing Jalanan
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Seorang Novelis Telah Mati
Sulistiyo Suparno
Flash
Nyonya Gerda dan Sepasang Rusa
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Tujuh Daun Bidadari
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Membunuh Tanpa Senjata
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Jangan Berurusan dengan Polisi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Kebal Peluru
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Keluarga Pendiam
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Pangeran di Halte Tua
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Membelah Televisi
Sulistiyo Suparno
Cerpen
Bronze
Rolet dan Pisau Lipat
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Semua Hari Baik
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Kecupan Rere
Sulistiyo Suparno