Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Si Buta di Angkutan Kota
2
Suka
1,452
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

SI BUTA DI ANGKUTAN KOTA

Jam 8 pagi aku berangkat mau mengunjungi perpustakaan kota. Sekitar 20 menit waktu yang diperlukan untuk sampai ke sana. aku pilih Angkutan umum yang aku gunakan untuk pergi ke sana. Aku malas untuk mengendarai kendaraan sendiri, dan juga yang kedua aku tidak punya kendaraan pribadi. Naiklah aku di persimpangan jalan dengan angkot warna putih bernomor 08. Tidak ada yang aneh, kurasa baik-baik saja. memang ada seseorang yang agak mengganggu pikiranku dalam angkot ini, tapi ini masih bisa dikendalikan. Kebetulan angkot ini penuh hingga hampir berdesakkan satu sama lainnya. 

Ada sepasang suami istri dan dua anaknya yang paling disoroti oleh semua penumpang. Yang satu laki-laki kakaknya, yang satu lagi perempuan adiknya. Si suami itu seorang yang buta. Terlihat dari matanya ia sudah menutupi seluruh bagian kelopaknya. Entah apa yang membuatnya seperti itu, aku tidak tahu. Berbeda dengan istrinya ia adalah orang yang normal seperti umumnya orang. Namun yang beda darinya adalah ia tidak mengenakan sepasang sandal hanya menggunakan pijakan kaki ke tanah tanpa adanya alas kaki. Nampaknya ia sudah biasa dengan kaki yang kuat berjalan tanpa menggunakan alas kaki sama sekali, pikirku dalam hati.

Ada anak perempuannya dengan rambut yang tergerai mencapai pundaknya. Ia duduk sambil memegang es krim yang meleleh ke dalam bajunya. Orang-orang di angkot pun semua tertuju padanya. Mungkin ada keanehan dari diri mereka termasuk aku yang duduk di dekat pintu masuk angkot. Ada orang yang memandangnya dengan tatapan sinis. Seolah-olah ia jijik terhadap orang itu, sehingga ia tidak mau berdekatan denganya. Seseorang penumpang lain bertanya dengan nada yang agak mengejek. 

“Kamu seorang pemulung ya?”

“Tidak malu apa, pakaian lusuh, anak seperti ini!”

“Hmm..bukan” jawab si Ibu santai.

“Terus anakmu dibiarkan seperti ini, gak kasihan apa?”

“Aku hanya manusia seperti kalian, namun cuma nasib yang membedakanku denganmu!” sergah si Ibu.

“Alahhh ..sok-sok an bicara nasib kamu!”

“Hei! jaga mulutmu” bantah si Ayahnya.

“Kami ini adalah seorang …”

“Eh maaf keceplosan ..”

“Siapa?” jawab si penghina itu penasaran.

Sepasang suami istri dan anaknya itu kemudian turun bersamaan dengan angkotnya itu di depan kantor perusahaan terkenal di bidang makanan cepat saji. Angkotnya pun merupakan yang di setting oleh si bapa untuk menjalankan misinya ini. Disambut meriah ucapan selamat ulang tahun dari anak buahnya dan menyalaminya satu persatu tanpa merasa jijik sedikitpun. Dan bahwa mereka tahu yang disalaminya adalah seorang pimpinan pengusaha terkenal di Indonesia yang sedang menyamar menjadi gelandangan untuk mencari orang-orang yang masih memiliki kejujuran dan akhlak kepada siapapun dan bagaimanapun kondisi orang tersebut saat ini. Dan ternyata kata si bapa tua itu masih banyak manusia yang melihat topeng daripada isi cerminan dari dalam dirinya.

Si penghina pun tertunduk malu kepada mereka. Dan akhirnya ia pergi begitu saja dari angkot tanpa mengucap sepatah katapun pada mereka.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Ceritanya menarik dan pemilihan kata yang umum digunakan memudahkan pembaca, plot twist nya dapet banget lagi, seru pokonya.
Rekomendasi dari Drama
Flash
Menahan
Jaydee
Flash
Si Buta di Angkutan Kota
Herdi Riswandi
Novel
Bronze
Ankle Breaker Origin
Dhimas Ardhio
Novel
KITA DI WAKTU ITU
mahes.varaa
Novel
Bronze
Purnama
kusnara
Novel
Your Stupid Girls
Gracia Wee
Novel
Selamanya
zaky irsyad
Novel
Bronze
Absurd, Abstrak, dan Aling
KOJI
Novel
im.pi.an (Menurut Kim)
Putriyani Hamballah
Novel
Gunawan dan Rosela
Dirman Rohani
Novel
Your eyes cant't lie Boss
Achmad Taufan
Novel
Bronze
Sulung
Puan Purnama
Novel
Hilang
nawa
Novel
Delay
Imajiner
Novel
Bronze
Surat Merah Jambu
Desma_F3
Rekomendasi
Flash
Si Buta di Angkutan Kota
Herdi Riswandi
Flash
Perjalanan Paling Berkesan
Herdi Riswandi