Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Di pinggiran kota berdiri sebuah pasar yang megah dengan segala kesibukan orang-orangnya. Para pembeli mondar-mandir kesana-kemari menyusuri setiap tenda yang menjual semua kebutuhan, Suara teriak para penjual terdengar ke seantero pasar, Kedai-kedai sibuk melayani para pelanggan. Begitulah pasar pada umumnya selalu ramai dengan orang-orang nya yang penuh semangat.
Namun rasa ramai dan semangat yang diciptakan pasar tidak terasa oleh seseorang yang sepanjang diamnya di pasar hanya menggerutu. Dia seorang pengemis yang selalu merasa setiap hari adalah hari buruk untuknya. Umurnya tidak terlalu tua dan tidak muda berkisar 40-50 tahun. Orang-orang pasar sudah terbiasa atas keberadaannya, gerutunya, meminta-mintanya yang terkesan memaksa, bahkan tak jarang dia mencaci maki orang yang lewat hanya karena orang tersebut tidak memberikan sebagian hartanya untuk dia. Banyak berita yang simpang siur soalnya. Ada yang bilang dia adalah seorang raja yang jatuh miskin, ada yang bilang budak seorang alkemis, namun semua kisah itu hanya sekedar cerita lewat mulut ke mulut. Tapi yang pasti dia orang luar negri yang datang ke negri ini 30 tahun lalu. Yang entah apa yang terjadi atas masa lalunya yang membuat dia seperti ini.
Hari itu sangat panas, kemarau sedang sangat tidak bersahabat dengan warga kota, termasuk orang-orang pasar yang sangat merasakan tajamnya terik matahari menggores kulit. Pak tua pun ikut merasakan hal yang sama, dia memutuskan untuk pulang lebih awal ke gubuknya yang jauh dari kota dan pasar. Dia tinggal di sebuah gubuk yang berada dibawah pohon kurma milik seorang saudagar kaya raya yang merasa tidak masalah dengan keberadaannya di kebun, bahkan saudagar menganggapnya sebagai penjaga kebun gratis. Dia akhirnya sampai di gubuknya tepat siang menjelang sore hari, sambil berteduh menunggu malam hari dia mulai memakan kurma-kurma yang jatuh tertiup angin. Hal ini sering dia lakukan karena dia menganggap kalau hal itu wajar karena dia tidak mencuri. Dia makan kurma sambil menggerutu karena kurma yang dia makan tidak mengenyangkan perutnya.
Sore menjelang malam dia mulai mengantuk, matanya terasa berat sehingga dia sulit menahannya. Sambil merasakan ngantuk dia melihat secercah cahaya yang terang dibalik sebatang pohon kurma yang tak jauh dari hadapannya. Awalnya pak tua menganggap bahwa itu halusinasi saja, karena cahaya tadi seketika redup saat pak tua sadar akan cahaya itu. Namun saat hendak menyandarkan punggungnya lagi dia kaget melihat cahaya itu muncul lagi. Pak tua pun penasaran dan menghampiri cahaya itu dan saat dilihat ternyata ada seorang bocah yang kira-kira berumur 10-12 tahun. Pak tua heran dengan keberadaan bocah itu yang sedang bengong menatap ke salah satu pohon didepannya. Pak tua bertanya: "sedang apa kamu disini," Tidak ada jawaban dari bocah itu. Pak tua melihat ke sekeliling kebun untuk memeriksa ada keluarga disekitar kebun, namun dia tidak melihat siapa pun. Pak tua menanyakan lagi: "siapa namamu?" Dengan nada pelan tapi sedikit kesal. Si bocah tidak menjawab sepatah kata pun namun kali ini dia hanya melirik ke pak tua. Pak tua tak mau ambil pusing, dia segera kembali ke gubuknya. Namun setelah diperhatikan dia tersadar bocah tadi masih diam tidak bergerak.
Hari sudah mau larut, anak itu masih di sana bahkan saat angin mulai menghardik kulit dengan dinginnya. Pak tua teringat bocah itu tidak memakai baju tapi hanya celana compang camping yang sudah tipis kainnya. Pak tua kembali dan tanpa menyapa langsung membawa bocah tersebut ke gubuknya. Di Gubuk mereka tidak berbicara, pak tua pun hendak tidur, bocah itu bertanya: "kenapa kau seperti itu?" Pak tua heran dan bertanya: "apa maksud mu? Karena aku menyelamatkan mu? Berterimakasih lah kau masih ku izinkan berada disini," Dengan nada yang tinggi dan raut wajah yang kesal. Si bocah hanya menggeleng dan mengatakan:"kenapa kau selalu marah-marah seolah semua orang musuhmu?" Pak tua berkata:"itu bukan urusanmu aku hidup lebih lama dan banyak hal terjadi pada ku dan kau tidak akan mengerti," Namun si bocah terus menanyakan pertanyaan tersebut yang akhirnya membuat pak tua kesal. Yang akhirnya dia mengatakan mengapa dia selalu marah-marah.
Ini tejadi saat dia berusia 5 tahun, ketika itu dia baru tahu kalo ibu yang merawatnya selama ini adalah hanya seorang ibu panti asuhan yang memiliki sifat kejam dan suka menghardik dia. 7 tahun kemudian dia pergi dari panti asuhan menuju pasar dan mulai bekerja dengan tekun di sana. 10 tahun kemudian dia jadi berkecukupan dan mulai pindah ke negri ini untuk mencari peruntungan lebih. Sampainya disini dia menikah dengan seorang perempuan dan memiliki seorang anak. Namun perjuangannya runtuh seketika istri dan anaknya sakit parah dan meninggal. Saat itu pak tua sangat bingung dan putus asa, sahabatnya berkhianat dan mengambil semua hartanya. Begitulah kisah pak tua yang sangat menyakitkan. Pak tua mengatakan:" Aku kecewa dengan jalan hidupku sendiri, ingin rasanya aku bunuh diri tapi aku terlalu takut untuk melakukannya,"dengan suara yang lembut seolah kata-kata tadi langsung dari hatinya.
Bocah tadi merespon dan mengatakan: "sepertinya aku tahu masalah mu tuan," Pak tua pesimis dengan jawaban bocah itu. Bocah tersebut mengatakan:"masalah nya adalah anda menggantungkan kasih sayang, cinta dan kepercayaan kepada manusia. Pak tua berkata:"apa maksudmu bocah," Dengan raut wajah penasaran. Bocah menjawab:"Maksudku tuan, anda menggantungkan segalanya kepada manusia yang bisa berubah karakter dan keadaannya. Sedangkan kau lupa ada Tuhan yang selalu menjagamu dan memperhatikanmu", jawab bocah. Pak tua memberi respon, "Maksudku gini pak tua waktu kau lahir kedua orang tua mu mati dan kau baru tahu penjaga panti asuhan bukanlah orang tuamu, dan kau kecewa, kecewa atas kasih sayang yang diberikan orang tua aslimu tidak sampai kepada mu, lalu ketika kau menikah istrimu dan anakmu adalah cintamu, lalu mereka mati dan kau mulai frustasi karena kehilangan cinta mu. Saat kau mempercayai sahabat mu dia malah menipumu dan memiskinkan mu. Itulah yang terjadi bila bergantung pada manusia. Sedangkan Tuhan memberikan kasihnya kepadamu lewat udara yang kau hirup, mencintaimu dengan setiap kurma yang kau pungut, mempercayaimu dengan membiarkan nyawamu berada dalam tubuh mu sampai hari ini," Bocah itu berhenti menjelaskan. Mata pak tua mulai menangis tersedu-sedu menyadari apa yang telah dia lakukan selama ini kepada Tuhannya, yang memberikan semua rahmat kepadanya tanpa sekalipun dia berterima kasih. Pak tua terus menangis, ketika pak tua mengangkat kepalanya dia sadar bocah tadi sudah tidak ada di depannya. Disanalah dia menyadari siapa bocah tadi.