Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Heii kesini dong, lihat nih lucu gak ikannya?" dari arah bawah gadis dengan gaya rambut dikuncir belakang memanggilku atau lebih tepatnya dialah orang yang selalu bersamaku setiap harinya.
"Kan warna ikannya emang gitu, apanya yang lucu?" aku menanggapi ocehan dia dari atas jembatan. Setiap harinya dia memintaku untuk menemaninya berkeliling dan tempat favoritnya yaitu kolam ikan. Tak seperti gadis pada umumnya, dia lebih memilih untuk berlama-lama bermain dengan kolam yang penuh dengan ikan.
"Udahan aja, udah hampir malam ini. Besok kita kesini lagi dah," panggilku untuk mengajaknya pulang.
"Iya-iyaa sebentar lagi tanggung nih ikannya pada ngumpul Shaka," jawabnya dengan nada memohon.
"Ya udah kalau gitu aku tinggalin aja dah," aku berjalan lurus mencoba meninggalkan Dahayu disana.
"Ehhh jangan ninggalin aku sendiri ..., iyaaa aku pulang tapi tungguin," dengan sedikit panik Dahayu berlari mengejarku.
“Maaf ya udah ngerepotin, ntar sekali-sekali aku kasih hadiah deh," Dahayu yang saat ini sudah berada disampingku. Setiap kali kami bertemu, Dahayu selalu mengucapkan maaf, bahkan aku sudah hafal setiap kali saat pulang ia mengatakan itu.
Kalau ditanya bagaimana aku bisa bertahan dengannya, karena sifatnya yang berbeda dengan yang lain. Aku memiliki cara pandangku sendiri untuknya, bagiku dia segalanya karena tanpa dirinya mungkin aku sekarang tidak bisa berdiri disampingnya.
***
"Kamu kan suka banget dengan ikan, nanti kita pergi sama-sama lagi ya."
"Kamu ingat gak dulu kamu hampir tenggelam gara-gara mau nangkap ikannya, untung aja aku yang nolongin."
"Saat itu pun kamu pernah juga kan nangis gara-gara ikan yang kamu suka mati dikolam."
"Aku tahu tempat yang bagus nih, banyak ikannya nanti kita lihat berdua sampai malam disanapun tempatnya terang." Rangkaian dialog yang terus diucapkan tanpa ada balasan. Dengan tangan yang terus menggenggam erat. Perasaan sedih tak dapat disembunyikan olehnya, berharap mata tersebut bangun dari tidurnya.
“Kamu ingat gak saat itu aku hampir celaka, tapi kamu nyelamatin aku.”
“Aku mohon setidaknya ucapkan kata maaf itu sekali lagi, bukan ini yang aku inginkan. Setidaknya bukalah matamu untukku.”
Terdengar suara peralatan medis tiap detiknya, Dahayu mengalami koma karena suatu kecelakaan yang masih belum diketahui siapa pelakunya.
Keceriaan Dahayu yang tiap harinya kini tidak dapat dilihat lagi, perasaan bersalah karena tidak dapat menjaga Dahayu terus mengahantui diri Shaka. Meskipun Dahayu tidak menginginkan tetapi ia rela kalaupun harus menukarkan hidupnya demi Dahayu sembuh.
Kejadian demi kejadian saat bersama Dahayu memenuhi kekosongan Shaka, andaikan ia dapat menjaga Dahayu dengan baik, andaikan hari itu ia tidak membiarkan Dahayu menjenguk dirinya, andaikan saja ia dapat berbicara dengan Dahayu untuk terakhir kalinya.
Suara riuh memenuhi ruangan dengan dokter yang sibuk melihat kondisi Dahayu yang tak terduga kondisinya menurun drastis.
“Andaikan saja aku memiliki 25 jam sehari, maka aku akan menyisakan 1 jam untukku dan 24 jam untuk kita bersama.”