Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kami mau reunian di Jogja, biar seru kami sepakat berangkat rame-rame dari Jakarta naik kereta api. Kebetulan salah satu teman jadi komisaris di PT KAI.
Tapi keretanya tidak gratis, kami menolak mentah-mentah karena sebagian di antara kami berstatus PNS yang sangat haram menerima gratifikasi. Kalo ketahuan, bisa dipecat atau minimal dimutasi jauh ke ujung negeri.
Biaya sewa urunan, tapi teman komisaris itu tetap ngotot harus berkontribusi lebih, makanya dia maksa mau nyetirin keretanya sendiri. Yaokelah, gapapa. Toh, sepertinya gak susah ya jadi masinis.
Tapi justru itu kesalahan fatal, waktu lewat Secang, masinisnya salah belok. Seharusnya belok ke kanan eh malahan ke kiri. Akhirnya baru nyadar ketika sudah sampai di Ambarawa. Dan di sana kereta canggih kami tiba-tiba berubah menjadi kereta uap berbahan bakar batu bara. Trus, kami kehabisan bahan bakar karena harga batu bara melonjak dan semua batu bara diekspor ke luar negeri.
Di Ambarawa kami terpaksa berhenti, dan berdebat. Ada aktivis lingkungan hidup yang anti-batubara, justru senang, mengusulkan kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Wewh, katanya jaraknya dekat kok, dibandingkan jarak Jakarta-Jogja. Yaiyalah, mosok yaiyadong?
Kawan masinis, eh maksudnya komisaris mengirim telegram ke venue di Jogja menyampaikan masalah yang kami hadapi. Eh, ternyata tinggal rombongan kami yang belum nyampe ke venue.
Kejutannya, mereka memutuskan untuk memindahkan venue ke Ambarawa sehingga kami tak perlu berjalan kaki ke Jogja. Mereka yang akan bergeser ke Ambarawa.
Saat itu sudah menjelang magrib. Kami akhirnya bersih-bersih lahan di Ambarawa, karena selain memakai mobil pribadi, motor besar, ada juga teman yang bawa pesawat terbang (halah halah, ngrepoti tenan ini kawan satu itu!).
Waktu kumpul malam-malam, mengelilingi api unggun, barulah kami menyadari ada satu orang kawan yang ketinggalan di Jogja, dan satu orang yang tadi sudah di Ambarawa, pamit ke Semarang tetapi sampai malam belum juga balik.
Ketua kegiatan reuni mengirim telegram ke dua orang kawan itu dan mengabarkan bahwa mereka akan menyusul jika kondisi memungkinkan, dan jika tidak ya ditinggalkan saja.
Yang di Semarang katanya diajak rapat mendadak oleh Mas Ganjar. Sementara yang di Jogja masih di Adi Sucipto, nungguin pesawatnya Mas Anies dari Jakarta yang tertunda keberangkatannya karena permasalahan operasional.
Kami semua kemudian sepakat untuk melanjutkan acara reuni tanpa kedua orang teman kami itu.