Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Pembunuh Mimpi
0
Suka
8,979
Dibaca
Flash Fiction ini masih diperiksa oleh kurator

Tiga anak kembar duduk di depan bapak dan ibunya setelah lulus TK. Mereka adalah Rani, Randi, Rini. Ibu yang wajahnya berseri-seri menanyakan apa cita-cita mereka.

“Kalian kalo sudah besar mau jadi apa?” Tanya ibu.

“Aku mau jadi orang kaya!” Ujar Rani dengan lantang. “Biar kita punya rumah yang gede dan ada kolam renangnya!”

“Bagus!” Kata ibu dengan senyum yang lebar. “Ibu doakan kamu jadi orang kaya. Kerja di perusahaan besar, punya usaha yang sukses, dan punya rumah yang ada kolam renangnya.”

Ibu memeluk Rani dengan erat.

“Aku mau jadi tentara!” Jawab Randi.

“Bagus!” Ujar bapak. “Bapak akan usahakan kamu biar kamu jadi tentara. Dari sekarang bapak akan mencari kenalan yang bisa membawamu menuju impianmu. Tidak usah khawatir tentang biaya, karena untuk kamu, bapak bisa memberikan dunia dan seisinya.”

Bapak memeluk Randi dan mengelus kepalanya dengan wajah penuh rasa bangga.

Rini hanya melihat kedua saudara kembarnya dengan cemas.

“Hm…, kalau aku sudah besar nanti, aku mau menjadi artis musikal,” ucapnya dengan pelan.

Gambaran keluarga hangat yang tengah berlangsung berubah menjadi dingin. Tidak ada pelukan, dukungan, atau dorongan semangat yang diberikan. Mereka berempat melihat Rini dengan tatapan meremehkan.

“Punya cita-cita yang realistis dong!” Ujar Randi.

“Emangnya kamu bisa nyanyi? Bisa akting?” Tanya Rani.

Rini menjadi murung dan melihat kedua orang tuanya.

“Ck ck ck,” bapak menggelengkan kepala. “Emang bisa ngehasilin duit? Cita-cita kok kayak gitu. Liat dong Rani sama Randi, Rani mau jadi orang kaya, Randi mau jadi tentara, lah kamu malah mau jadi artis musikal, memangnya itu apa?”

Rini melihat ibunya, berharap sang ibu membelanya.

“Halah, emangnya suara kamu bagus? Cita-cita kok aneh begitu. Itu kan pekerjaan nggak pasti. Mending kamu jadi pegawai negeri malah jelas tiap bulan dapet gaji. Nyanyi-nyanyi di panggung gitu memangnya kamu bisa? Palingan juga takut terus nangis. Emangnya kamu nggak mikir nanti kalo kamu ada salah di panggung yang malu siapa? Ya ibu lah. Ini ibu ngomong demi masa depan kamu ya, ganti! Ibu nggak mau denger kamu pengen punya pekerjaan nggak jelas di masa depan.”

Bapak dan ibu kembali memanjakan Rani dan Randi, meninggalkan Rini yang sedang terluka walaupun luka itu tidak terlihat oleh mata telanjang.

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)
Rekomendasi dari Drama
Flash
14 Februari Ketujuh
Salmah Nurhaliza
Flash
Bronze
Coretan Cinta
Sia Bernadette
Flash
Pembunuh Mimpi
Gita Sri Margiani
Novel
Bronze
Purnama
kusnara
Novel
Bronze
Balada Sepasang Kekasih Gila
Han Gagas
Novel
Gold
Little Did We Know
Falcon Publishing
Flash
Orang Kaya Mah Enak
Syashi Ammar
Novel
Tidak Ada Desember Tahun Ini
dey
Novel
SARU [Kumpulan Cerita]
Rizky Anna
Flash
REKAYASA
Reiga Sanskara
Flash
Bronze
Patmo & Cerita Kematian Anaknya
Sulistiyo Suparno
Flash
Bronze
Yang Pergi Tak Selalu Pindah Hati, Yang Berdiam Diri Tak Selalu Menanti
Silvarani
Flash
Bronze
Cincin di laci sebelah
Okhie vellino erianto
Novel
You Are the One
Ahlul Sadu
Novel
Our Galaxy
Pyoo
Rekomendasi
Flash
Pembunuh Mimpi
Gita Sri Margiani
Novel
JOANA
Gita Sri Margiani
Flash
Siapa Yang Tertawa Tadi Malam
Gita Sri Margiani
Novel
Bronze
Gang Sukacita, 1998
Gita Sri Margiani
Flash
Bronze
Berakhirnya Pesta Karaoke
Gita Sri Margiani
Flash
Bronze
Jujur Untuk Kebenaran Atau Bohong Untuk Pencitraan?
Gita Sri Margiani
Novel
Namaku Pingku
Gita Sri Margiani
Skrip Film
di balik layar : FIRASAT
Gita Sri Margiani