Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Airin pagi-pagi sudah merasa sedikit kesal, entah karena perutnya sedang sakit akibat hari pertama haid atau karena suaminya sedari tadi tak hentinya menceritakan tentang kisah masa senja temannya.
Usia suaminya 37 tahun dan rekan kerja suaminya yang sama-sama bergelut pada bidang tukang photo atau tren-nya sekarang adalah seorang fotografer tempat wisata bernama Pak Anton berusia 55 tahun.
Suaminya mengungkapkan rasa ibanya pada temannya yang usia tidak muda lagi namun di penuhi dengan permasalahan rumah tangga yang pelik. Yang seharusnya di usia pernikahan ke 30 tahun sedang menikmati masa senjanya yang indah. Anaknya tiga, 1 sudah berkeluarga, nomor 2 akan wisuda sarjana, nomor 3 akan masuk SMA. Suaminya menceritakan hidup Pak Anton yang terkesan menderita, anaknya tidak ada yang peduli dengan kesusahan orang tua, istrinya suka bermain judi online, dan terjebak dalam hutang yang tidak cukup jika surat tanah rumahnya di gadaikan ke Bank.
"Jika dia menceritakan masa senjanya yang menderita, seharusnya kamu juga minta dia ceritakan masa mudanya. Jangan setengah-setengah saja. Jadi kamu tidak tahu bagaimana mulainya hidupnya yang harusnya bahagia malah di masa tua menderita." Ujar Airin, mematikan kompor setelah selesai dengan masakannya.
"Kamu ini memang tidak enak jika diajak ngobrol. Sekali-kali jadi air untuk suaminya, apa tidak bisa?" Balas Suaminya kesal, membanting sendok di tangannya yang akan mulai menyarap nasi dan lauk.
Airin tersenyum, dan menyeringai ke arah suaminya.
"Ternyata menjadi temanmu lebih menyenangkan daripada istrimu. Bagaimana tidak, kamu bahkan bisa menceritakan detail permasalahan temanmu, yang hanya sekali dua kali bercerita. Bagaimana denganku? Aku yang menunggu kepulanganmu di depan pintu saat hari mulai petang, bangun tengah malam melayanimu, pagi membuatkan sarapan untukmu. Ada tidak kamu tahu apa yang aku inginkan? Saat aku ajak berbicara pagi hari kamu terburu-buru dengan sarapannmu dan bergegas pergi. Saat malam berbaring berdua aku ajak bicara kamu bilang aku tidak pengertian karena kamu lelah, seakan ceritaku membosankan dan tidak penting." Ucap Airin kesal, seakan cerita pagi suaminya menjadi boomerang api yang menyulut emosi Airin yang merasa tidak pernah di hargai.
"Jika kamu ingin aku jadi air dengan sikapmu yang seperti api yang ada hanya air mendidih yang akan aku berikan!" Gertak Airin lalu masuk kamar, merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Mengatur nafasnya yang berat dan mulai memejamkan matanya mencari ketenangan. Sebatas itu kemarahan Airin yang masih mencintai suaminya.