Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Saat di mana...
Tempat di sana...
Aku tidak berada...
Sering tidak di sini.
Di tempat lain,
Tak tahu di mana.
‘Hei... sudah berapa kali aku memergokimu tidak di sini! Di mana kamu? Ke mana?’ dia bertanya.
‘Aku tak tahu, yang jelas tidak di sini.’
Ragaku berada.
Tidak jiwaku, di sini.
Kenapa terjadi sering, aku tak tahu.
Ke mana perginya jiwaku?
Aku tak tahu.
‘Hei... kemarin aku melihat jiwamu menari-nari di atas awan! Kusapa, dan dia bilang salam untuk raganya.’
Seseorang berkata suatu hari.
Ragaku diam tak berkomunikasi, bahkan dengan jiwanya.
Raga yang kehilangan jiwanya.
Jiwaku tak merasa kehilangan raganya.
Jiwaku sepertinya bebas melayang, menari-nari.
‘Hei… kalau tidak salah aku baru saja papasan dengan jiwamu, dia berjalan sambil bernyanyi-nyanyi di taman kota.’ Orang yang lain lagi berkata pada ragaku, yang di sana, tapi tidak juga.
Raga yang kehilangan jiwanya, tak tahu ke mana perginya.
Ragaku di sana, duduk terdiam selama 20 tahun, tapi tidak juga.
Kapan kembalinya jiwa yang bebas untuk tak kembali?
Kapan berhentinya raga yang tak bebas untuk tak berhenti?
‘Hei... jiwamu mengalami kecelakaan, dia tertabrak kereta, remuk di dalam, tapi jangan kuatir, tak terlihat di luarnya.’
Kabar itu perlahan membuat ragaku mulai merasakan keberadaannya. Jiwaku. Jiwaku menyelinap datang mendekati ragaku yang tidak bebas untuk tidak menunggunya. Jiwaku. Sakit.
Sakit.
Sakit sekali yang terasa ketika jiwaku masuk.
Masuk ke dalam ragaku.
Pegal-pegal dahsyat seluruh tubuh yang cepat berakhir seketika sesaat jiwa dan ragaku menyatu.
Ragaku merasakan jiwaku yang telah remuk di dalamnya. Ragaku mempertanyakan kenapa jiwaku membiarkan kecelakaan itu terjadi.
Rupanya jiwaku sudah mulai ceroboh.
Akhirnya tidak akan baik.
Akhirnya tidak akan baik. Akhirnya tidak akan baik.
Jangan.
Jangan berjalan di atas rel kereta, bila tak ingin tertabrak.
‘Untung remukmu tak terlihat, jiwa. Kau bebas berkelana, tapi kembalimu tak selalu kepadaku, raga.’
‘Hei... kau sudah kembali, tapi kenapa masih ada yang kurang? Kau belum di sini.’ Seseorang berkata.
Aku memang belum di sini. Di mana aku tak tahu. Mungkin sebagian jiwaku menempel di roda kereta.
Jiwa akan pulih sebentar atau lama lagi. Jiwa akan meninggalkan ragaku lagi.
Aku semakin tidak berada.
Aku semakin tidak di sini.
Di mana, aku tak tahu.
Suatu saat jiwaku akan lelah berkelana.
Suatu saat ragaku akan lelah duduk terdiam.
Suatu saat, jiwaku, ragaku, akan beristirahat.
Suatu saat, jiwaku, ragaku, akan menghilang.
Sepenuhnya tidak berada, sepenuhnya tidak di sini.
Selamanya.
(Tapi sebagian jiwaku masih menempel di roda kereta)
Senin, 19 April 2004
15.45