Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Thriller
Petaka Pelet Kampung
0
Suka
2,613
Dibaca
Cerpen ini masih diperiksa oleh kurator

Nia, mahasiswi cantik yang agak tomboy. Seluruh anggota keluarganya sudah tidak sabar menanti liburan kali ini. Tapi Nia sudah membayangkan liburan ini pasti sangat tidak menyenangkan, karena dia pernah punya kesan tersendiri waktu liburan di kampung halamanya beberapa tahun yang lalu. Warga kampung halamanya banyak yang masih kolot dan memegang teguh adat istiadat, banyak pantangan yang tidak boleh dilakukan, seperti tidak boleh makan di depan pintu, duduk di atas kursi sementara orang-orang tua di bawah, atau bersenandung dan bersiul-siul di malam hari. Tentu saja sebagai gadis yang hidup dan dibesarkan di alam modern, Nia tidak suka ditegur dan diatur oleh pantangan-pantangan yang baginya omong kosong itu. Tapi Nia juga tidak punya pilihan lain, dia terpaksa ikut daripada tinggal sendirian di rumah. 

Sebelum berangkat, orang tuanya juga masih saja memberi nasehat supaya Nia menjaga segala tingkah laku dan cara berpakaian. Belum hilang kesalnya, nia heran ketika Ibunya juga berpesan supaya Nia jangan membawa kebiasaan judesnya ke setiap lelaki di kampung nanti. Emangnya kenapa?, Ibunya justru menjawab kalo hal itu bisa membuat Nia akan tergila-gila dan minta dikawini. Jawaban Ibunya dianggap aneh dan ditanggapi Nia dengan gelak tawa, "Kalau pemuda itu anak orang kaya emang apa salahnya ? lagipula Nia emang masih jomblo, tapi tentu saja dia tidak akan mau kalo langsung dikawini, perlu penjajakan layaknya anak muda jaman sekarang”.

Buyung adalah pemuda yatim piatu yang merupakan sepupu Nia, dia lugu dan rajin. Buyung yang paling senang atas kehadiran Nia. Tapi sepertinya Nia mengacuhkan dia. Hari sudah pukul sembilan pagi, tapi Nia masih bermalas-malasan di tempat tidur. Udara dingin kampung membuatnya malas bangkit dari ranjang. Padahal, bagi warga kampung bangun di pagi hari merupakan suatu keharusan. Terlebih buat anak gadis seperti Nia yang dianggap tabu jika tidur hingga siang hari.

Sambil bermalas-malasan di tempat tidur, Nia mendengar neneknya meracau karna dia belum juga keluar dari dalam kamar. Nia yang bandel itu akhirnya bangun setelah sang nenek bersiap menyiram tubuhnya dengan segayung air. Sambil berteriak ampun, dia segera lari ke kamar mandi yang terletak di belakang rumah. Buyung memperhatikan hal itu dan tertawa lucu, tapi Buyung langsung terdiam ketika dipelototi Nia yang tidak suka ditertawai. 

Hari minggu adalah hari pekan di kampungnya. Mau tak mau Nia dengan terpaksa menuruti kemauan neneknya supaya pergi bersama Buyung ke pasar. Nia mengenakan pakaian yang paling bagus dan penampilannya terlihat sangat feminim. Banyak pemuda kampung yang tersenyum melihatnya dan membuat Nia semakin besar kepala, tapi dia tidak tahu kalo diam-diam Buyung juga memperhatikanya dengan kagum. Nia justru mengacuhkan Buyung dan menjawab ketus setiap kalimat Buyung. Semenjak itu Buyung agak murung, apa salahnya sehingga Nia terlihat begitu membencinya, tapi dia tetap sabar dan selalu ramah setiap kali melihat Nia. 

 Di sisi lain, Buyung sebenarnya agak risih menginap di rumah Datuk Sati, tapi dia harus mau karena kamarnya sedang dipakai Nia, lagipula Datuk Sati sangat baik terhadapnya. Tapi Buyung tak habis pikir, bagaimana cara Datuk Sati bisa mendapatkan istri yang masih belia.  

Seperti biasa, meski hari sudah siang, Nia belum juga bangun. Nenek yang sudah bosan memarahinya akhirnya menyuruh Buyung untuk membangunkan cucu kesayangannya itu. Tentu saja Buyung sangat girang. Buyung memanggil sambil menggedor pintu kamar tidur Nia yang terkunci dari dalam. Samar-samar Nia mendengar suara Buyung. Namun, dia hanya menggeliat. Hatinya kesal karena tidurnya yang pulas diusik oleh Buyung. Buyung terus berusaha membangunkan Nia, dan gedoran di pintu kamar semakin keras. Nia kesal, suaranya makin meninggi dan mengumpat Buyung yang ada di depan pintu, bahkan suaranya terdengar orang serumah. Buyung tertegun sejenak, wajah lugunya berubah merah padam. Dia tak menyangka gadis yang diam-diam dikaguminya itu memakinya, sangat memalukan untuk orang laki-laki. Buyung pun langsung pergi dari pintu kamar sambil menunduk . Ayah yang melihat hal itu sangat kesal dan langsung menasehati Nia, tapi seperti biasa Nia hanya menanggapi nasehat Ayahnya dengan acuh tak acuh. 

Sudah beberapa hari ini Buyung tak pernah muncul di rumah nenek. Sedangkan Nia mengusir kejenuhanya dengan berleha-leha, membaca majalah sambil memutar musik kencang-kencang. Dan ketika hendak mengambil minuman di dapur, dia agak tersentak melihat Buyung yang menatapnya dengan pandangan berbeda dari biasanya, dan karena tak enak hati Nia pun meminta maaf atas ucapanya waktu itu. Karena Buyung memang orangnya baik, dia pun tersenyum dan memaafkan Nia. 

Namun tiba-tiba kejadian aneh terjadi beberapa jam setelah itu, Nia menjadi tak sadarkan diri, dia menyebut-nyebut nama Buyung, bahkan tanpa sadar menyatakan perasaan cintanya. Perasaan rindu ingin bertemu Buyung yang tidak dapat ditahannya lagi. Dengan merengek-rengek, Nia meminta ayahnya mencari Buyung. Ayahnya bingung, kejadian itu terjadi berhari-hari, sedangkan Buyung sejak saat itu hilang seperti ditelan bumi.

Kedua orang tua dan neneknya akhirnya sadar sesuatu yang mistis telah terjadi pada diri Nia. Atas saran nenek, Ayahnya mendatangi rumah Datuk Sati yang memang juga dikenal sebagai dukun sakti, namun hal itu hanya diketahui oleh orang-orang tua di kampung ini saja. Di hadapan Datuk, Ayah menceritakan keadaan Nia yang dianggap telah menjadi korban pelet Buyung. Dan datuk Sati memang mengetahui itu, tapi yang lebih mengejutkan ketika datuk mengatakan bahwa dialah yang sudah memberikan ramuan pelet itu pada Buyung, karena kasihan mendengar cerita Buyung yang sakit hati dengan sikap keterlaluan Nia. 

Ayah pun menyesal atas sikap Nia yang sudah melanggar adat kesopanan kampung dan meminta maaf kepada datuk. Datuk kemudian memberikan penawarnya yang sudah dibacakan jampi-jampi. Setelah meminum penawar itu, Nia pun sembuh. Dia ingin bertemu Buyung dan meminta maaf atas kesalahanya. 

Tapi Buyung memang sudah pergi dari kampung ini, di tengah perjalanan dia sangat menyesal atas kesalahanya dan ingin bertobat, kemudian menjadi murid salah satu pondok pesantren.

The End 

 

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar
Rekomendasi dari Thriller
Flash
Petaka Pelet Kampung
Maldalias
Novel
Bronze
13 Hari ~Novel~
Herman Sim
Novel
Gold
The Castle of The Carpathians
Mizan Publishing
Novel
Bronze
SUGAR LOVE
Mahar
Novel
Gosh Stalker
TF Nasution
Novel
Bronze
BEHIND THE STAGE
I. Majid
Novel
Bronze
Phantom Lily
Joselind Sienydea Salim
Novel
Bronze
Dalam Semesta Jiwa
hyu
Komik
Anak Cumi
Gideon Partogi panjaitan
Novel
Bronze
True Colour
Yudith Maretha
Novel
The Thread
Anna Onymus
Flash
Bronze
Mimpi Ibu Ikan dan Ayah Laba-laba
Alfian N. Budiarto
Novel
Salah Rumah
Ajis Makruf
Novel
Bronze
Villa Cinta
Herman Sim
Novel
Bronze
SONIA
Ahmad Rusdy
Rekomendasi
Flash
Petaka Pelet Kampung
Maldalias
Flash
Yosep Sang Pemimpin
Maldalias
Flash
PSIKOPAT
Maldalias
Cerpen
MAUT HUTAN TERLARANG
Maldalias
Cerpen
Musfidah Bukan Anak Sial
Maldalias
Flash
LDR PROBLEM
Maldalias
Cerpen
Di Depan Mata Sobatku Pergi
Maldalias
Cerpen
PERGI UNTUK HILANG
Maldalias
Cerpen
GEN
Maldalias
Flash
CINTA RENATA
Maldalias
Cerpen
REINKARNASI
Maldalias
Cerpen
TARUNG
Maldalias
Flash
JOMPO
Maldalias
Flash
Bronze
Seorang Bapak
Maldalias
Novel
Akhir Cerita Yuka
Maldalias