Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Kalau ada yang menanyakan siapa yang berani menghentikan karaoke malam itu, maka jawabannya adalah aku.
Minggu - pukul dua dini hari
Malam yang seharusnya tenang kini diusik oleh suara sumbang bapak-bapak yang sudah ketagihan karaoke. Kalau dihitung, ini sudah mejadi malam minggu ke-12 sejak acara karaoke itu dimulai. Awal mulanya karena hajatan dan kini malah menjadi kebiasaan. Sudah berulang kali aku menegur bapak-bapak itu, tapi sepertinya tidak mempan karena mereka adalah 'bapak-bapak'.
Aku mencoba menahan diri tapi sepertinya malam ini adalah malam terakhir aku bisa bersabar.
"Jangan jangan dulu, janganlah diganggu," begitu menurut liriknya.
"Jangan diganggu? Harusnya aku yang ngomong begitu," ucapku dengan sinis sambil beranjak membuka pintu kamar.
Suara sumbang itu semakin terdengar dengan jelas ketika aku sampai ruang tamu. Kini aku bisa mendengar suara bapak-bapak tertawa dengan keras dan bercanda satu sama lain. Aku semakin mempercepat langkah untuk keluar dari dalam rumah bersamaan dengan selesainya lagu yang tadi dinyanyikan.
Aku semakin mempercepat jalanku karena bertarung dengan waktu.
"Jangan keduluan," ucapku dalam hati dan benar saja, aku sampai terlebih dahulu dibandingkan dengan lagu selanjutnya.
Kini aku sudah berdiri di sebelah speaker yang langsung mengarah ke rumahku. Bapak-bapak itu sedang mengobrol sembari menyeruput kopi hitam, tidak lupa dengan rokok yang menggantung di sela-sela jari telunjuk dan jari tengah. Angin yang berhembus dengan pelan menggoyangkan dedaunan dan membuat malam itu menjadi lebih dingin.
"Permisi pak," ucapku.
Pak Heru melihatku.
"Astaghfirullah hal adzim!" Ucapnya dengan lantang dan membuat 7 orang bapak-bapak lainnya melihatku dengan terkejut.
"Maaf pak, udah malem," ucapku yang masih berusaha menahan diri untuk tidak membuat keributan. "Saya ngga bisa tidur."
"I ... iya mbak," jawab Pak Heru dengan terbata-bata.
"Makasih pak."
Aku meninggalkan mereka yang sepertinya terburu-buru mematikan speaker dan microphone. Terdengar pula ada seseorang yang merapalkan doa sambil membereskan makanan dan minuman yang mereka santap.
Ah ya, kalau kalian bertanya mengapa mereka terkejut saat melihatku malam itu, mungkin jawabannya karena malam itu aku memakai daster putih polos milik ibu dan tidak sempat mengikat rambutku yang panjangnya sudah mencapai pinggang.