Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Aku menulis tentang kau. Tentang seorang bocah. Bocah belasan tahun. Yang merasa kehilangan sesuatu. Aku tulis bahwa kau telah kehilangan sesuatu yang kau sendiri tidak tahu. Aku bilang, yang hilang jangan dicari tapi ditemukan. Aku tak tahu bagaimana sampai aku bisa bilang begitu. Terlintas saja di pikiranku. Aku tulis kau belum juga menemukan yang hilang. Atau apa itu, yang hilang. Apa kau akan menemukan setelah kau mencari, atau kau tidak mencari, seperti yang kubilang jangan?
Aku menulis tentang kau. Tentang seorang bocah. Yang pernah kehilangan. Yang hilang jangan dicari tapi ditemukan. Apa itu? Berarti menunggu? Menunggu sampai menemukan yang hilang? Atau menunggu sampai menemukan apa yang jangan dicari? Aku semakin bingung. Semakin hilang. Tak taulah kau. Yang aku tulis tentang kau. Seorang bocah belasan tahun. Yang tak tahu apa yang hilang. Yang jangan dicari tapi ditemukan.
Terakhir aku tanya, kau belum menemukan. Belum menemukan yang hilang. Jangan dicari, karena tak tahu apa yang hilang? Jangan dicari karena pasti ketemu? Tapi apa pun itu, aku belum ketemu. Mungkinkah karena memang bukan sesuatu yang hilang sebelumnya? Bukan sesuatu yang hilang tapi jangan dicari. Bingung.
Hee, aku menulis tentang kau. Tapi malah rancu. Jadi aku yang bingung. Apa kau lebih mengerti ini dibanding aku? Mungkin ya, mungkin tidak.
Mungkin kau lebih dewasa daripada aku yang dulunya seorang bocah. Aku jadi berpikir apa aku masih seorang bocah dibanding kau yang aku kira seorang bocah? Jika aku lebih dewasa daripada kau, mungkinkah aku bisa menebak apa yang hilang dari kau? Karena mungkin aku pernah merasa ada sesuatu yang hilang, yang aku tidak tahu apa. Tapi sayangnya aku selalu tahu apa yang hilang, tahu hilang dimana, dan tahu bagaimana harus menemukan.
Hee, aku kehilangan. Ini kan tentang kau! Bocah kurus belasan tahun. Yang kehilangan sesuatu tapi tak tahu apa.
‘Yang hilang jangan dicari, tapi ditemukan’. Apakah kata-kataku itu kau telan begitu saja? Atau kau tidak mengerti? Apa kau terus mengunyahnya, sampai tertelan lalu terserap dan akhirnya kau gunakan? Atau kau langsung muntahkan kembali? Aku tak tahu.
Aku menulis tentang kau. Tapi jadi lebih seperti tentang aku. Tapi ini tertulis karena kau yang bilang bahwa sesuatu telah hilang tapi tak tahu apa.
Bocah kecil, aku jadi malu. Aku tidak lebih dewasa dari kau. Apa kau tidak lebih dewasa daripada aku?
Aku tulis kau masih belum menemukan yang hilang. Aku tulis ini saatnya kau menemukan. Menemukan, jangan dicari. Apakah beda keadaannya bila yang hilang sudah ada sebelumnya atau belum pernah ada? Apakah hilang bila belum pernah kau temukan?
Aku tulis ini sekarang. Mungkin aku membantu. Mungkin aku membingungkan. Kau akan membaca apa yang aku tulis. Mungkin berkali-kali sampai kau mengerti. Tapi ditulis berkali-kali pun aku masih belum mengerti.
Aku tulis kau mungkin percaya padaku. Percaya kepada seorang teman yang pernah menjadi seorang bocah kecil seperti diri kau sekarang. Pernah? Jangan-jangan masih. Tapi sebagaimanapun kita menua, masih ada bocah itu di dalam diri kita.
Aku menulis tentang kau. Tentang seorang bocah belasan tahun. Yang tak tahu apa yang hilang. Kau katakan sering menangis. Untuk yang hilang? Atau yang belum ketemu? Apakah hilang bila belum ketemu? Atau sudah ada sebelumnya?
Aku tulis bahwa aku sudah mulai mengulang-ulang kata-kataku. Kehilangan kata-kata. Kehabisan kata-kata. Apa hilang berarti sudah habis? Yang hilang, habis, apa bisa ditemukan? Yang pasti jangan dicari. Kenapa?
Aku tulis bahwa aku akan berhenti seperti ini. Menulis tentang kau yang lebih seperti tentang aku. Semoga kau segera ketemu. Bila sudah ketemu, katakan padaku, tuliskan seperti ini, agar aku tahu. Seberapa dewasanya kau dan seberapa bocahnya aku.
Aku menulis tentang kau. Semoga kau mengerti.
Bandung, 21 Agustus 2004
11.35 malam