Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Flash
Drama
Retori Ironi Cinta
1
Suka
14,713
Dibaca

Dimana aku bisa?

Aku terus bertanya. Dimana aku bisa?

Bahagia seperti itu. Iya. Bahagia.

Ba.ha.gi.a.

Dimana aku bisa? Kalau aku tidak punya perasaan.

Tapi aku punya keinginan. Keinginan untuk punya perasaan. Seperti kau. Iya. Kau yang tau perasaanmu. Aku iri. Tapi cuma itu perasaan yang aku punya. Iri. Aku senang, aku sedih, kata orang. Tapi aku tak merasakannya. 

Cinta. Aku tak pernah tau bagaimana rasanya. Sampai kau datang. Ahh... aku benci. Ini picisan sekali. Jelek. Tak akan laku di pasaran. Tapi aku hanya ingin bilang, aku ingin punya perasaan. Seperti kau. Kau yang cinta, kau yang bebas, kau yang kesepian, kau yang tau apa yang kau mau, kau yang punya perasaan.

Aku memang robot. Robot. Kata orang aku manusia, tapi aku tau aku robot. Aku tak punya perasaan, tak punya keinginan, selain keinginan untuk bisa merasakan. Aku tak punya kendali, selain dikendalikan. Betapa ingin aku punya perasaan. Aku tak tau caranya. Aku tak tau caranya. Tunjukkan caranya, tolonglah aku. Kendalikan aku lagi. Kendalikan, sampai aku punya kendali. 

Aku ingin bisa menangis. Aku ingin bisa tertawa. Tanpa ragu, tanpa beban, dengan kendaliku sendiri. Haruskah aku membeli chip pengendali, agar aku punya pengendali yang ada di otakku sendiri. Kau bilang, kalau kau mau, kau pasti bisa. Apa yang aku mau? Aku tak tau. Kau harus pasang lagi chip kemauan di otakku. Aku terlalu terkendali, terprogram. Aku bukan komputer. Komputer pun kadang bisa menolak perintah. Aku mesin primitif. Aku tak bisa memikirkan apalah aku lebih tepatnya. Mereka bilang aku manusia. Tapi organ-organku terlalu berjalan sesuai kendali, yang bukan kendaliku. Sehingga aku tak punya perasaan, tak punya. Tak punya kemauan. 

Aku diperkosa. Kau bilang aku diperkosa. Aku bahkan tak tau. Terlalu primitif. Aku ingin sekali menjalani hidup yang aku mau. Seperti yang kaulakukan. Kau menjalani hidup yang kau mau. Kau bebas memilih. Kau diperkosa atas kemauanmu. 

Penyesalan? Aku tidak menyesal. Aku terima ini semua. Aku terima dengan pasrah, dengan senyum dan air mata yang tak keluar. Aku memang harus bersyukur. Kau juga. KAU HARUS BERSYUKUR. Tapi siapalah yang bisa mengendalikanmu. Mengatakan apa yang harus kau lakukan. Kau bebas memilih. Kau. Manusia. Aku? Aku tak punya pilihan. Aku robot primitif. Ingat?

Dimana aku bisa?

Kapan aku bisa menjadi manusia?

Dimana aku bisa?

Aku ingin belajar darimu. Manusia. Aku ingin belajar. Tapi tidak akan semudah itu. Keinginanku di luar kendaliku. Aku sudah lupa berkeinginan. Bagaimana rasanya? Dimana aku bisa?

Aku ingin bersamamu. Manusia. Aku ingin bersamamu. Aku bisa belajar. Meniru tingkahmu. Manusia. Tapi itu juga aku tidak bisa. Aku tidak bisa bersamamu. Manusia. Aku hanya robot primitif. Aku berkata-kata sekali-sekali. Aku tidak bebas mengungkapkan perasaanku seperti kau. Kau selalu minta supaya aku bercerita tentang apa yang kurasakan. Bagaimana aku bisa bercerita kalau aku tidak punya perasaan. Aku tidak bisa merasakan apa-apa. Aku butuh kau. Manusia. Aku butuh kau untukku bisa merasakan. Untukku bisa menangis dan tertawa tanpa ragu. Dengan kendaliku.

Oh Tuhan, aku ingin bersamamu. Manusiaku. Manusiaku. Manusiaku yang bukan milikku atau siapa pun di dunia ini. Manusia. Kau begitu indah. Aku masih ingat kulitmu yang halus. Manusia. Kau sangat indah dengan segala kebahagiaan, kesedihan, keterbatasan, kebodohan, kebebasan, keberanianmu. 

Manusia. Kadang kita memang tidak bisa mendapatkan apa yang kita mau. Itu manusiawi. Untuk mendapatkannya kita butuh kemauan. Aku memang bukan manusia. Kemauan. Aku lupa.

Manusia. Lebih baik aku punya sayap saja. Robot yang bersayap, karena malaikat terlalu jauh bagi robot sepertiku. 

Ironi. Ironi. Ironi. Ironi. 

Oh Tuhan. Aku ingin bersamamu. Manusia. Oh Tuhan aku ingin manusiaku. Manusia mengajariku berperasaan. 

Dimana aku bisa?

Kapan aku bisa?

Ironi kenapa aku harus bertemu dengan kau, manusia. Kenapa aku tidak bersama robot-robot yang lain di dunia ini. Robot-robot yang berjalan patuh. Robot-robot yang tanpa cela. Hanya karena mereka terkendali. 

Ironi. Kau telah mengajarkan sebuah robot, cinta. Mereka bilang itu perasaan terindah yang manusia punya. Tapi cinta. Cinta. Cinta. Cinta ini ironi. Bisakah robot mencintai? Katakan padaku, manusia. Bisakah robot berperasaan? Apalagi cinta. Retori. Retori ironi cinta.

Aaaaaaaaaaaaagggggggggghhhhhhhhh…

Aku bisa gila. Aku bisa kelebihan program. Aku bisa overload. Aku bisa meledak. AKU CUMA ROBOT, Manusia. Hey kau dengar? Aku cuma robot. 

Tapi semua itu mungkin. Semua mungkin. Bahkan ikan pun bisa terbang. Tapi aku bukan ikan. Aku robot.

Kau bilang, kau tidak akan pernah meninggalkanku. Manusia. Aku tidak ingin begitu. Aku tau kau akan meninggalkanku jika kau mau. Kau manusia. Kau bebas memilih. Kau berjanji, kau bebas untuk tidak tepati. Aku? Aku lain. Aku robot. Aku pun tidak ingin meninggalkan kau. Manusia. Kau yang ajari aku mengatakannya. Tapi akankah aku jadi manusia kalau tidak aku tepati?

Katakan padaku manusia? Akankah aku jadi manusia?

Dimana aku bisa? Kapan? Bagaimana?

Ajari aku manusia... ajari robot menyedihkan ini. Aku benar-benar butuh kau. Manusia.

Sebelum aku benar-benar kosong. Tong kosong. 

Cinta. Akankah aku bisa? Akankah aku menemukan caranya? Ironi. Retori ironi cinta.

Dimana aku bisa? Kapan? Bagaimana?

Buat apa bertanya? Aku sudah tau jawabannya. 

Bandung, 16 Maret 2006

17.35 WIB

Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (4)
Rekomendasi dari Drama
Flash
Summer Rain
Ri(n)Jani
Flash
Retori Ironi Cinta
Aneidda
Cerpen
Bronze
Harmoni Pagi ditengah Kandang Ayam
Mochammad Ikhsan Maulana
Novel
Madu yang Kupilih untuk Suamiku
Rinz Sugianto
Cerpen
Bronze
Tak Memiliki
B12
Cerpen
Bronze
Surat yang Melampaui Waktu
Erna Surya
Novel
Gold
Mobil Bekas dan Kisah-Kisah dalam Putaran
Bentang Pustaka
Skrip Film
SEMAPENG (SKRIP)
Rainzanov
Skrip Film
Bersahabat dengan Angan
Norvita Putri
Skrip Film
The Golden Girls
Arief Rahman
Flash
Remahan
Ariq Ramadhan Nugraha
Cerpen
Jatuh Jauh
Muhammad Ilfan Zulfani
Flash
Mungkin Nanti
Chrystal Calista
Flash
PERTANYAAN DEMI PERTANYAAN
Apri Ajijunanto Saputra
Flash
Jika
Selvi Diana Paramitha
Rekomendasi
Flash
Retori Ironi Cinta
Aneidda
Novel
Bronze
Sepasang Mata Bola (Bukan Lagu Walo Banyak Nyanyinya)
Aneidda
Cerpen
Bronze
Pelangi Satu Menit
Aneidda
Cerpen
Bronze
Hawa: Homoseksual sapien
Aneidda
Flash
Aku Menulis Tentang Kau
Aneidda
Cerpen
Bronze
Cinta Pertama dan Terakhir
Aneidda
Cerpen
Bronze
Perjanjian Bersama Sehari Malam
Aneidda
Flash
Dinda Mimpi
Aneidda
Cerpen
Jakarta, Baru-Baru Ini
Aneidda
Flash
Sedihnya Bahagia
Aneidda
Cerpen
Jatuh
Aneidda
Flash
Kalah Sebagai Manusia
Aneidda
Flash
Kerinduan
Aneidda
Flash
Awan
Aneidda
Flash
Mengapa Aku Sering Tak Di Sini
Aneidda