Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Alih-alih berbicara, si perempuan justru mengambil buku dari tas ranselnya. Ia menulis sampai habis dua lembar. Ketika akan melanjutkan ke kertas ketiga, prianya pergi. Meninggalkan si perempuan sendirian bersama keseriusannya pada buku catatan. Si perempuan berhenti menulis. Pulpennya jatuh. Kepergian si pria juga menjadi alasan catatan di lembar ketiga basah. Si perempuan pun pulang, membawa serta tulisan yang belum selesai.
***
“Aku masih tidak habis pikir, sampai sekarang kau bisa tahan dengannya. Maksudku, lihatlah dirimu? kau tampan, kau kaya, kau bisa mendapatkan gadis manapun. Tapi kau malah menyia-nyiakan hidupmu dengan gadis bisu itu.”
Lea akan selalu mengomel bila Dean mengeluhkan soal gadis polosnya. Dean juga tidak tahu mengapa ia bisa bertahan selama hampir dua tahun dengan Mila. Satu-satunya gadis baik yang berkencan dengannya. Sama sekali bukan tipe Dean. Dean sesungguhnya lebih suka gadis seksi dan agresif. Bukan gadis polos dan sedikit bicara seperti Mila.
“Mila tidak bisu. Ia hanya sedikit bicara dan lebih memilih menjelaskannya lewat tulisan.
Bela Dean.
“Terserah.”
Lea menyalakan rokoknya setelah meminum segelas alkohol. Malam ini Lea dan Dean hanya duduk dan bersetia dengan minuman di club. Enggan menuruni lantai dansa. Apalagi Dean, sedari tadi tampak larut dengan pikirannya sendiri.
Bagai mendapat petunjuk, ia lantas mengambil ponsel yang terselip dalam saku. Ia menelpon Mila, mengajaknya bertemu. Namun tidak di club tentu saja. Ia mengajaknya di kafe dekat kampus mereka berdua. Dan kebetulan sekali Mila juga tengah berada di sekitar kampus. Ia habis berkelompok mengerjakan tugas yang tiga hari lagi deadline.
“Aku pergi.”
Dean menepuk pundak Lea.
“Ke mana?”
“Menyelesaikan masalah.”
Singkat Dean. Toleransi alkohol Dean tinggi. Tiga gelas alkohol tidak akan membuatnya mabuk seperti orang payah.
“Bagaimana menurutmu bila kita berakhir? karena kau tahu sendiri aku tidak bisa terus-terusan menunggumu menulis semuanya ketika aku ingin mendengar langsung penjelasan darimu.”
“Apa kau mabuk? kenapa baru sekarang? kita sudah hampir dua tahun.”
“Karena aku baru bisa mengatakannya sekarang. Ayolah. Apa kau akan terus bertahan denganku meskipun kau tahu bahwa kita sebenarnya tidak cocok?”
“Tidak cocok kau bilang? kau baru mengakuinya sekarang? ketika aku sudah terlanjur jatuh padamu. Dari awal aku sudah bilang, ketika kau menyatakan cinta padaku. Aku bilang kita terlalu kontras tapi kau dan kekeraskepalaanmu tidak mempedulikannya. Kau bilang kau akan bisa menghadapinya karena cintamu lebih besar dari perbedaan kita. Dan sekarang, seenaknya kau ingin mengakhiri hubungan kita. Kau benar-benar bajingan brengsek yang lari dari tanggung jawab!”
Mila terengah. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah ia katakan pada Dean. Lebih-lebih, untuk pertama kalinya, Mila mengumpat di hadapan Dean. Ia lelah. Lalu meraih minumannya dengan tergesa. Sementara Dean tercengang dengan sisi Mila yang baru ia ketahui selain pendiam, pemalu, sedikit bicara, dan baik tentunya.
“Bisakah aku melihat sisimu yang ini lebih sering lagi?”
“Apa?”
Dean menarik Mila keluar kafe. Membawanya ke lorong antar pertokoan di sisi jalan. Ia mendorongnya ke dinding, perlahan.
“Lupakan perkataanku yang tadi. Aku tidak ingin kita berakhir.”
“Tapi sekarang aku yang ingin kita berakhir!”
Mila pergi. Ia tidak ingin berlama-lama bersama Dean. Dean bau alkohol. Akan tetapi Dean tidak akan membiarkan Mila pergi. Ia menahannya tetap menempel di dinding.
“Oke, satu menit. Beri aku kesempatan satu menit. Tetap bersamaku satu menit. Jika pikiranmu tidak berubah setelah satu menit, kau boleh menamparku dan hubungan kita berakhir sesuai keinginanmu.”
Mereka memandang satu sama lain. Berbincang pada diri mereka sendiri dalam batin masing-masing. Satu menit telah berakhir. Dean siap ditampar dan mendengar pemutusan hubungan dari kekasihnya. Namun yang didapat justru kecupan singkat di bibirnya. Dean tercengang sekali lagi.
“Jangan melihatku.”
Mila dan wajah merahnya membuat Dean terhibur. Ia kemudian memeluk Mila erat. Ia mengerti bahwa tindakan berani yang dilakukan Mila barusan membuatnya malu setengah mati.
***