Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
"Minggir!" Naira mengangkat wajah menatap tajam ke arah cowok dengan seragam berantakan khas anak nakal itu. Tidak ada ikat pinggang maupun dasi. Tidak seperti Naira yang masih mengenakan artibut lengkap sekolah. Napas Naira memendek sudah terlanjur kepalang emosi pada Gama yang sengaja menghalangi jalannya. Memblokade pergerakan Naira yang ingin pulang. "Minggir nggak brengsek?!"
Senyum lebar terkurva di bibir Gama. Tanpa adanya kekesalan sama sekali. Tidak pula tersinggung. Gama mengambil rambut Naira yang tak ikut terikat, memainkan sebentar. "Kasar banget sih sayang~"
"Gam, gue lagi nggak kepingin bercanda." Naira menepis kasar Gama, menyorot gentar. Naira bukan pengecut. Ia tidak takut. Ia bisa menyesuaikan dirinya menjadi pemberani bermulut kejam.
"Iya entar besok kita nikah, mau hari apa darl?" Gama berganti menyolek pipi Naira.
"Gam!"
Gama tersenyum lebar. "Lo berani ngomong kasar sama gue, ngebentak gue, kenapa sama mereka enggak?"
"Gam--"
"Oh gue tau, karena lo nggak mau kehilangan temen cewek lo makanya lo mau aja dimanfaatin, dan diem meski udah ledekin abis-abisan sama sekumpulan orang jahat itu?" Gama berdiri pongah. Dalam sedetik auranya gelap, hitam dan tak terjangkau. "Lo terlalu takut dijauhin, dan takut nggak punya temen." Gama tertawa mengejek sembari menggeleng prihatin. "Nai-nai, kasihan banget sih lo."
Harusnya Naira tahu, bahwa Gama adalah sosok satu-satunya yang seharusnya Nairaffa hindari.