Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Manusia itu memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Meskipun dibilang begitu, sebenarnya manusia itu terkadang hanya bodoh atau tidak tahu yang mereka lakukan saja. Semua hal yang dilakukan pasti memiliki konsekuensi dan pertanggungjawaban, bukan?
Meskipun semua orang tahu bahwa ada konsekuensi untuk setiap perbuatan, tetapi entah kenapa tidak semua orang memiliki otak untuk memikirkan hal tersebut sebelum bertindak dan berbuat sesuatu. Tindakan sembrono tanpa pikir panjang seperti itulah yang menandai kisah kebodohan tiga manusia yang bernama Tora, Azri, dan Rengga yang terlibat kejadian yang belum pernah mereka bayangkan sebelumnya.
“Semuanya persiapan sudah selesai, kan?” tanya Tora kepada dua temannya.
“Tenang. Urusan persiapan, perlengkapan, keuangan, birokrasi, jodoh, nasib, dan feng shui, semuanya serahkan saja padaku,” sahut Azri dengan lagaknya yang agak congak.
“Waah! Hebat-hebat. Tidak salah kujadikan jadi wakil ketua Trio TARTAR,” sahut Tora dengan nada arogan sembari menepuk pundak Azri.
“Memang siapa ketuanya?” tanya Azri.
“Akulah. Siapa lagi memangnya?” sahut Tora.
“Ah … terserah kau saja,” Azri mengalah kemudian menoleh kepada Rengga yang sejak tadi terdiam dan memasang muka lesu. “Kenapa kamu, Ga?” tanyanya.
“Bukankah kita tidak seharusnya melakukan hal ini, ya?” tanya Rengga yang terdengar seperti gumaman.
“Tenang, tidak akan terjadi apa-apa, kok. Ini hanya ritual kecil saja. Tidak akan mengganggu keseimbangan alam semesta dan flora-fauna juga,” ujar Tora seolah tahu apa yang dibicarakannya. “Yang penting, kita semua bersatu bergandengan tangan untuk mencapai satu tujuan!” tandas Tora sembari mengacungkan tangannya ke atas.
“Meskipun gaya bicaramu tidak mencerminkan manusia berakal, tetapi kali ini aku setuju,” sahut Azri. “Ayo langsung saja kita mulai ritualnya,” ajak Azri sembari mengulurkan tangan kepada dua temannya.
“Semoga saja tidak terjadi apa-apa, ya,” gumam Rengga sembari menjabat tangan Azri dan Tora melingkar membentuk segitiga.
Mereka bertiga sedang melakukan ritual pemanggilan. Biasanya, ritual pemanggilan memerlukan media seperti boneka, papan ouija, atau cermin. Namun, mereka bertiga baru saja menemukan cara pemanggilan arwah yang lebih efektif menggunakan media yang didapatkan dari situs web yang membahas dunia mistis. Tora, Azri, dan Rengga mulai menggumamkan mantra-mantra tidak jelas sembari memejamkan mata, seketika itu pula suasana sekitar menjadi lebih mencekam dengan suara-suara benda di sekitar yang mulai berjatuhan dan suara angin berembus yang menambah kesan horor.
Konon, dunia manusia dan dunia gaib terpisah oleh suatu sekat tak kasat mata yang bisa ditembus dengan adanya medium dalam ritual pemanggilan tertentu. Oleh karenanya, makhluk gaib tertentu terkadang bisa dipanggil dari alamnya ke alam manusia dalam bentuk fisik setelah dilakukan ritual pemanggilan. Namun dalam kasus ini, alih-alih makhluk gaib yang muncul dari alam gaib, tetapi malah manusia yang terpanggil menuju alam gaib.
Tora, Azri, dan Rengga terperanjat setelah membuka mata dan mendapati mereka berada di tengah tempat asing dengan hawa dingin yang menusuk serta bau yang tidak mengenakkan. Mereka masih bingung dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba, mereka didatangi sesosok perempuan dengan baju putih dengan tanduk di wajahnya dan memiliki mata merah menyala yang langsung mencengkeram ketiganya sebelum sempat bereaksi.
“Jadi, atas alasan apa kalian datang kemari?” tanyaku sembari menggenggam tiga manusia dalam cengkeramanku.