Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Dulu sekali, kita pernah berada di tempat yang sama, setara, memikirkan tentang masa lalu dan masa depan, tentang masa tua kita berdua bersama, untuk selamanya. Itu sangat indah, aku tidak bisa berkata-kata, aku hanya bisa takjub dengan keindahan yang terpancar dalam senyuman indahmu.
Aku mulai berpikir bahwa kamu adalah satu-satunya bidadari yang diturunkan oleh Tuhan dari surganya untukku, dan aku juga berpikir bahwa aku terlahir di tempat ini, kota ini, negara ini, dan dunia ini, tidak lebih hanya untuk bertemu dan bersama denganmu. Aku bisa melihat dengan jelas seberapa indah, sayap gaib yang terletak di punggungmu itu, halus dan putih, aku ingin memberitahu semua orang bahwa kamulah milikku dan akulah milikmu.
Kita terlena akan kebahagiaan. Kita merasa bahwa dunia ini milik kita dan tidak ada seorangpun di sekitar, kita tidak peduli terhadap perubahan dan benar-benar fokus pada singgasana yang kita buat. Setiap kali kita berjumpa, kamu melompat dan aku menangkap, saling berpelukan, menempelkan dahi kita, melepas kerinduan karena kita bahkan tidak bisa terpisah, meski itu hanya untuk satu hari sekalipun.
Kita hidup dalam dua raga dengan satu jiwa.
Namun, kini tempat ini terasa sepi dan dingin, pada awalnya aku tidak mengetahui apapun dan aku pikir mungkin bidadari itu akan kembali. Aku berusaha berpikir positif, dengan keras, aku mencoba untuk tetap tenang dan percaya bahwa sebenarnya bidadari itu sedang melakukan sesuatu yang tidak dapat aku mengerti dan aku berusaha menjalani hidupku dengan tenang.
Hari demi hari, keresahanku semakin terasa, aku merasa lebih hampa dari sebelumnya. Aku seharusnya sadar ketika dia berkata, "Terima kasih!" dia sudah memberi tanda bahwa ini adalah sebuah akhir. Tapi ketakutanku akan sebuah kehilangan, membuat diriku selalu menyangkal semua itu.
Tidak tahu kenapa, aku mulai membunuh diriku, menusuk tubuhku dengan sebuah pisau penderitaan, tanpa peduli berapa banyak darah menetes dalam jiwaku. Aku berjalan mengelilingi kota busuk ini tanpa sebuah kesadaran, membiarkan arus kehidupan menelanku, dan aku tahu bahwa kini segalanya lebih buruk dari sebelumnya.
Setelah sadar aku paham, aku berdiri di atas gedung tinggi ini, menatap langit kelabu, kembali berpikir bahwa itu bukanlah masalah karena setidaknya aku pernah menjadi alasan dari senyumanmu yang menawan itu. Aku akan pergi, meninggalkan semua keresahan ini, dan kembali pada dia yang maha kuasa.
Selamat tinggal kasih.