Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
SYAM langsung terduduk tegak saat matanya menangkap sosok wanita pendek yang tengah berjalan di bawah ke arahnya. Ia lekas turun dari kap mobilnya dan berjalan tergesa menghampiri wanita itu.
“Kenapa kamu gak pulang?” tanya Zara langsung dengan suara yang diusahakannya bisa mengalahkan bunyi hujan.
Syam mengalihkan perhatian dari tangan kanan Zara yang tergantung kaku di depan dada. Semua karena kebodohannya. Andai saat itu ia tidak termakan cemburu yang membuatnya menuding Zara telah berselingkuh, andai saat itu ia mau mendengarkan penjelasan wanitanya, andai saat itu ia tidak pergi dengan emosi, Zara tidak akan mengejarnya dan tertabrak mobil. Tangannya akan baik-baik saja dan ia masih bisa melukis sekarang ini.
“Aku nunggu kamu,” sahut Syam lama kemudian.
Zara memalingkan wajahnya ke samping, menghindari tatapan Syam yang terlihat murung.
“Maafin aku, Ra,” lirih Syam berkata. Ia benar-benar tersiksa oleh perasaan bersalah yang terus saja bercokol di benaknya.
Saat itulah Zara kembali menatap depan, tepat ke manik mata Syam yang terlihat sedih. Ia berdeham pelan sebelum membuka mulut dan bertanya, “Bisa kamu maju sedikit?”
Sesaat Syam menatap wanita di hadapannya dengan bingung, lalu ia maju selangkah mendekati Zara dan menunggu dengan jantung berdebar. Wanita itu mendekat dan tanpa diduga menjulurkan tangannya memayungi mereka berdua.
“Kamu basah kuyup,” ujarnya dengan wajah prihatin.
Syam tergugu sesaat dengan bola mata bergetar menahan rasa haru. “Kamu ... maafin aku, Ra?”
Ada senyum lemah di sudut bibir Zara sebelum ia menjawab, “Gak ada alasan untuk gak maafin kamu, kan?”
Syam tersenyum lebar dalam tangisnya. “Makas ....” Teringat dengan kondisi tubuhnya yang basah kuyup, ia mengurungkan niatnya untuk memeluk Zara.
Wanita itu seolah menangkap kekhawatiran di mata suaminya. Tanpa berpikir dua kali, ia melepas payungnya dan membiarkan air hujan mengguyur tubuhnya. Kemudian ia berjinjit dan melingkarkan tangan kirinya di leher Syam yang segera merunduk. Tubuh pria itu menggigil dalam pelukannya.
Untuk sesaat Syam merasa sekujur tubuhnya seperti mati rasa. Ia tidak bisa bergerak karena sesak oleh perasaan gembira. Kemudian kedua tangannya terangkat mendekap erat tubuh Zara yang ikutan kuyup sambil membelai kepalanya.
“Aku cinta kamu, Ra,” bisiknya parau seiring dengan bertambah derasnya guyuran hujan.
Zara memang tidak mengatakan apa-apa, tetapi pemberian maaf itu, anggukan pelan di bahu basah itu, sudah cukup untuk membalas cinta suaminya.