Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Sudah menjadi kebiasaan aku dan Rofi belajar dan bermain bersama. Seperti sekarang kita sedang menonton TV sambil makan brondong nasi di rumahku.
Namun, sayang brondong nasinya tidak renyah lagi. Oleh karena itu, kita akan memanaskan nya di air fryer. Sebelum kita menaruh empat brondong nasi, kita terlebih dahulu menaruh baking paper di dalam air fryer. Setelah itu kita panaskan.
Akan tetapi baru beberapa detik air fryer nya mengeluarkan asap. Kita berdua langsung panik dan membuka air fryer sambil berteriak, “api-api,” sambil mengeluarkan kobaran baking paper menggunakan grill tong dan menyiramnya dengan air. Ternyata empat brondong nasi terlalu ringan dan menyebabkan baking paper tersedot oleh pemanas dan terbakar.
Karena kita takut air fryer nya rusak, maka kita akan memastikannya dengan membuat banana cake menggunakan air fryer. Kita siapkan bahan-bahannya: pisang, tepung, telur, gula, mentega, vanilla, garam, baking soda dan powder. Belum juga memulai membuat kue Fifi sudah menjatuhkan dua telur.
“Waduh! An, maaf ya tidak sengaja.”
“Yah Fifi, hati-hati dong. Bagaimana ini telurnya kurang dua, tadi aku izin sama ibuku cuma butuh enam telur. Kalau kita ambil dua lagi nanti ibuku ngomel soalnya telurnya tinggal empat itu di kulkas. Toko nya jauh pasarnya juga jauh. Aha! Aku ada ide Fi.”
“Apa? Jangan kau menyuruhku mengayuh sepeda pergi ke pasar, ogah!”
“Tidak-tidak, tenang saja. Ayo! kita pergi ke kandang ayam.”
“Mau ngapain?”
“Ngapain lagi kalau tidak mengambil telur.”
“Tidak! Nanti kita dimarahin Ibu kamu.”
“Tidak usah khawatir Fi, Ibuku setiap hari pergi ke kandang menghitung ayam bukan telurnya. Sudah ayo buruan,” aku menarik tangannya Fifi, kemudian kita menuju ke kandang ayam yang ada di samping rumahku.
“Ok! Sekarang kamu godain itu ayam yang di pojokan sana yang warnanya coklat! Nanti biar aku yang ambil telurnya,” aku menyuruh Fifi untuk menggoda ayam yang sedang mengerami telur.
“Godain? Aku godain ayam, bagaimana cara menggodanya?”
“Ah, kamu payah masak menggoda ayam aja tidak tahu. Giliran menggoda cowok aja kamu di garda paling depan. Begini, kamu jalan dekati ayam itu, setelah ayamnya berdiri kamu lari yang kencang supaya tidak dipatuk. Siap?”
“An, aku tidak kencang larinya, kenapa tidak kamu yang juara satu lari marathon, yang larinya kencang?”
“Baiklah, karena kamu tidak mau menggodanya biar aku yang menggoda. Tapi kamu harus siap untuk mengambil telur dan jangan dijatuhkan lagi.”
“Siap Bu!”
Aku mulai berjalan pelan-pelan mendekati ayam yang sedang mengerami telurnya. Ayamnya mulai menatap aku dengan sorotan mata yang tajam. Mulut moncongnya siap mematuk aku yang berjalan mendekatinya. Setelah jarak nya dekat ayamnya langsung berdiri dan mengeluarkan suara amarah. Jika ayam bisa berbicara maka suara tersebut seperti,'awas jangan mendekat kupatuk kau'.
“Aaaaaa, Ibu, tuluuung!” Aku berlari kencang karena dikejar ayam. Sedangkan Fifi mengambil telur ayam dan berlari menuju pintu dapur, setelah itu dia menertawakan aku.
“Hahaha, lari An, terus lari yang kencang!” Rofi masih tertawa terbahak-bahak.
“Tulung tulung tulung!” Aku di kejar sampai aku ngos-ngosan.
Aku berlari menuju pintu dapur, kemudian Fifi yang berdiri di pintu dapur membantuku dan menutup pintu.
Akhirnya, kita berdua berhasil mengambil telur tanpa dipatuk ayam.
“Note: Do not flirt with chicken! Dangerous!”